22 | Hati yang Merasa Genap

49K 4.7K 986
                                    

Semuanya jadi kerasa ngga bener dalam rentang waktu beberapa menit kebelakang. Diawali cara brengsek Arlo dengan pura-pura jadi bajingan, seperti tiba-tiba membawa Aurora ke depan Alyn dan memanggilnya princess, juga sikapnya Aurora yang kelewat tenang menghadapi semuanya. Rasanya ngga bener banget.

Should I say thank you? Udah gitu doang? C'mon man, kalau Aurora yang dikenal Arlo selama ini adalah dia yang moncongnya bakal maju duluan dan tangannya mengepal minta bonus tonjokan, dikasih dua kesempatan minta gratisan satu. Walaupun Aurora itu jagonya panahan sama berkuda, tapi bukan berarti ngga bisa nonjok.

Nada arogansi di awal Arlo juga seketika berubah begitu Aurora kelewat tenang, atau dingin, melihat fakta yang dipaparkan di depannya. Pun, sekali lagi, tidak seharusnya dia setenang itu mengingat selama beberapa minggu terhitung Arlo mulai menghindar sikap si Aurora seperti ular dikasih garam, kloget-kloget lucu. Gedubrukan ngga bisa tenang. Kemana-mana selalu gangguin Arlo demi seucap kata. Nyatanya Arlo harus tega dan berusaha keras buat ngga goyah. Percayalah, sejujurnya Aurora itu terlalu lucu dan menggemaskan untuk diabaikan. Tapi kudu begitu. Arlo lelah main-main. Udah sore, waktunya pulang.

Tapi tadi? Sampai wajah Arlo melas minta dia ngomong juga dia ngga ada ngomong. Gimana Arlo ngga berasa ketampar bolak-balik? Aurora dan anomalinya selalu bikin dia takjub. Untuk sekarang, merasa bersalah. Untuk sekarang, merasa jadi bajingan tak ada habisnya.

Sampai beberapa menit kemudian, di saat badan Aurora yang menjauh tak tertangkap mata Arlo yang belum berkedip itu menghilang, akhirnya fokusnya kembali. Arlo lantas balik kanan, tapi ngga bubar jalan, tapi memandang dua orang di depannya yang masih punya urusan dengannya. Satu orang lebih tepatnya, satu orang lagi mungkin bakal mewakili Aurora mengambil bonus tonjokan mengingat adik semata wayangnya sudah dengan sengaja dia permainkan.

"So, ngopi di mana kita?" Arlo bertanya pada Alyn.

Alyn menghadap Antariksa dan nampak menggumamkan sesuatu yang diberi anggukan oleh Antariksa. "Kita ke perpustakaan," jawab Alyn ke Arlo lalu mendahului beranjak.

Sekali lagi Arlo melihat ke arah tikungan terakhir tempat Aurora menghilang sebelum beranjak.

***

Alyn gugup sendiri. Antariksa masih diam. Arlo menunggu.

Akhirnya Alyn angkat bicara, "Bokap sama Shafira apa kabar Ar?"

Nice ice breaking. Arlo menatap Alyn, "Gitu aja. Semuanya jadi semakin baik setelah kamu pergi."

Alyn menggigit bibir dalamnya, tiba-tiba atmosfernya terasa sedikit membuat lelah karena asupan oksigen entah hilang kemana. Untungnya dia memprediksi ini dengan baik, jadi dengan memandang Antariksa dia bisa mendapat kekuatan. So, is he her oxygen? Alyn kembali fokus, "Kamu tahu kan Ar buat alasan apa aku pergi dulu?"

Iya, Arlo tahu. Tapi dia masih tak terima. "Karena kamu ngga cukup kuat buat nemenin aku pas jatuh."

"Nggak gitu!" Alyn sontak sedikit menyentak. Dinormalkannya napasnya dengan perlahan, "Ngga gitu Ar. Aku sakit, kamu sakit. Kalau kita maksain bareng itu bakal bikin semuanya jadi ngga bener. Aku... ngga tahan nanggung semua tempramental kamu sebagai rasa frustrasi karena keluarga kamu yang ngaco. Kamu tahu kan Ar, keluargaku juga sama ngaconya. Bahkan lebih parah. Kamu ngga nyangkal itu kan? Dan sikap terakhir kamu itu benar-benar mengecewakan."

Alyn mengambil jeda sebentar, "Apa ngga pernah terlintas di pikiran kamu, kalau kita sampai sekarang maksain sama-sama mungkin aja kita udah ngga hidup hari ini?"

CompliantwinWhere stories live. Discover now