Saat sedang menuju kantin melewati lapangan upacara, Aurora dan teman-temannya dikejutkan oleh orang-orang yang sedang berkerumun di sana. Cuek saja saat Aurora akan melenggang melanjutkan langkah, tangannya ditarik oleh Amara menuju ke arah kerumunan.
"Apaan sih, Sam!" seru Aurora kesal.
"Mau liat itu dulu, Rang."
"Aelah, laper gue."
Tak menghiraukan aksi protes Aurora, Amara tetap memaksanya. Begitu sampai di kerumunan baru tahu mereka kalau sedang ada adegan 'penembakan' di sana. Obyeknya adalah ketua OSIS mereka.
"Hih, norak!" cetus Aurora spontan saat melihat seorang cowok yang merupakan anak kelas XII sedang berlutut di depan Alyn sambil membacakan puisi entah buatan siapa sambil mengulurkan bunga. Di belakangnya ada banner bertuliskan 'Would you be My Girl, Aaralyn?' yang terhubung dengan balon udara.
"Halah bilang aja lo sirik," sahut Ester teman sekelasnya.
"Idih ngapain," sahut Aurora lagi.
Kembali Aurora memfokuskan pada gerak-gerik di depannya. Teriakan riuh rendah antara mendukung 'terima-terima' dan ada juga yang mendengus kesal, pasalnya Raymond -anak kelas XII tersebut- adalah kapten basket idola seluruh cewek di sekolahnya, minus dirinya yang pasti, ehm, dan mungkin juga Aaralyn. Karena baru saja Alyn menolak Raymond dengan gelengan yang tegas tapi penuh permintaan maaf. Dan lagi-lagi suara bagai tawon keluar dari sarang menghiasi kerumunan itu.
Akhirnya Aurora yang sedari tadi memang tak minat melihat langsung memisahkan diri dan gantian menarik Amara pergi buat ngasih makanan anak mereka di dalam perut, cacing-cacing unyu. Sekilas Aurora melihat ada Antariksa sedang bersandar di tembok sambil menyedekapkan tangan memandang ke arah kerumunan. Mengernyitkan dahi sebentar, lalu Aurora kembali fokus berjalan.
"Mampus dah Kak Raymond, udah kaga dapet si Kak Alyn, masih harus beres-beres sisa-sisa confetti yang berantakan di lapangan," ujar Dona yang baru saja datang dengan teman Aurora yang lain selang 10 menit Aurora di kantin.
"Iya, sombong banget Kak Alyn itu, apa coba kurangnya Kak Raymond gue?" kali ini Tata yang bicara. Aurora masih khusyuk memakan siomay kuahnya tapi masih bisa mendengar percakapan teman-temannya itu.
"Plis deh Ta, apaan itu maksudnya 'Kak Raymond gue'? Dia milik bersama kali," Ester langsung protes. Panjang pasti kalau si Ester ini mulai bicara, udah kaya burung murai peliharaan ayah. "Emang dah Kak Alyn itu buset dah, songong tapi ngga songong. Baik sih orangnya, pinter lagi. Udah ketua OSIS, baik, cantik, pinter. Dia tuh alfa female banget, kalau dia lagi mimpin rapat OSIS gila aja semua mata ngga ada yang kedip, ngga cewek apalagi cowok. Tau deh tuh yang cewek-cewek maksudnya iri atau kagum. Kalo gue sih jujur aja iri, berasa Tuhan ngga adil kalo udah depan dia tuh. Kalo cowok-cowok sih jelas pada mupeng." Benar kan, Ester yang kerja sampingan sebagai penyiar radio ini emang sukanya prepetan ngga kelar-kelar. Aurora sudah berkurang selera makannya.
"Huh, cewek cantik mah bebas ye," kata Dona lagi.
Tata ikut-ikutan, "Tapi Kak Raymond kurang apa coba? Tajir iya, ganteng apalagi, ketua basket."
"Kurang ngotak kali," sahut Amara tak pakai mikir. Reflek aja gitu.
Ester langsung melotot, tak terima idolanya dibilang kurang berotak. "Dia pinter tahu. Ya ngga pinter-pinter banget sih, standar aja kalo pelajaran. Ngga pinter tapi keren gila mah sah aja. Mana lagi coba anak IPS yang auranya sekeren Kak Raymond ini?"
"Hhhh ...," Tata mendesah keras. "Eh, paling-paling Kak Alyn udah punya cowok kali. Lagian mana mungkin cewek secantik itu nganggur."
"Iya juga sih, bener-bener. Gue yakin dia udah punya cowok makannya dia nolak Kak Raymond," sahut Dona lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Compliantwin
Teen FictionHidup mereka yang sudah dinamis tapi bahagia, tiba-tiba harus terusik karena skandal hubungan orang lain. Ya sudah, mau tak mau hidupnya dinamis dengan cara yang berbeda. Bagaimana kalau dinamis itu, salah satunya adalah karena CINTA? Tapi semua ti...