26 | Hierarki Maslow Menentukan Eksistensi

54.3K 4.9K 1.3K
                                    


Sepanjang perjalanan melaju di tol Jagorawi beberapa kali Arius menatap gadis berpiyama yang masih setia memandang ke luar jendela. Sejak masuk ke mobil Aurora belum juga membuka suara. Sepertinya pikirannya sedang riuh kendati tubuh dan bibirnya bergeming.

"Lo ngga harus menuruti sakit hati lo. Kalau lo tetap mau menuruti sakit hati lo berarti sayang lo pamrih. Harapan yang ngga sesuai kenyataan emang suka bikin sakit. Tapi, itu pasti bikin lo makin hati-hati kedepannya nanti."

"Gue yang ngantuk kenapa lo yang ngelindur, Om?"

Aurora masih keras kepala.

***

Inkonsistensi adalah salah satu sifat yang banyak dimiliki manusia. Ada kalanya kemarin berkata ini, entah karena apa, hari ini berkata ini dan harus melakukan ini. What if you fall?

Adalah topik kegelisahan yang membuat Arlo banyak diam di sembilan mata pelajaran hari itu. Ada keterkaitan antara kegelisahan karena takut jatuh dalam harap dan keraguan yang menguar hebat untuk sekedar memulai.

Arlo sudah pernah merasa jatuh beberapa kali. Bahkan banyak waktunya yang dihabiskan dalam kubangan kejatuhan. Seperti masalah pribadinya dan kehidupan pertemanannya. Dan hidupnya perlahan mulai membaik belakangan ini.

Orang goblok pun tahu, kalau dia sudah menyia-nyiakan banyak kesempatan. Dan dia akan lebih goblok kalau konsistensi itu tetap dipertahankan.

Inkonsistensi terkadang diperlukan untuk trial and error.

Lalu bersama pertanyaan what if you fall segera meluncur pertanyaan what if you fly?

Aurora, lo ngga boleh kemana-mana. Lo cuma boleh sama gue.

*

"Nih Bos, gue bawain si cewek sombong. Lengkap udah. Buruan potong tumpengnya," Jendra sedikit berteriak dari depan pintu yang lalu membuat mata-mata yang ada di dalam ruangan tertoleh.

Ada sekitar tujuh orang di dalam basecamp Nusapacita dan satu orang yang paling dihindari Aurora saat ini dan nanti-nanti. Ada Arlo di sana. Berdiri memandangnya dari balik meja kecil yang di atasnya sudah ada tumpeng alih-alih kue tart.

Arlo memang tak terlalu suka yang manis-manis dan benci whipped cream. Atau mugkin dia antisipasi kalau pakai kue tart pasti akan berujung terlempar ke wajahnya atau terpeper ke sekujur badannya. Seperti tahun lalu. Dan tahun ini dia request kalau memang ada yang ingin memberinya selamat ulang tahun, mending pakai tumpeng. Kepedean emang. Ya biar dia bahagia akhirnya anak-anak Nusapacita memenuhi keinginan ketua gantengnya.

Dengan sedikit cengekeraman kuat, Aurora ditarik masuk oleh Jendra karena di belakang mereka beberapa anak lain sudah berdatangan ingin masuk juga. Aurora berdiri dengan tak nyaman. Beberapa pasang mata meliriknya dan urung menyapa karena suasana yang tiba-tiba hening.

"Ini pesta ulang tahun apa yasinan khusyu' amat," tukas Jendra lagi yang langsung disambut anak-anak dengan tawa pelan.

"Mau dinyanyiin selamat ulang tahun nggak, Ar?" Tanya Ibeth. Senior cewek paling iseng yang mengerjai Aurora diawal gabung Nusapacita dulu.

"Ngga usah. Langsung sikat aja," jawab Arlo.

"Oke Bos. Satu... dua... tiga... Selamat ulang tahun kami ucapkan...," Ibeth mulai menyanyi yang diiringi riuh anak lain sambil tepuk tangan dan ikut menyanyi. Persis anak TK. Heboh banget nyanyinya. Ada yang langsung ambil galon kosong dipukul-pukul. Ada yang goyang-goyang pantat. Ada yang coel-coel Arlo. Arlo misuh-misuh.

"... Selamat panjang umur. Kita 'kan doakan. Selamat sejahtera, sehat sentosa. Selamat panjang umur
dan bahagia!"

Hapal lho mereka.

CompliantwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang