someone

11.1K 535 15
                                    

Pagi ini aku menemani bude hamida belanja ke pasar, berbagai jenis sayuran daging dan buah buahan kami beli, katanya di rumah akan ada syukuran jadi kita belanja dalam jumlah banyak.

Aku berdiri di depan tokoh yang masih tutup sambil menunggu budeh, lima belas menit yang lalu bude berpamitan pergi ke toilet dan hasilnya sampai sekarang belum balik juga, pandanganku mengitari seluruh pasar banyak orang berlalu lalang di depanku ku lihat juga nenek nenek sedang menjajakan sayuranya aku miris melihat pemandangan itu, ku keluarkan camera canon dari dalam Tas ku, ku abadikan momen ini dalam bidikan cameraku.

Saat membidikkan cameraku terpotret seorang ibu ibu yang di tabrak seorang perempuan yang sedang asyik bertelepon ria belanjaan seorang ibu itu jatuh berserakan di tanah, setelah mengamati ternyata si penabrak tidak menolong ibu ibu itu iya tetap berjalan melajukan kakinya, aku menghampiri ibu yang tidak ku kenal itu dan membantunya memungut barang belanjaan yang bersepah, setelah acara mungut memungut selesai ibu itu tersenyum dan bertrimakasi padaku aku lalu membalasnya dengan senyuman, ibu yang lupa ku tanyakan namanya itu lantas berpamitan pergi meninggalkanku, ternyata di seberang jalan sudah ada seorang pemuda yang sudah menunggunya satu kali lagi aku membidik ibu itu dalam camera canonku.

"Nasya..." pundakku terasa ada yang menyentu, ku putar kepalaku delapan pulu derajat

"Kamu ini gimana... disuru njagain blanjaan malah di tingalin... nanti kalau di ambil orang gimana..???" Cerca budeku, sekarang kantong belanjaan yang ku tinggalkan tadi sudah di tenteng budeh hamida, tak tega aku melihatnya langsung ku minta bebrapa kantong untuk meringankan bebannya.

"Kalau diambil orang yah berarti rejeki orang yang ngambil budeh..." jawabku asal asalan.

Perjalanan pulang kami menaiki angkutan umum mikrolet, ramai dan sesak aku sudah terbiasa dengan hal seperti ini, di jakarta angkutan umum seperti apa bentuknya sudah pernah ku naiki bersama Alan, aku jadi tersenyum sendiri bila mengingat pemuda yang satu itu.

Sampai di rumah ibu menyambut kami, beliau mengambil barang barang belanjaan dari tangan ku, rasanya capek, aku langsung duduk di sofa dan menarik nafas dalam dalam.

"Haus yah... mau mamah buatkan sirup orange...???" Entah yang di ucapkan ibuku itu benar benar tawaran atau ledekatan.

"Ibu... apaan sih... puasa bu...!!" Tegasku sambil berlalu, mendengar ke kesalanku ibu hanya tertawa "ayah kemana...??" Tanyaku.

"Ayahmu jalan jalan sama pakde samad sama Fina, mungkin ke kebun teh..." pakde samad adalah pamanku beliau suami dari budeh hamida.

"Kebun teh... kenapa ngak ngajak nasya bu..???" Aku sungguh berharap ingin pergi ke kebun teh katanya pemandangan kebun teh di sini lebih bagus daripada di jakarta.

"Kamu kan pergi ke pasar sama budeh..." jawab ibuku lembut

Jam satu siang aku membantu para ibu ibu memasak di dapur nanti malam rumah kami akan di adakan syukuran, entah syukuran dalam rangka apa aku sendiri kurang tau. Tidak sedikit juga tetangga yang datang untuk membantu memasak, aku mengerjakan sesuatu sebisaku, ada ibu ibu juga yang tidak ku kenal memujiku karena aku rajin membantu, jelas mereka memujiku karena di dapur inilah aku yang paling muda sedangkan Fila setelah pulang dari kebun teh aku tidak melihat batang hidungnya lagi.

Selesai sholat maghrib acara syukuran di mulai rumahku sudah di penuhi dengan tamu undangan yang umumnya laki laki kami para perempuan hanya duduk di ruang tengah, salah satu seorang ustadz mulai memanjatkan doa dan kami mengaminkan doa doa yang dilantunkan ustadz yang tidak ku kenal tersebut, setelah tetamu pulang aku begegas membersihkan barang barang yang berserakan di ruang tamu.

Adzan isya telah berkumandang aku segerah mengambil air wudu setelah saling menungu akhirnya kami pergi ke masjid bersama sama guna melaksanakan sholat isya dan tarawih.
***

Pagi pagi ayah membertahuku, soreh nanti aku harus bertemu dengan orang yang di jodohkan denganku seperti biasanya aku tidak bisa menentang perintah ayah aku hanya mengiyakan apa yang di suruhnya untuk ku tanpa aku bermaksud untuk memebantah, karena aku paham sifat ayahku bila aku membantah maka hal itu akan tetap di paksakan oleh ayah disini buakan aku berkata bahwa ayahku kejam dan suka memaksa kehendak anaknya tapi ayah menilai hal itulah yang terbaik buat aku.

