BAB 2 - Revisi

107K 4.1K 38
                                    

BAB DUA

          TARA mengoceh sepanjang perjalanan, mencaci-maki Ravel dengan segala sumpah serapah. Ocehan itu membuat telinga dan ubun-ubun Ravel rasanya ingin meledak karena tidak tahan. Kalau saja ada kaos kaki, mungkin Ravel sudah menyumpal mulut Tara agar wanita itu berhenti mengoceh. Dengan begitu Ravel dapat fokus mengendarai mobilnya.

"Lo kenapa nggak bisa berhenti ngoceh, sih?" tanya Ravel geram.

"Gue bakalan berhenti ngoceh kalau lo lepasin gue! Sekarang!" Tara menghentakkan kakinya pada lantai mobil dengan sebal. "Dasar orang gila! Lo tahu nggak, kelakuan sinting lo tadi udah ngerusak suasana pernikahan sepupu gue!"

Ravel mengangkat sebelah alisnya, dia tersenyum menantang. "Oh, ya? Kayaknya pernikahan mereka nggak kacau, deh. Mungkin cuma perasaan lo. Audie kelihatannya fine-fine aja, kok."

"Lo!"

"Lo apa?"

"Ck. Nggak ada!" Tara merasa sangat kesal, dia merengut dan memalingkan wajahnya ke luar jendela. Kalau saja dia dapat memecahkan kaca mobil ini, mungkin sudah dilakukannya sejak tadi.

Sialan, mobil mewah memang serba safety, umpat Tara dalam hati. Pokoknya malam ini, dia merasa dongkol sedongkol-dongkolnya dengan pria asing yang berani membawanya pergi entah ke mana ini.

"Lo mau bawa gue ke mana?!" tanya Tara jutek, dia setengah membentak. "Mau lo apaan, sih?"

"Apartemen. Gue mau bawa lo ke apartemen gue. Hari ini dan seterusnya, lo bakalan jadi milik gue."

"What the hell?! Lo kira gue apaan?!" Tara berteriak, tatapannya nyalang. "Gue bukan cewek murahan! Shit!"

"Lo nggak takut sama gue?"

"Buat apa gue takut? Emangnya lo beneran mau nyulik gue?" Kalau nyulik pun, gue bisa kabur, 'kan? dalam hati Tara mulai berdebat dengan dirinya sendiri. Rasanya mustahil apabila pria tampan dan kelihatannya mapan ini mau menculik Tara yang tidak membawa keuntungan apa-apa.

"Gue beneran nyulik lo. And, kayaknya lo nggak bisa kabur ke mana-mana. Soalnya apartemen gue di lantai dua belas dan nggak ada jendelanya. Ya... kecuali yang langsung ke arah luar bangunan. Itu pun kalau lo berani terjun bebas."

"Cih! Nyebelin lo, setan!!!"

"Gue manusia."

"Setan, lo setan!!!"

Tara menggenggam erat buket bunga yang tadi didapatkannya dari Celine kemudian dengan kesal memukulkannya ke kepala Ravel berkali-kali. Ravel refleks menginjak rem hingga membanting setir mobilnya ke kiri, beruntung jalanan yang mereka lewati terbilang sepi. Tara menjerit ketakutan, melempar buketnya secara asal dan tanpa sengaja keningnya terbentur kuat pada dasbor.

Saat itu juga semuanya terasa begitu cepat dalam pandangan Tara, gelap, lalu berdenging.

***

Dengan langkah tergesa-gesa, Ravel membopong tubuh Tara memasuki apartemennya yang mewah. Tara terluka akibat benturan yang tidak disengaja tadi. Meskipun pendarahan pada luka wanita itu sudah berhenti, dia tetap saja merasa khawatir. Dibukanya pintu kamar dengan sebelah tangan dan buru-buru membaringkan tubuh Tara di atas ranjang.

Ravel langsung berlari keluar dari kamar tidur dan menggeledah ruang tengah guna mencari kotak P3K. Setelah menemukannya, dia kembali ke kamar dan tangannya dengan cekatan mengobati luka Tara. Dibersihkannya luka di dahi wanita itu menggunakan air dan sedikit alkohol, lalu mengoleskan krim khusus untuk luka. Ravel menghela napas panjang akibat rasa panik yang menderanya.

Bodoh banget, sih, pakai acara pingsan segala. Awas aja kalau pingsannya bohongan. Cuma kejedot gitu aja pingsan, dasar ceroboh, batin Ravel meracau. Dadanya pun berdegup kencang seperti beberapa tahun silam.

Dia takut.

******

Jangan lupa VOTE, COMMENT, and follow @heyitsdeff (akun author) ya!

Bad Boy in Black TuxedoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang