Part 3

59.7K 3.8K 300
                                    

Pukul satu siang, jam pulang sekolah.

Di depan kelas 12 IPA-2, dengan wajah gelisah dan cemasnya, Keira menunggu Samuel keluar dari sana. Sejak kejadian istirahat tadi, saat Samuel pergi begitu saja tanpa basa-basi terlebih dahulu, ia sama sekali tidak melihat lagi keberadaan cowok itu. Biasanya, sebelum jam masuk berbunyi, Samuel selalu menyempatkan diri untuk mampir ke kelasnya terlebih dahulu. Tetapi, tidak untuk hari ini. Hal itu pun membuat ia berspekulasi bahwa sesuatu telah terjadi padanya.

Tidak lama kemudian, Keira pun melihat bahwa Samuel sedang berjalan ke luar kelas bersama Rio dan Kenio. Sepertinya, Samuel tidak sadar akan keberadaannya karena ia sedang asik mengobrol bersama kedua temannya itu.

Keira meneguk air liurnya sejenak, sebelum akhirnya membuka suara. "Samuel!" Serunya.

Mendengar seseorang memanggil namanya, Samuel pun menoleh dan langsung menyuruh kedua temannya itu untuk pulang terlebih dahulu. Kontan, senyum lembut pun mengambang di bibirnya saat ia menghampiri Keira. "Kenapa, Kei?"

"Lo masih nanya kenapa? Harusnya gue yang nanya itu sama lo!" Keira melipat kedua tangannya di depan dada. Kemudian, memalingkan wajahnya. Enggan menatap Samuel.

Samuel pun melongo. Benar-benar tidak mengerti dengan ucapan Keira. "Perasaan, gue engga kenapa-napa, deh. Emang ada apa, sih?" Tanyanya bingung.

Menyerah. Keira menyerah. Ia pun menghembuskan napasnya kasar. "Gue sms, kenapa ngga lo bales?"

Saat itu juga, Samuel pun teringat bahwa ponselnya memang mati karena kehabisan baterai. Semalam, ia memang lupa mengecas ponselnya. Jadi, saat dibawa sekolah tadi, hanya bermodalkan satu bar saja. "Hp gue lowbat, Kei."

"Yaudah, sebagai gantinya, lo harus traktir gue makan siang," Keira kembali memalingkan wajahnya, tetapi kali ini dengan dagunya yang terangkat ke atas. Pura-pura marah maksudnya.

Samuel terkikik geli, lalu merangkul bahu Keira erat. Tidak peduli dengan banyaknya murid yang berlalu lalang di sekitar mereka, menatapnya dengan tatapan penuh iri dan cemburu. "Iya, engga usah sok marah gitu, deh. Percuma, engga mempan buat gue," katanya sembari mengacak-ngacak rambut Keira.

Niatnya, sih, masih ingin pura-pura marah, tetapi siapa yang tidak luluh kalau sudah diperlakukan seperti itu. "Tapi, gue maunya makan di restoran Jepang, abis itu kita beli es krim," di dalam rangkulan Samuel, Keira mendongakkan wajah dan mengedip-ngedipkan matanya.

Samuel menghela napas panjang. "Lo mau nguras dompet gue, ya?"

"Oh, jadi sekarang main hitung-hitungan, ya? Oke, kalau gitu ngga jadi!" Keira pun melepas rangkulan Samuel dan melenggang pergi begitu saja dengan kaki yang dihentak-hentakkan. Tetapi, hal itu malah membuat Samuel tertawa geli. Selama ini, mereka berdua memang sering sekali pergi atau makan bersama-sama di luar. Entah itu Samuel yang membayar, atau sebaliknya. Selama itu pula, keduanya tidak pernah merasa ada yang dirugikan. Justru, dengan melakukan itu, mereka berdua merasa lebih senang dan bahagia.

Akhirnya, setelah melihat Keira yang semakin menjauh, Samuel pun berlari kecil menghampirinya. "Gue cuma becanda, kok. Gitu aja marah. Lagipula, apa, sih, yang engga buat seorang Keira Amanda?" Samuel kembali merangkul bahu milik Keira dari samping sembari berjalan menuju parkiran mobil. Keira tersenyum, lagi dan lagi. Sahabatnya yang satu itu memang selalu saja memiliki beribu macam cara untuk membuatnya senang.

•••

"Lo yakin cuma pesen itu aja?"

Keira mendecak kesal mendengar pertanyaan yang sudah tiga kali dilontarkan oleh Samuel itu. Memangnya, ada yang salah dengan menu makanan yang ia pesan? Tidak, 'kan?

complicated feeling | ✓Kde žijí příběhy. Začni objevovat