Sehari saja kak...

1.4K 147 24
                                    

Jam telah menunjukkan pukul 22.26 malam, Harvi masih menunggu kedatangan sang kakak yang sedari tadi tak membalas pesan atau panggilan telepon dari Harvi, Harvi merasa cemas akan hal itu, Harvi terus memandangi layar ponselnya itu, lalu di alihkan dengan rasa perih pada perut sebelah kirinya. Harvi meremas perutnya itu, sudah dua hari ini ia tak teratur untuk makan, karena dirinya terbujur lemas di ranjang. Kepalanya sering terasa pusing dan berat, ia hanya dapat memijat kepalanya yang bengkak itu ketika tidur, ia akan keluar kamar jika benar benar lapar. Sedangkan Mada tak melihat keadaan Harvi sama sekali, ntah adiknya kelaparan atau haus bukan urusanya, pikirnya. Karena malam ini Mada tak kunjung pulang Harvi merasa khawatir, maka dari itu Harvi keluar dari kamarnya untuk mengecek keadaan kakaknya itu, Harvi meringis perih mendapati rasa sakit di perutnya semakin menjalar, ia belum melahap apapun sedari pagi, mungkin itu yang membuatnya sakit perut. Ia kembali lemas, tiba tiba darah bercucuran dari hidungnya. Harvi berbaring di sofa depan televisi itu sembari terus menekan nekan perutnya, berharap rasa sakit itu hilang.

'klek..' suara gagang pintu terbuka, Harvi segera menoleh ke arah ruang tamu, berharap itu adalah kakaknya. Benar saja, tampak Mada berada di ambang pintu dengan raut wajahnya yang lemas. Harvi segera bangkit dari tempatnya lalu menghampiri sang kakak

"Kaka! Akhirnya pulang. Ko lama?" Tanya Harvi sembari mengulas senyuman ramah, sedangkan Mada tampak terkejut dengan darah yang mengotori wajah adiknya itu.

"Kenapa?" Tanya Mada, Harvi yang kebingungan hanya terdiam, sembari memasang wajah pertanyaan. Lalu melirik ke sekitarnya, melihat adakah hal aneh

"Mimisan." Terus Mada, Harvi langsung mengusap hidungnya itu. Benar saja, tampak bercak darah tertinggal di lengan baju yang ia kenakan itu,  Mada menatap wajah sang adik lamat lamat. Tampak wajah adiknya itu putih pucat, matanya tampak lelah, Mada tak ambil pusing, ia segera bergegas menuju kamarnya untuk beristirahat.

"Kaka... Harvi lapar." Keluh Harvi sembari menatap Mada yang mulai menjauh dari pandangannya. Mada pun berbalik ketika mendengar apa yang dikatakan oleh adiknya itu.

"Gua males keluar buat beli makan, capek." Jawab Mada membuat Harvi mengangguk lemas, tangannya itu masih setia memegangi perutnya. Harvi merunduk lemas,  ia mengerti betapa lelahnya Mada hari ini.

"Mie mau?" Terus nya, membuat Harvi merasa senang. Ia mengangguk antusias, Mada pun segera menuju ke arah dapur untuk memasakan mie instan untuk dirinya dan Harvi. Jujur saja, Mada merasa sakit ketika melihat Harvi seperti itu, wajah yang pucat dan tatapan mata itu cukup memilukan.

***

"Terimakasih ka..." ujar Harvi yang hendak melahap mie-nya itu. Keduanya kini tengah terduduk di meja makan ntah selapar apa Harvi, tampak tangannya bergetar hebat. Bahkan ia kesusahan untuk melahap makanannya, Harvi gemetaran sembari berusaha melahap makanannya. Harvi menghembuskan nafasnya lega ketika berhasil memakan makanannya. Tampak senyum kecil terukir di sudut bibir adiknya itu. Mada terdiam, ia terkadang merasa bingung dengan sikap dirinya sendiri. Ntah appa yang terjadi pada dirinya itu

"Kaka ko lama pulangnya?  Tumben..." Tanya Harvi

"Lembur."

"Ouh.... Capek sekali ya? Mau Harvi pijitin tidak?" Mada hanya menggeleng perlahan sembari terus memakan mie instan-nya itu.

"Ka Zora jahat ka, dia bilang Harvi tidak boleh ikut kaka... Katanya Harvi mau di buang. Mangkanya Harvi dorong ka Zora, kaka jangan marah ke Harvi ya?" Celetuk Harvi yang mengingat kejadian dua hari lalu, Mada membanting garpu yang ia pakai itu ke piring sembari berdecak kesal.

Harvi Where stories live. Discover now