89. Demi Kalian Aku Coba Mengalah

3.5K 519 46
                                    

Aditya : Si Elang lagi uring-uringan perkara susu Lean. Gue akan minta ke dia untuk minta maaf ke Gadis. Tolong kondisikan si Gadis buat enggak banyak ngomel nanti. Tahu sendiri gimana temen lo yang satu itu.

Gavriel : Ok, beberapa menit lagi gue sampai sana.

Setelah menjawab chat dari Aditya, Gavriel menoleh ke arah Gadis yang duduk di sampingnya sambil memangku Leander. Sejak tadi Gavriel sudah meminta kepada Gadis untuk berhenti menyuapi camilan untuk Leander namun diabaikan oleh perempuan itu. Tentu saja Gadis menolak karena Lean juga tidak mau berhenti mengkonsumsi camilan manis yang satu ini.

"Dis?"

"Hmm?"

"Sudah yang suapin Lean snack isi coklatnya. Kasian giginya kalo sampai berlubang."

"Nanti gosok gigi kalo sudah sampai di rumah."

"Anak-anak enggak baik makan kebanyakan makanan manis. Apalagi Lean itu sudah aktif banget anaknya. Makanan manis harus dikurangi sama tepung juga."

Gadis menoleh ke arah Gavriel yang ternyata masih fokus pada jalanan di depannya. Gadis tahu bahwa apa yang dikatakan Gavriel benar adanya. Tapi besok pagi ia akan pulang ke Solo. Mungkin hanya malam ini dirinya menyuapi Lean dan entah kapan lagi kesempatan itu akan datang kepadanya.

"Aku besok pagi sudah pulang, Gav."

"Pesawat kamu jam berapa?"

"Sepuluh."

"Aku bisa antar kamu ke bandara pagi jam enam."

"Enggak usah. Aku bisa berangkat sendiri. Aku enggak mau ngerepotin kamu juga."

Gavriel memilih diam, ia tahu bahwa perempuan seperti Gadis ini tidak akan dengan mudah menerima bantuan orang lain. Apalagi ia bisa melakukan hal itu seorang diri. Tapi bukankah seharusnya Gadis bisa menghargai usahanya yang sudah berusaha menyisihkan waktu luangnya yang sempit setiap pagi untuk mengantarnya berarti itu sama saja dirinya menjadikan Gadis sebagai prioritas di hidupnya.

"Terserah kamu lah, Dis," ucap Gavriel yang membuat Gadis mengernyitkan keningnya.

Dulu banyak yang beranggapan jika kata terserah adalah kata-kata yang mujarab diucapkan wanita agar si pria merasa serba salah, bingung dan tanda bahwa ia tidak menerima pilihan yang pasangannya ambil, tapi kenapa ini justru sebaliknya? Gavriel justru yang pundung kepadanya.

"Kamu marah?" tanya Gadis tiba- tiba yang membuat Gavriel mengangkat kedua bahunya sedikit sebagai jawaban.

"Dari cara jawab kamu aja itu sudah bisa jadi jawaban buat aku. Kamu beneran kaya bocah ABG aja, Gav. Perkara hal beginian pakai kata terserah. Padahal aku yang perempuan aja males banget bilang begitu kalo enggak saking udah malas berdebat."

"Kamu sudah tahu 'kan alaasannya kalo aku malas berdebat. Apalagi hal enggak penting begini."

"Okay, kita lupain aja masalah antar mengantar ke bandara ini. Lihat kondisi besok pagi aja gimana. Soalnya aku ada rencana ketemu sama Angela dulu sebelum balik ke Solo."

"Nah 'kan enak tu kalo kamu bilang begitu sama aku. Jadi aku tahu ada pengacara kamu yang akan antar kamu. Jadi aku enggak akan antar kamu ke Bandara."

"Iya, tapi aku mau minta tolong kamu jemput Lean dan antar dia ke sekolah aja. Aku enggak percaya sama Elang."

Gavriel menghela napas panjang. Jika dari pesan Aditya kepadanya tadi Elang sedang uring uringan karena dipandang sebagai orangtua yang tidak kompeten oleh Gadis, maka kini kalo sampai Elang mendengar secara langsung dari Gadis bukannya perdamaian yang akan tercipta justru perang baru yang akan meletus. Pelan-pelan Gavriel mencari tempat mobilnya untuk menepi. Akhirnya Gavriel berhasil memarkirkan mobilnya di sebuah coffe shop. Ia mengajak Gadis dan Lean untuk turun. Sepertinya ia tidak bisa langsung ke rumah Elang di saat Gadis belum bisa ia "jinakkan" terlebih dahulu.

From Bully to Love MeWo Geschichten leben. Entdecke jetzt