BAB 21

13.7K 1.2K 48
                                    

Braaak...

Tiba-tiba kelas menjadi sunyi dan senyap. Aku pura-pura fokus dengan kertas yang masih di genggamanku saat ini. Semua murid mendadak takut mengindari tatapan Nino di depan.

"Jualan nasi kuning aja, No!" Missel mengangkat tangannya.

Nino mengernyitkan dahi, entah mau marah atau merasa lega ada yang menyahut dengan normal. Mungkin sedang mencerna ide itu.

"Es Campur!"

"Takoyaki!"

"Cireng, Cimol!!"

"Pizza Mini!"

"Bunga!"

"Aksesoris!"

Kelas menjadi riuh dengan nama-nama barang dagangan.

"Powerbank!"

"Buku!"

"Oke, siapa yang setuju makanan?" tanya Nino lalu mengamati anak-anak yang mengangkat tangan dan menghitungnya. Lumayan banyak.

"Siapa yang setuju barang?"

Tidak terlalu banyak.

"Karena banyak yang memilih kita menjual makanan, jadi kita putuskan mau jenis makanan apa?"

"Jualan kue-kue basah mau? Di dekat rumah gue ada pabrik kue, kita bisa beli borongan. Gimana mau nggak?" Usul Litha diangguki oleh murid lainnya.

"Setuju aja, tuh."

"Boleh juga."

"Oke, jadi pada setuju, kan?" tanya Nino.

"Iyaaa, Bossss!"

Nino menggeleng sambil menghela napas. "Oke, jadi kesimpulan rapat hari ini anak kelas 10-5 ingin membuat bazar kue-kue basah maupun kering?"

"Yup!"

Yaaah, apa sih yang mau diharapkan dari anak kelas 10-5 ini? Mereka kan pemalas dan kebluk luar biasa, jadi mencari cara yang lebih mudah. Tentu berbeda dari anak 10-1 yang aku dengar akan berjualan pernak-pernik hasil buatan mereka sendiri. Tapi aku bersyukur, acara ini akan sangat menyibukkan diriku, jadi tidak terlalu membuat aku semakin pusing memikirkan kelas.

"Oh, ya!" Suara Nino yang tiba-tiba menarik perhatian lagi. "Soal lomba kebersihan kelas, kita mau mengangkat tema seperti apa?"

Tunggu dulu, mengenai lomba kebersihan kelas bagaimana? Nino seakan mengingat betul agenda itu.

Sandra mengacungkan tangan sambil tersenyum ceria. "Ruang dalam kelas akan dicat warna hijau stabilo lalu di gambari oleh bunga-bungaan, kupu-kupu dan kumbang. Kalau perlu ada matahari, awan dan rumah."

Nino melongo beberapa saat, tapi Sandra menerima tatapan kagum dari berbagai penjuru kelas.

"Biar semangat tuh! Jadi nostalgia masa sekolah dasar dulu."

"Permainan warna emang bagus untuk otak, tapi kita sudah besar loh. San, kayak kelas anak TK aja sih," cetus Nino, "Cari tema yang lebih natural lagi."

Sandra mendesah panjang, beberapa murid lainnya nampak berpikir. Aku menyenggol lengan Sandra, dia menoleh dengan muka cemberut.

"Gue menyerahkan kebersihan kelas ini sama kalian loh, gue dituntut netral, bahkan gue nggak boleh bantuin kalian. Di hari H tugas gue membersihkan pekarangan belakang."

"Iya deh, yang anak OSIS beda. Ih, parah." Sandra menepuk jidatnya panik. "Nino juga sibuk di OSIS kan, tega banget menyerahkan tugas sepenting ini bersama anak kelas 10-5."

EntangledWhere stories live. Discover now