87. Konflik Susu

3.5K 459 13
                                    

Jam makan siang hari ini, Alena memilih menghampiri Gavriel di ruangannya. Ia penasaran dengan sikap Gadis yang hanya membalas chat-nya satu kali saja. Padahal ia sudah kepo maksimal dengan putusan perceraian Gadis serta Pradipta. Alena bahkan mencoba menelepon Gadis namun panggilannya selalu ditolak. Alena tak tahu kenapa Gadis bertingkah seaneh ini kepadanya. Jarang sekali Gadis melakukan hal ini jika bukan karena Gadis sedang tidak baik-baik saja. 

"Mau ngajakin saya makan?" Tanya Gavriel dengan mode pimpinan dan bawahan. Terlebih ia sadar jika kini masih jam kerja dan mereka berdua ada di ruang kerjanya.

"Iya, Pak. Ada yang mau saya tanyakan sama bapak."

"Perihal apa? Pekerjaan atau masalah pribadi?"

"Masalah pribadi."

"Okay, kita makan di mpek-mpek depan saja."

"Khusus siang hari ini biar saya yang bayarin makan siang kita, Pak," ucap Alena dengan wajah yang tampak ceria.

Melihat hal ini Gavriel hanya bisa mengernyitkan keningnya. Tumben sekali Alena Zanetta sebaik ini kepadanya. Ada apa gerangan? Biasanya juga ia akan cosplay sebagai karyawan dengan penghasilan pas-pasan dan butuh santunan makan siang dari dirinya saat tanggal 15 ke atas. Tapi saat tanggal 25 sampai 30  gayanya benar-benar seperti boss yang makan enak setiap saat karena gaji masih bertahan di dalam rekeningnya dan belum dipotong cicilan.

"Buruan, Pak. Keburu penuh warungnya."

Gavriel segera berdiri dan mengikuti Alena berjalan keluar dari ruang kerjanya. Mereka berjalan bersama menuju ke arah lift. Pembicaraan-pembicaraan ringan mengisi perjalanan mereka dari lift hingga keluar kantor. Saat sudah berada di warung mpek-mpek depan kantor mereka, Alena langsung memesan mpek-mpek kapal selam, lanjer dan bulat untuk dirinya dan Gavriel. Gavriel cukup terkejut dengan pesanan Alena ini.

"Len, lo yang benar aja pesan sebegini banyaknya?"

"Iya, dong. Inikan hari spesial buat kita semua terutama buat Gadis."

Gavriel tahu apa yang Alena maksud, karena itu ia hanya menghela napas panjang lalu menyedekapkan kedua tangannya di depan dada. Sambil menatap Alena yang duduk di hadapannya, Gavriel mulai menyandarkan punggungnya di sandaran kursi yang ia duduki.

"Len, di mana-mana orang habis cerai itu kalo bisa merenungkan kehidupan bukannya malah disambut suka cita begini pakai acara makan besar segala."

"Duh, Pak Gavriel yang tampan paripurna tapi sok naif ini, sekarang itu jaman sudah berganti, okay? Cerai bukan hal yang tabu lagi di masyarakat. Itu semua lebih baik daripada bertahan dalam pernikahan yang toxic. Aib itu adalah ketika berusia 30 tahun lebih tapi belum nikah dan calon saja belum ada."

"Kalopun harus merayakan semua ini bukankah seharusnya yang merayakannya adalah Gadis bukan kita?"

"Itu nanti malam kalo sama dia. Sekarang kita nikmati dulu makan siang kita yang dapat traktiran dari Mas Banyu. Dia bilang kita bisa makan apa aja semau kita. Terserah deh pokoknya mau apapun itu, dia yang traktir pakai uang dia yang masih di gue. Padahal gue niatnya tadi mau ngajakin lo ke Sushi Hiro tapi lo ngajaknya ke sini."

"Dasar fakir gratisan."

"Biarin aja lah. Lagian keluarganya si Gadis kagak akan miskin kalo cuma traktir gue sesekali. By the way, chat gue dari pagi cuma dibalas Gadis sekali aja. Sebenarnya dia lagi ngapain sih? semedi atau justru lagi foya-foya karena dapat duit ratusan juta dari si Dipta?"

Daripada menjawab dengan kata-kata yang akan di debat oleh Alena panjang lebar karena tidak mempercayai jawabannya, Gavriel akhirnya mengeluarkan handphonenya dan ia tunjukkan kepada Alena.

From Bully to Love MeWhere stories live. Discover now