117. Berani melamar, berani menikah cepat

3.1K 471 9
                                    

Gadis menatap Gavriel dari atas sampai bawah dengan mulut yang terbuka lebar. Otaknya langsung konslet karena melihat penampilan Gavriel yang membuatnya kehabisan kata-kata. Apa yang sebenarnya terjadi hingga laki-laki ini berpenampilan ala Marilyn Monroe. Sadar arti tatapan Gadis kepadanya, Gavriel langsung sewot kepada kakaknya.

"Mbak, kamu itu kalo diajakin mampir toko baju ya mampir. Ini aku mesti ganti pakai baju apa?"

"Ogah, ngapain mampir. Biarin aja Gadis tahu kegilaan kamu sama teman-teman kamu itu kaya apa kalo sudah ngumpul jadi satu."

Gadis menghela napas panjang. Kini ia menaruh pisau yang ada di tangannya.Ia tinggalkan area dapur dan menarik tangan Gavriel untuk menjauhi Nayunda yang masih menatap anaknya itu dengan tatapan penuh ketidakpercayaan. Begitu sampai di halaman belakang rumah, Gadis menatap Gavriel sambil menyedekapkan tangannya di depan dada. Gavriel bisa merasakan jika tatapan Gadis ini sanggup membolongi jidatnya secara tak kasat mata. Ia bahkan seperti kembali ke masa kecil setelah dirinya baru saja ketahuan Mamanya berenang di sungai bersama teman-temannya dan pulang dalam keadaan basah.

"Jangan gitu lihatin aku."

"Kamu itu kenapa bisa sampai kaya begini?"

"Daripada tanya aku kenapa, lebih baik kamu bantuin aku beliin baju gitu. Mbak Ella enggak bisa diharapkan soalnya."

"Jelasin dulu semuanya ke aku, baru aku bantuin."

Alamak....
Sampai matahari terbit dari barat, Gavriel tak akan pernah menjelaskan alasan sebenarnya kepada Gadis. Ia tak mau jika Gadis malu dan memilih menghindar kala bertemu teman-temannya. Lagipula ketiga temannya sudah berjanji untuk menutup mulut mereka rapat-rapat seumur hidup.

"Aku kalah taruhan."

"Kalah taruhan sama siapa? Dan apa yang kamu taruhkan sampai tiba-tiba jadi begini?"

"Kalah taruhan sama anak-anak. Masalah Hanna terima cintanya Adit lagi apa enggak. Ternyata si Hanna masih nolak Adit sampai batas waktu kemarin kita ke Bali. Jadi Elang langsung enggak membuang kesempatan untuk buat aku jadi apa yang dia mau."

Di dalam hatinya, Gavriel sudah terus menerus menyuarakan permintaan maafnya pada Aditya dan Hanna karena ia sampai harus berbohong dan menyeret nama kedua orang itu. Gavriel yakin, jika Hanna sampai tahu kelakuannya ini, ia pasti sudah ditendang sampai ke ujung dunia.

Gadis kembali mencoba menarik oksigen sebanyak banyaknya dari sekitarnya dan pelan-pelan ia mengembuskannya. Gadis berharap kesabarannya menghadapi tingkah Gavriel ini akan berlipat-lipat kali ini. Terlebih sekarang mereka sedang bersama keluarga Gavriel.

"Ya sudah kamu tunggu di rumah, aku belikan baju sama pembersih make up dulu," ucap Gadis ketika ia tidak mau berdebat lebih banyak dengan Gavriel. 

Gadis memilih berjalan ke arah dapur lagi untuk mengambil tasnya dan pamit kepada Nayunda. Nayunda tidak banyak berkata-kata dan masih fokus pada apa yang ia kerjakan di dapur, sedangkan Ella yang sedang menyuapi Moanna di ruang makan sudah menghasut Gadis agar tidak menolong Gavriel.

"Udah, Dis... biarin aja dia kaya gitu penampilannya. Seenggaknya kita enggak usah nyewa badut nanti."

Ucapan Ella berhasil membuat Gadis berhenti berjalan. Ia lalu menoleh ke arah Ella. "Mbak, dirimu bisa lihat dia begitu, tapi aku enggak. Demi kesehatan mata dan kestabilan emosiku sore ini, lebih baik aku belikan dia baju dulu. Aku duluan ya, Mbak?"

"Okay, Dis. Hati-hat di jalan."

Gadis hanya menganggukkan kepala dan kini ia berlalu meninggalkan area dapur. Setelah suara mesin mobil terdengar meninggalkan halaman rumah, Gavriel baru memasuki area rumah lagi.

From Bully to Love MeWhere stories live. Discover now