BAB 7

17.5K 1.5K 21
                                    

Entah dikata seperti orang linglung atau bodoh, aku memutar tubuhku dan masuk lagi ke dalam lift. Aku berdiri di hadapan Shilla dan Yunda, mereka kan kerabat dekat Chacha, mereka pasti tahu sesuatu jika pergi ke rumah sakit berbarengan seperti ini.

Mereka juga kaget saat melihat seragamku, yaaa siapa yang tidak kaget melihat salah satu murid kelayaban di rumah sakit masih memakai seragam dan tangan dibalut perban cokelat.

"Kalian kerabat dekat Chacha kan?" Perkataanku membuat kedua cewek kakak kelasku itu melongo. "Chacha bagaimana keadaannya, Kak?"

"Lo siapa? Meski lo satu sekolah sama kita, gue nggak pernah melihat lo sama Chacha," kata Shilla, yang berambut panjang ikal kecokelatan.

"Lo tau Chacha kenapa? Tadi papanya ngasih kabar kalo Chacha ditemukan sama satpam sekolah di bawah tangga dengan muka penuh luka. Papanya juga dapat kabar dari Pak Pandu lewat hape Chacha."

"Ceritanya panjang, tapi aku nggak bisa ceritain, cuma Kak Chacha yang tau cerita sebenarnya."

"Chacha barusan siuman, dia di kamar Lavender nomer 110."

"Ada apa sih sebenarnya?? Ron, Rama, Reksa juga nggak ngasih respon. Harusnya mereka langsung tanggap dong, Chacha kan luka parah. Chacha kan udah bantuin mereka bikin proposal Pekan Raya itu sampe pulang sore terus!" dumel Shilla dengan nada lelah, aku menyadari sesuatu.

"Chacha selalu bersama Ron, Rama dan Reksa terus?" tanyaku

Shilla dan Yunda memberi tatapan kepo banget sih lo terhadapku. Yaa habis siapa yang tidak bingung aku bertanya seperti pak polisi yang sedang menyelidiki sebuah kasus.

Dan sepertinya kedua cewek ini tidak tahu-menahu kalau Ron dan Reksa bahkan Rama berada di bawah menerima perawatan luka-luka akibat mencoba melawan penculik.

Aku tersentak, dari tadi aku mengkhawatirkan orang-orang yang sebelumnya terlihat saja, bagaimana dengan Nino, Joe dan Bintang?

Nino, semoga dia tidak mengalami luka yang serius. Bagaimana jika dia tahu aku sudah nekat dan akhirnya menerima ganjaran luka memar di bahuku ini.

Usai menemui Chacha yang lukanya sudah diberikan perawatan bahkan ada yang harus dijahit kecil dan berkali-kali meminta saran pada kawannya bagaimana caranya agar kecantikannya nanti bisa kembali.

Aku mundur teratur,

**

Aku menemui mama. Dan, di sinilah aku berdiri, menunggu mamaku yang mengurusi administrasi rumah sakit. Aku bisa pulang tanpa perlu harus menginap.

Saat mama sudah menyelesaikan urusannya mengajak aku pulang, aku melihat Nino keluar dari lift. Cowok itu tampak mengurungkan niatnya untuk mendatangiku saat melihat mamaku.

"Ma, nanti aku menyusul, mama duluan saja. Aku mau pamit sama teman yang lain dulu."

"Ohh, gitu? Ya sudah, mereka kan sudah membantu kamu."

Mama pergi tanpa mengatakan apa pun lagi. Tatapanku beradu dengan Nino, wajahnya babak belur menandakan dia habis melalui perang adu jotos yang hebat, hatiku terasa nyeri membayangkan dirinya melawan Kevin.

Tapi masa melawan satu orang saja sampe separah itu? 6 lawan 1 gitu loh, dengan beberapa plesteran luka di pelipis, kening, pipinya, dan di sudut-sudut bibirnya yang merah keunguan.

Mata Nino melebar saat melihat perban yang membalut tangan kananku, aku menyembunyikan tanganku ke belakang menimbulkan rasa nyeri. Nino mendekatiku dengan langkah besar-besar.

"Maaf." Nino merengkuh diriku ke dalam pelukannya, dia memelukku erat sekali. "Maaf.... Maaf aku terlambat." Aku membalas memeluknya sambil mengelus lembut punggungnya, meski Nino baru menghadapi pertempuran berdarah dia masih memiliki wangi yang segar maskulin. "Maaf, aku tolol banget."

EntangledΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα