BAB 12

13.6K 1.2K 28
                                    

When I stopped thinking of love, i found it. Every moment i spent with you is like beautiful dream come true.

If I could give you one thing in life, i would give you the ability to see yourself through my eyes, only then would you realize how mess you are after we talked last time.

Missing someone is a part loving them. Don't leave me alone...

"Ehem ... ehem.... Eh apaan tuh, Tha???" Suara cempreng seorang cowok membuatku tersadar.

Gilaaa! Apa yang baru saja aku lakukan? Aku menatap buku tulis Biologi yang sudah tertulis kalimat romantis memalukan, aku segera menutup buku tulisku di meja. Kalah cepat Joe sudah berhasil merampas buku tulisku dan aku hanya menggigit bibir pasrah. Di sebelah cowok bertubuh mungil nan kurus itu Sandra sedang menatapku dengan mulut terkatup rapat.

Mata Joe melebar saat membaca deretan kalimat tersebut seketika mood-ku semakin memburuk, tidak kusangka Sandra ikutan membaca. Aku mendecak kesal.

Kenapa mereka sekarang menjailiku setelah beberapa hari ini marah dan cuek, karena aku masuk dalam organisasi yang mereka musuhi itu, bahkan mereka menganggap aku pengkhianat.

Joe dan Sandra kompak mengerling centil. Aneh, sekarang mereka bisa selow banget menggodaku setelah apa yang terjadi?

"Tha, ternyata lo romantis banget. Gila, kalimat sekeren ini bisa keluar dari hati lo!" seru Joe sambil tertawa geli, di sisinya Sandra melakukan hal yang sama -tertawa geli-.

Apanya yang lucu coba? Aku pasang wajah sangar dan dingin agar mereka berhenti menggoda, setidaknya berhenti tertawa kaya orang kehabisan obat begitu.

"When I stopped thinking of love, i found it. Every moment i spent with you is like beautiful dream come true," Sandra mengulang.

Benar-benar mengulang kalimat buatanku itu dengan aksen Amerika yang fasih dan keren. Dia memiliki kemampuan apa sih bisa menghapal dalam sekali baca begitu. Aku mendecak kesal di kursiku, bahkan sandaran dengan tangan terlipat di depan dada.

"If I could give you one thing in life, i would give you the ability to see yourself through my eyes, only then would you realize how mess you are after we talked last time." Joe melanjutkan sambil membaca bukuku.

Suaranya terdengar seperti memerankan drama musikal romantis. Catatan saja tidak ada dialog macam ini di drama manapun. Kemudian Sandra menimpali dengan gaya melingkari leher Joe dangan kedua tangannya.

Gila....

Aksi seperti ini diperagakan di kelas dalam jam istirahat pula. Kedua anak ini benar-benar deh. Aku melotot sambil berusaha menelan ludah sekuat tenaga. Aku speechless. Mungkin Sandra terlalu lama tinggal di California. Bulu kudukku mendadak meremang.

"Missing someone is a part loving them. Don't leave me alone." Sandra dan Joe mengatakan kalimat itu secara berbarengan seperti berakhirnya drama menjijikan yang tidak kalah noraknya dengan sinetron masa kini.

Kalimat itu aku yang membuatnya, jadi aku yang norak dan menjijikan. Kalimat itu curahan hatiku sebegitu indahnya dan romantis, tapi menjijikan juga jika diperagakan langsung apalagi oleh dua manusia ini.

Aku berusaha merebut buku tulisku dari tangan Joe, dia tertawa geli. Ingin rasanya aku membuang dia ke kolam ikan piranha bersama Sandra pastinya. Adegan ala mereka membuat beberapa murid cekikikan sambil nunjuk-nunjuk, bahkan ada yang mengangguk-angguk terpesona.

Aku membuang muka ke arah lain, saat itu aku ingin dunia berhenti selamanya, Nino berdiri di dekat pintu melihat ke arahku mengangkat sedikit ujung bibirnya. Sejak kapan dia ada di situ? Mati aku. Aku duduk sambil berusaha menghindari Nino, di depanku Joe dan Sandra masih tertawa sambil saling tost dengan tinjuan tangan ringan.

Nino mendengarkan semuanya sejak awal kah? Semenjak Joe dan Sandra datang dan merampas buku curhatanku? Sigh. Kalimatku kan depresi banget, tapi jika orang lain yang mendengarnya rada romantis. Aku juga terbuai alam bawah sadarku untuk menulis kalimat-kalimat tadi. Katanya orang yang sedang patah hati lebih romantis dari yang semestinya. Jadi yang barusan itu kalimat teromantis versi diriku. Hiyyy. Aku romantis? Itu fenomena langka.

