Part 23

19.3K 1.3K 63
                                    

Lisa mengerjapkan matanya, berusaha mengenali tempat yang saat ini sedang ia tiduri. Seakan tersadar sesuatu, Lisa pun segera terbangun. Namun, ia merasakan sesuatu menahannya. Dengan hati-hati, Lisa menoleh. Betapa terkejutnya ia setelah melihat bahwa ada seorang pria tua, yang kira-kira seumuran Papanya sedang tertidur di sebelahnya.

Seketika Lisa menangis sesenggukan begitu melihat bahwa tubuhnya telanjang. Hanya pakaian dalam saja yang menutupi bagian intimnya. Lisa pun mencoba untuk tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Ia tidak mau membuat orang itu terbangun. Untungnya, orang itu hanya bergerak sedikit, lalu tertidur kembali.

Mungkin dewi fortuna sedang berpihak padanya, karena ia baru saja melihat ada sebuah ponsel yang tergeletak di atas meja. Dengan segera, Lisa mengambil ponsel tersebut dan mengendap-ngendap masuk ke dalam kamar mandi.

Lisa pun langsung mengetik nomor Rio, yang entah sejak kapan ia hafal. Namun, berkali-kali mencoba, nomor Rio tidak bisa dihubungi. Lisa pun terus mencoba hingga pada akhirnya teleponnya tersambung.

"Halo,"

"Rio, ini gue Lisa, please tolongin gue," Ucap Lisa dengan suara yang sangat-sangat pelan.

"Lisa? Lo dimana sekarang?" Tanya Rio sambil berteriak dengan sangat kencang.

"Gue engga tau ada dimana,"

"Yaudah, tunggu gue. Jangan kemana-mana. Lo harus cari tempat buat bersembunyi."

Belum sempat Lisa menjawab, tiba-tiba saja sambungan teleponnya terputus. Ia yakin bahwa Rio langsung pergi mencarinya. Namun, yang menjadi pertanyaan Lisa, bisakah Rio mencarinya tanpa alamat yang ia sendiri tidak tahu?

•••

Rio menjalankan mobilnya dengan kecepatan penuh. Rio sudah tahu dimana Lisa berada, karena ia sudah melacak dari GPS yang terpasang di ponsel yang Lisa pakai.

Setelah kurang lebih satu jam, Rio pun sampai di sebuah hotel berbintang yang menurut gps merupakan tempat tujuannya. Dengan segera, Rio masuk ke dalam dan langsung menuju resepsionis.

Awalnya, resepsionis itu tidak mau memberikan kartu cadangan untuk Rio. Namun, setelah Rio menyatakan bahwa temannya sedang diculik, akhirnya Rio pun berhasil mendapatkan kartu kamar tersebut. Rio pun langsung masuk ke dalam lift dan menuju lantai dua belas.

Rio lantas membuka pintu kamar tersebut begitu berhasil memasukkan kartunya. Emosi Rio meledak seketika saat melihat Lisa tengah ditampar oleh seseorang yang berada di atas tubuh Lisa.

Dengan segera, Rio menendang punggung orang itu dengan kencang hingga membuatnya tak sadarkan diri. Lisa pun sekuat tenaga bangkit berdiri dan memeluk tubuh Rio dengan pundak yang bergetar karena tangisnya.

Rio membalas pelukan Lisa dan mengelus lembut punggungnya. "Jangan takut, Lis, ada gue disini." Ucapnya yang mampu membuat ketakutan Lisa memudar.

"Lo kuat jalan?" Tanya Rio. Lisa pun mengangguk. Namun, baru beberapa langkah, kaki Lisa gemetar dengan kencang.

"Gue rasa engga," Rio pun langsung membopong tubuh Lisa keluar.

Semua pasang mata memandang mereka sepanjang mereka berjalan melewati lobby. Rio tidak peduli, yang penting ia harus segera membawa Lisa pergi dari tempat ini. Sedangkan Lisa, ia memeluk leher Rio dengan erat dan menangis terisak di dadanya.

Saat sudah berada di dalam mobil, Rio dengan segera menghubungi teman-temannya dan meminta mereka untuk menemuinya di rumah Ivy. Kondisinya tidak memungkinkan jika harus membawa Lisa pulang ke rumahnya dengan tubuh yang hanya tertutupi oleh handuk. Ia tidak ingin membuat orang tua Lisa salah paham.

Sepanjang perjalanan, Lisa memang tidak banyak bicara dan hanya menangis sambil menatap ke luar jendela. Rio sangat yakin bahwa Lisa merasa sangat terhina dengan apa yang dialaminya. Di dalam hatinya, Rio berjanji akan dengan senang hati bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi pada Lisa.

•••

Setelah perjalanan selama tiga puluh menit, Lisa dan Rio akhirnya sampai di rumah Ivy. Untungnya orang tua Ivy sedang pergi berlibur ke luar kota. Samuel, Liam, beserta Ken juga sudah ada disana. Mereka semua sontak berdiri dan terkejut begitu melihat Lisa.

Ivy berlari dan segera mengambil Lisa dari gandengan Rio. "Ya Tuhan, Lisa, lo baik-baik aja? Kenapa muka lo memar-memar gitu?" Tanyanya sambil meneliti setiap inchi wajah Lisa.

Lisa tidak menjawab dan langsung menghambur ke dalam pelukan Ivy. "Gue kotor, Vy, gue udah gak suci." Lisa menangis sesenggukan. Sedangkan Samuel, Liam, Rio, dan Kenio meringis mendengar ucapan dari Lisa.

Ivy mengelus lembut punggung Lisa. "Lo gak boleh ngomong gitu. Tenang, semua akan baik-baik aja," Kemudian Ivy membawa Lisa menuju kamarnya.

Setelah selesai membersihkan diri dan makan siang, Lisa dengan segera menceritakan kepada mereka bagaimana ia bisa sampai berada di sebuah hotel. Ia bercerita mulai dari saat ia mengetahui bahwa Jane adalah wanita bayaran sampai Jane menyuruh anak buahnya untuk membekap mulutnya.

"Sial, apa lagi yang harus kita lakuin untuk ngelawan Jane yang lebih pinter dari kita," Samuel menggeram kesal. Ia sudah tidak tahan lagi dengan semua yang menimpa teman-temannya.

Liam mengangguk membenarkan. Ia juga berpikiran sama dengan Samuel. Mereka sama sekali tidak mempunyai bukti yang kuat untuk melawan Jane.

Kenio menghela napasnya dengan gusar. "Kenapa harus serumit ini, ya?"

"Trus keadaan Keira gimana?" Tanya Lisa. Sudah dua hari ini Lisa tidak bertemu dengan Keira, semenjak kejadian yang baru saja menimpanya.

"Masih sama," jawab Liam dengan lesu.

Selebihnya, mereka hanya terdiam. Tidak tahu lagi harus berbicara apa, karena kepala mereka sudah dipusingkan dengan hal yang sama sekali tidak bisa mereka pecahkan.

•••

[A/N]

Hai, sebenernya part ini belum diedit. Jadi, masih pake draft yang lama. Maaf ya aku ngga sempet banget huhu.

Hope this chapter is more than enough to read and make you guys happy, while im trying my best to make this story better than before. Thank you!❤

July 19, 2016.

complicated feeling | ✓Where stories live. Discover now