14 | Tawa adalah Jalan Lapang Menuju Hati

46.1K 5.3K 950
                                    

Aurora dan Shafira menarik napas dan menghimpunnya dalam dada dengan tangan yang tergerak menghitung ... 1 ... 2 ...3 dan, duar ... duar ... duar, "KAK ALOOOO BANGUUUUUUUUUUUN!" teriak Shafira sambil menggedor pintu.

Lalu Aurora ikut-ikutan, "KAK ALOOOOOO ... BANGUUUUUUUUUN!"

Berulang-ulang mereka berdua teriak-teriak sampai dinding rasanya mau roboh. Hingga tiga menit ke depan baru ada pintu yang disentak lumayan keras, sang empunya kamar keluar dengan tampang sangar. Dua orang tersangka cuma cengar-cengir.

"Apasih berisik-berisik? Ini masih jam 7 dan gue masih ngantuk," desah Arlo kesal, "dan ini hari Minggu," tambahnya lagi.

Shafira menarik-narik ujung baju Arlo dan memasang wajah super imut nan memelasnya, "Kak Alo, mau main."

Arlo menyipit sejenak, "Main ke mana? Males ah."

Aurora menarik-narik baju Arlo dan memasang wajah super kampret dan memelasnya, "Kak Alo, mau main."

Bulu kuduk Arlo langsung berdiri semua begitu melihat kelakuan Aurora yang penuh tipu daya dan muslihat. "Kalian pada kenapa sih?" tanya Arlo sambil melepaskan tangan Aurora dan Shafira dari bajunya lalu berjalan ke arah dispenser dan mengambil air. Sambil minum Arlo melihat mereka berdua mengikutinya dengan mendongakkan kepala dan mata mengerjap-kerjap merayu menggoda. Arlo nyaris tersedak melihat kelakuan kedua perempuan beda generasi itu. Terlebih kelakuan Shafira yang sebelumnya tak pernah seberani ini merajuk padanya. Siapa lagi dalangnya yang menodai kelakuan suci Shafira kalau bukan si Aurora! Lihat saja dari mulai mimik wajah, gestur tubuh dan ekspresi sama persis.

"Nggak! Gue mau tidur," sahut Arlo tegas melihat mata yang berkedip-kedip semakin cepat. Lalu Arlo berderap ke kamar dan langsung dihadang oleh Shafira dan Aurora. Arlo langsung jantungan melihat mereka berdua memasang duck face sambil menggoyang-goyangkan bahunya dan mengentak-entakkan kedua kakinya.

Arlo yang stress mendadak langsung bilang, "Oke-oke kita main," dan berharap pertunjukan menggelikan di depannya segara hilang. Bayangkan saja, gimana ngga ngeri coba, biasanya dia lihat Aurora dengan ekspresi marahnya melebihi stok di pixabay tiba-tiba berlaku sok imut. Bulu kuduk Arlo saja masih merinding.

"Makasih Kak Alo," sahut Shafira dan Aurora riang, lalu Shafira menarik lengan Arlo sampai sedikit membungkuk dan mengecup pipinya. Lalu Shafira ngeloyor setelah berseru mau menyiapkan bekal meninggalkan Aurora yang salah tingkah karena dipandang Arlo penuh arti sambil menunjuk-nunjuk pipinya.

Hasilnya? Injakan di kaki kanan lalu pergi menyusul Shafira dan meninggalkan Arlo yang misuh-misuh.

*

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA," teriakan-teriakan membahana di udara memekakkan telinga. Di lihatnya oleh Arlo, Aurora dan Shafira menjadi bagian dari kenorakan penikmat halilintar yang penuh manusia ini. Liukan-liukan dengan kecepatan tinggi itu membuat orang-orang semakin menggila dengan teriakannya. Arlo sih santai saja, menopangkan kepalanya dengan sebelah tangan. Anginnya bikin ngantuk.

"Habis ini main apa lagi ya kita?" tanya Shafira kepada Aurora begitu selesai naik halilintar. Aurora tampak berpikir-pikir saat Arlo yang tadinya berjalan di belakangnya merangsek maju di tengah-tengah antara mereka.

"Ngga ada main lagi, pulang, gue ngantuk," sahut Arlo kontan seraya menarik tangan Aurora dan Shafira. Kedua perempuan itu tentu saja langsung diam. Tak bergerak. Sampai Arlo memandang mereka kesal.

Lagian enak aja pulang, baru juga main tornado tiga kali, hysteria dua kali, halilintar tiga kali, kora-kora dua kali, lainnya seperti kicir-kicir, ontang-anting masing-masing cuma sekali.

"Pulang aja duluan, kita masih mau di sini," sahut Aurora begitu tangannya terlepas dari Arlo. Dia pandang Arlo sambil menyedekapkan kedua tangan.

CompliantwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang