92. Berbagi Cerita Masa Lalu

3.2K 446 12
                                    

Sesekali Gadis menguap karena rasa kantuk yang sudah ia tahan sejak tadi. Andai bisa, ia ingin pamit undur diri dari ruang keluarga ini untuk tidur, tapi ia masih memiliki rasa sopan santun di dalam dirinya. Tidak mungkin ia pergi dari ruang keluarga ini meskipun ia lelah menemani ke empat pria ini bermain karambol lalu kini brmain kartu. Diantara empat pria ini hanya Gavriel dan Aditya yang masih terjaga kewarasannya untuk tidak meminum banyak alkohol. Bahkan mereka berdua belum menghabiskan segelas wine yang sejak awal dituangkan ke gelas. Baik Aditya maupun Gavriel lebih banyak meminun air putih dingin malam ini.

"Sudah jam empat pagi, kita selesai di sini aja," ucap Aditya mencoba menyudahi acara ini.

"Nanggung, Dit... gue baru menang sekali," ucap Wilson yang sudah mabuk berat.

Gadis justru heran bagaimana Wilson bisa memiliki kadar toleransi alkohol yang tinggi di dalam tubuhnya? Setelah tadi Gavriel hanya menyajikan dua botol wine, Wilson menelepon anak buahnya untuk mengirim tiga botol wine lagi ke rumah Gavriel. Sungguh, Gadis sama sekali tidak menginginkan divoce party-nya dilakukan seperti ini. Ini benar-benar jauh dari ekspektasinya tentang divorce party yang seharusnya ia isi dengan makan malam dan liburan bersama.

"Lo sudah mabuk berat itu. Tidur sana di kamar tamu."

Kedua mata Gadis langsung membelalak lebar kala mendengar hal ini. Ia ingin protes dan mencegah Wilson berjalan menuju kamar tamu tapi tidak bisa. Lidahnya terlalu kelu kali ini. Setelah Wilson berjalan memasuki kamar tamu yang selama di rumah ini menjadi kamar tidur Gadis, kini giliran Elang yang berdiri dan berjalan menuju ke arah tangga. Gavriel yang tahu tujuan Elang segera meneriaki temannya itu.

"Mau ke mana lo, Lang?"

"Tidur."

Tangan Gavriel langsung terangkat untuk menepuk jidatnya. Malam ini baik dirinya, Adit ataupun Gadis jelas mau tidak mau harus tidur di ruang keluarga. Tidak mungkin juga menyatukan Elang dan Wilson dalam satu ranjang karena mereka berdua pasti akan marah besar ketika bangun tidur dan menemukan satu sama lain berada di ranjang yang sama.

"Gav, gue balik aja."

"Balik? Naik apa lo balik?" Tanya Gavriel secara cepat karena ia ingat jika mereka semua datang ke rumahnya hanya menggunaakan satu mobil.

"Mobil gue lah. 'Kan mobil gue lo bawa. Sekarang gue ambil lagi."

"Terus besok pagi gue ngantornya gimana? Mobil gue masih di lo, Dit."

"Biar diantar supir. Gue pastikan sebelum jam 7 pagi mobil lo sudah sampai di rumah ini. Gue pamit dulu ya?"

Gavriel menganggukkan kepalanya karena ia sudah pasrah dengan pilihan Aditya ini. Tidak mungkin juga dirinya membiarkan seorang Aditya Birawa Aji yang terbiasa hidup dengan nyaman justru harus tidur di sofa apalagi di karpet rumahnya. 

"Dis, gue balik dulu, ya?"

"Iya, Dit. Hati-hati di jalan."

"Okay."

Setelah Aditya keluar dari rumah dan mesin mobil kembali menyala, Gavriel hanya bisa menghela napas panjang. Ia tahu bahwa mau tidak mau ia harus meminta maaf kepada Gadis karena tidak bisa mengantar Gaadis ke hotel atau memberi tempat tidur yang lebih layak di rumah ini malam ini.

"Dis?"

"Ya?"

"Maaf karena sepertinya malam ini kamu terpaksa tidur di sini. Kamar tamu sudah dipakai Wilson. Mau antar kamu ke hotel juga enggak ada mobilnya."

"Enggak pa-pa, Gav. Tolong kamu ambilin bantal aja satu."

Bukannya segera berdiri untuk mengambil bantal, Gavriel justru menatap Gadis dengan tatapan penuh ketidakpercayaan. Bagaiamana bisa Gadis semudah ini memberikan pengertian padanya? Apalagi bisa saja Gadis tadi memilih nebeng kepada Adit untuk diantarkan ke hotel.

From Bully to Love MeWhere stories live. Discover now