Atas saran dari budeh hamida aku memakai motornya untuk menuju ke rumah makan sri kedaton yang terletak di dekat pantai parang tritis, sampai di sana aku langsung di sambut tiupan angin yang segar, segera aku mencari tempat duduk yang paling ujung.

jari lentikku tidak henti hentinya mengetuk ngetuk meja, sekarang aku sudah mulai bosan aku sudah menunggu lama namun orang yang dimaksud ayah belum juga muncul berkali kali aku melirik jam mungil yang melingkar di tangan ku, azan maghrib sudah berkumandang lima belas menit yang lalu dan tamuku belum datang juga, tidak mau menunggu lagi aku langsung mengemasi telfon seluler dan dumpet ku masukkan ke dalam tas mungilku.

Setelah bertanya kepada pelayan aku segerah berjalan ke arah mushola, aku mengambil air wudu dan melaksanakan sholat maghrib.

Selesai sholat mabrib aku kembali ke tempat duduk selesa, tuhan kini aku akan memberi waktu lima belas menit bila dalam waktu lima belas menit dia tidak datang maka aku akan mengangap dia bukanlah jodohku.

Tiga belas menit telah berlalu kini perutku sudah terasa lapar puasaku tadi hanya ku batalkan denga minum air, kini aku betul betul tidak sabar lagi.

"Assalamualaikum Nasya.." baru saja aku bangun dari tempat duduk seseorang menyapaku dari belakang jantungku mulai berdegub kencang, pasti lelaki itu keluhku.

"Waalaikum salam..." serentak aku menjawab salam, wajahku ku palingkan ke arah suara itu.

Aku melihatnya dengan jelas seorang pemuda dengan paras yang tampan dan badanya yang tinggi tegap ya Allah apakah seperti ini rupa nabi yusuf yang engkau gambarkan di ayat ayat suci alquran mu.

Jantungku berdetak kencang tidak terkontrol, sekarang ku sadari pemuda itu sudah duduk di depanku.

"Maaf aku terlambat.... aku ke surau dulu tadi...." suarahnya yang renyah membuatku tersadar dari lamunan tentangnya.

"Kamu belum pesan makanan....." sambungnya lagi, aku hanya mengeleng sambil menyesap teh hangat ku.

Ku lihat dia melambaikan tangan ke arah pelayan, pelayan perempuan langsung datang dan menanyakan pesanan kami.

"Kamu pesan apa...??" Tawarnya dia padaku.

"Samakan saja...." jawabku perlahan, setelah memilih pesanan pramusaji itu pergi kini tinggallah keheningan yang ada.

"Ohh... aku lupa aku belum perkenalkan diri Reyhan Himawa..." tangannya di ulurkan ke arahku aku langsung menyambut uluran tangannya dengan hangat.

"Nasya Humaira..." aku balik menyebutkan namaku.

"Umur kamu berapa...???" Pertanyaan seperti itu selalu muncul ketika awal perkenalan.

"Dua puluh dua..." jawabku singkat

"Ohh... umurku dua puluh enam jadi kamu harus memanggilku dengan sebutan Mas karena aku lebih tua darimu..." aku tidak percaya ini baru bertemu dia sudah membuat peraturanya sendiri.

Aku tidak mau banyak bicara aku hanya menganguk mendengar perintahnya.

Pelayan datang dan membawakan menu makanan yang tadi kami pesan, sebelum makan tak lupa kita berdoa.

Sambil makan kita berbicara kiri kanan depan belakang tentang pekerjaannya dan di situ aku tahu dia seorang dokter, hebat menurutku masih muda dia sudah mengapai cita citanya.

Satu hal yang tidak ku suka dari reyhan saat aku memperhatikannya dari awal kita bertemu tadi tidak pernah kulihat senyuman terukir di bibirnya, itu yang membuatku tidak menyukainya, aku akui memang dia tampan, sangat tampan malah tapi buat apa tampannya selangit jika ia tidak pernah mengukirkan senyuman.

Acara buka bersama kami berlalu begitu saja kini waktunya aku pulang, saat dia mengetahui aku pulang naik motor dia menawarkanku untuk nebeng mobilnya, ohh makasi motor ku ini lebih nyaman dari pada mobil mewahmu tuan.

Sampainya di rumah ayah ibu budeh bahkan pakde menyerbuku dengan seribu pertanyaan, tentang makhluk bernama Reyhan Himawan tersebut aku menanggapi mereka dengan acuh, bahkan dengan Santainya aku meninggalkan mereka memasuki kamar.

Rain Tears (End Version)Where stories live. Discover now