77. Calon Suami Potensial

3.8K 520 7
                                    

"Pa....Papa."

Suara teriakan Aryanti dari dalam rumah membuat Sudibyo mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam kursi penumpang mobil. Ia memilih menunggu istrinya itu hingga sampai menghampirinya di halaman rumah.

"Pa, hari ini enggak usah main bulutangkis dulu."

Sudibyo langsung mengernyitkan keningnya. Tidak biasanya istrinya ini melarangnya melakukan hoby-nya yang sudah ia geluti sejak kecil. Andai saja orangtuanya mengijinkan, dulu ia memilih menjadi atlet bulutangkis daripada meneruskan bisnis keluarga. Sayangnya jika ia sampai melakukan itu, orangtuanya dengan senang hati mencoretnya dari kartu keluarga. Hingga akhirnya kini Sudibyo harus puas dengan hanya menjadikan olahraga ini sebagai hoby saja.

"Kenapa mendadak begitu sih, Ma? Si Aris jauh-jauh sudah datang dari Jogja sama teman-temannya buat tanding sama tim bulutangkis Papa."

"Iya, Mama tahu, Pa tapi ini Gadis minta tolong ke Mama buat beli oleh-oleh."

Sudibyo tahu alasan Gadis pergi ke Jakarta kali ini sehingga ia justru merasa heran. "Kenapa harus kita yang beliin, Ma? Memangnya bus rombongannya Gadis enggak mampir toko oleh-oleh?"

Aryanti segera menjelaskan alasannya kepada suaminya. Sayangnya Sudibyo yang sudah terlanjur berjanji lebih dulu dengan Aris Raharja memilih tetap menolak ajakan istrinya.

"Papa ini gimana, sih? Jarang-jarang Gadis minta tolong sama kita. Dia ada masalah tentang rumahtangganya aja enggak minta tolong sama kita yang notabennya adalah orangtuanya. Sekarang giliran anak cuma minta tolong dibelikan oleh-oleh saja, Papa sudah keberatan begini. Kalo Papa takut Mama bakalan minta dibayarin, tenang aja, Pa. Mama bayar sendiri pakai uang Mama."

"Tapi, Ma..."

"Papa mau anterin Mama enggak sekarang?"

"Enggak bisa kalo sekarang, Ma. Lebih baik Mama beli oleh-oleh itu sendiri pakai ini," kata Sudibyo sambil mengeluarkan dompet dari saku celananya. Ia ulurkan sebuah kartu debet untuk istrinya. "Beli aja buat semua rombongan bus. Jangan cuma serundeng aja. Kasih intip sama ampyang kalo perlu."

"Terus Papa enggak mau ketemu sama Lean gitu?"

"Mau, Ma. Nanti kita langsung ketemu di parkiran masjid saja, ya?"

Aryanti menghela napas panjang. Ia kemudian menganggukkan kepalanya. Melihat persetujuan yang diberikan istrinya, Sudibyo segera masuk ke dalam mobil. Sambil memasuki mobil, wajah Sudibyo memancarkan kebahagiaan karena kali ini sitrinya yang mau mengalah kepadanya. Setidaknya ia bisa berolahraga terlebih dahulu sebelum menemui Leander dan para tetangga Gavriel. Ia cukup penasaran dengan lingkungan teman laki-laki anaknya itu tinggal selama ini.

***

Gadis keluar dari bus bersama Leander dan Gavriel setelah para tetangga Gavriel keluar semua terlebih dahulu daripada mereka bertiga. Kali ini mereka akan makan di sebuah restoran keluarga dengan konsep prasmanan. Sejujurnya Gadis belum pernah makan di restoran ini sebelumnya.

"Gav?" Panggil Gadis sambil memegang pergelangan tangan Gavriel yang membuatnya berhenti berjalan.

"Kenapa, Dis?"

"Kita makannya di sini?"

"Iya."

"Budget piknik warga RT kamu berapa sih? Kok restoran buat makan siangnya mewah begini?"

"Banyak donaturnya, Dis. Ada yang nyumbang sampai 20 jutaan. Belum lagi iuran warga. Satu orang aja biaya satu setengah juta."

"Hah? Berarti kamu bayar empat setengah juta buat kita bertiga?" Tanya Gadis dengan suara keterkejutan yang tidak bisa ia sembunyikan lagi.

From Bully to Love MeWhere stories live. Discover now