"Nantha, lo galau ya? Bilang sama gue siapa yang udah bikin anak semanis lo jadi sesedih ini? Bilang, Tha. Bilaaaaang!" Joe memekik heboh.

Tidak, drama tadi berkelanjutan dan aku dilibatkan dalamnya. Joe rese banget!! Joe memandangku dengan ekspresi dibuat-buat nanar, kemudian dia mengusap wajahnya.

"Kalian ngapain sih?" Suara dinginku menyahut ala cewek-cewek jahat tak memiliki perasaan.

Sandra tertawa lebar hingga memegang perutnya. "Udah, Joe, lo menggelikan banget. Sori ya Tha, sepertinya Joe lagi butuh hiburan."

Ya, jadi menurutmu aku bisa menjadi hiburan untuk dirinya?

Joe tersenyum jail sambil memainkan alisnya. "Sori, Tha, abis gue udah menahan dari lama untuk nggak menggoda lo."

"Terserah kalian deh." Aku meniup rambut depanku mengembuskan napas. Jika aku memiliki poni pasti akan terlihat sangat cute, adegan cewek yang kesal sambil meniup poni depannya.

Sandra menerobos masuk ke kursinya tanpa izin, setidaknya aku bisa memberi jalan agar dia bisa masuk tanpa bersempit ria dan menyodorkan bokong seksinya padaku. Untung dia kecil. Kalau bongsor seperti Yunda atau Chacha, aku akan kejepit di antara tubuhnya dan kursi. Joe menyaksikan adegan itu sambil tertawa bengis. Ada apa sih kedua anak ini? Aneh banget.

"Gue ke kelas duluan ya, bye San, bye Tha." Saat Joe berbalik badan, Nino sedang berjalan menuju kursinya. "Hai, Bro." Joe melambai ringan.

Nino mengangguk kecil ogah-ogahan. Setelah Joe pergi, aku menoleh ke arah Sandra yang bermain ponsel.

"Kenapa? Merasa ada yang aneh?" celetuk Sandra seperti candaan ringan.

"Aneh. Tapi kalian emang selalu aneh sih," kataku. "Jadi, ya udahlah."

"Nino udah cerita kok soal OSIS dan kegiatan gelapnya itu. Dia juga gabung ke OSIS biar ikut serta dalam bagiannya. Sori, kalo gue kemarin kasar banget, gue emosi. Bokap gue emang yang bikin keputusan nggak ada LDKS, demi keselamatan para murid." Sandra menatapku teduh lalu menepuk ringan bahuku.

"Jadi lo udah nggak marah?" Aku lega dan senang.

Sandra menggeleng. "Waktu itu gue marah sama diri gue sendiri. Kenapa gue yang mesti atur hidup lo, makanya gue tengsin banget."

"Oke. Gue lega kesalahpahaman ini selesai." Senyumku.

Sandra mengernyitkan dahi. "Selesai? Kesalahpahaman antara lo sama sebelah kiri lo gimana?"

Aku gelagapan. "Emang kami ada salah paham apa?"

"Lo kangen dia tau. Curhatan lo aja mampu membuat gue bergetar. Gue nggak begitu tau perkembangan hubungan kalian bagaimana, tapi dia berubah banyak semenjak ada lo."

"Ah, cuma tulisan kosong kok. Berubah gimana?" Semoga nada suaraku tidak terdengar penasaran banget.

"Tulisan kosong kok pake hati. Udahlah untuk ini urusan kalian, harusnya lo yang peka, Tha."

Dari ekor mata, aku berusaha melirik Nino. Dia tiduran di meja menatap ke arah lain, kedua tangannya digunakan sebagai bantalan kepalanya.

Only then would you realize how mess you are after we talked last time.

Tiba-tiba aku teringat kalimat itu.

**

Aku tiba di rumah pukul 5 sore. Saat baru memasuki teras rumah, sebuah map cokelat besar tergeletak di sana. Aku celingukan melihat sekitar. Aku mengambil map coklat tersebut dan membukanya, tanganku merogoh isi map. Beberapa lembar kertas tipis terasa di tanganku, saat aku menariknya keluar dan membaca judul kertas itu yang tercetak besar-besar, aku lagi-lagi tersentak.

Nggak mungkin....

EntangledWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu