BAB 18

14.1K 1.2K 61
                                    

Langit sudah semakin gelap, suasana semakin menyeramkan. Cahaya yang ada berasal dari lampu minyak yang bergantungan di sekitar tenda. Di dalam tenda pun cuman ada 1 lampu minyak sebagai penerang aktivitas kami di dalam, tidak mungkin kan melakukannya dalam kondisi gelap gulita.

Saat ini aku sedang bertugas menjaga tenda, Chacha-Shilla-Yunda sibuk mengurus acara nanti malam, Sandra pergi keluar untuk bertemu Joe, dan Hana bertemu Bintang. Aku mengganti sweater hijauku dengan kaus hitam dibalut jaket, sepertinya untuk melawan dinginnya nanti malam lebih hangat dengan dobel begini.

Aku tersentak saat sebuah bayangan besar lewat di depan tenda kami, siapa tuh? Apa dia mengintip aku saat berganti baju tadi? Bayangan itu tidak pergi, kini berdiri di sebelah tenda.

Aku menyibakkan pintu tenda, di sisi sebelah kiri Nino sudah menoleh lalu menyeringai. Bisa-bisanya dia muncul dalam suasana menyeramkan begini lalu tersenyum lebar tanpa dosa. Cowok ini benar-benar tak merasa berdosa muncul dengan wajah kelewat ceria. Padahal sejak siang tadi dia tidak menggubrisku sama sekali. Nino sudah rapi dan wangi dengan pakaian serba hitam.

"Kamu, ngapain berdiri dekat tenda cewek? Nggak sopan tau!" semprotku kesal, tapi sepertinya kekesalanku disebabkan karena hal lain. Bisa saja aku cari-cari alasan.

"Aku bersumpah nggak melihat apa pun kok. Ya, tadinya aku mau menemui kamu di dalam, tapi takutnya kamu lagi ngapaiiiin gitu, ehem." Nino berdeham salah tingkah. Wajahnya terlihat aneh.

Aku berdiri dan berhadapan dengannya. "Kamu udah melihat apa? Lihat apaaa?" cecarku siap mengamukinya.

"Sumpah aku nggak melihat apa pun kok, makanya aku nunggu kamu keluar." jawabnya penuh pembelaan dengan wajah kikuk dan malu. "Untung kamu segera keluar."

Nino mengulang-ulang kata 'apa pun' tadi membuat aku ingin tertawa lebar, tapi seram banget pasti.

"Yaaaa, abis dari dalam kayak lagi dimata-matain seseorang. Ternyata kamu, ngapain kamu di sini?" Semoga saja pertanyaanku tidak terdengar seperti memancing, pertanyaan yang biasa digunakan oleh cewek lain untuk memastikan dugaannya.

"Jadi begini reaksi kamu, nggak kangen sama aku setelah nggak ketemu 5 jam?" katanya dengan nada lebay.

"Kamu sibuk sendiri sampai lupa gitu, ya udah, lanjutin aja," balasku dengan nada ngambek.

"Sekarang udah nggak sibuk lagi." Nino memandangku. "Aku temanin kamu malam ini deh, buat gantiin waktu yang tadi. Tadi sore Rama menyuruh aku bantuin dia buat cari kayu, tapi sampe di dekat hutan, kita malah belok ke sungai main air."

Eh?? Apa dia serius akan ucapannya? Aku sedikit lega ternyata dia menghilang karena membantu cowok OSIS, aku kira dia sedang bersama cewek lain. Arghh, kenapa aku mendadak jadi posesif dan cemburuan, bukan aku sama sekali.

"Beneran?"

Nino mengangguk pelan.

"Emang siapa yang minta malam ini buat ditemani?" Berkat ucapan ketusku Nino menganga, dia mengangsurkan tangan kanannya dan menyentil keningku. Aku meringis karena sentilannya lumayan keras.

"Nggak perlu diminta aku juga pasti akan melakukannya, karena Sandra udah pasti sama Joe, dan Hana sama Bintang. Kamu mau sendirian atau gabung ke geng OSIS?"

"Iya dehm iya," selaku cepat. Gabung ke geng OSIS sebenarnya tidak buruk, cuma mereka lebih dewasa dariku, aku tidak terlalu cocok mengobrol dengan Chacha-Shilla-Yunda, yang gaul dan cewek banget.

Apakah ada manusia di SMA ini yang nyambung sama ucapan dengan topik membosankan ala diriku? Manusia itu Sandra dan Hana, tapi sepertinya malam ini mereka tidak bisa diganggu, entah apa yang mereka sibukkan.

EntangledWhere stories live. Discover now