BAB 39

10.5K 1.1K 71
                                    

Aku berhasil mengikuti mobil BMW hitam milik Ray memasuki sebuah area komplek perumahan dan mobil baru berhenti di sebuah rumah yang cukup besar.
Sudah setengah jam aku cuma memandangi rumah itu dengan perasaan campur aduk, gelisah, takut dan kesal.

Kenapa dalam suasana mendesak begini aku masih pengecut saja sih. Kali ini yang akan kuhadapi itu Ray, dia jelas-jelas memiliki jiwa pembunuh dan suka menyakiti orang lain, entah apa yang dia lakukan terhadap Yunda di dalam membuat sekujur tubuhku ngilu.

Semoga kamu baik-baik saja di dalam, Kak.

Komplek perumahan ini sangat sepi, yaaa di mana-mana perumahan elite memang sepi karena pemilik rumahnya sedang sibuk berbisnis. Di jalanan bagai tidak ada orang sama sekali. Oke, meski saat ini konsekuensinya aku harus mempertaruhkan nyawaku, aku akan siap karena semuanya adalah salahku, tidak seharusnya Yunda menerima ganjaran seperti ini.

Semuanya sudah pernah mempertaruhkan nyawanya, kini giliran aku. Sejuta pertanyaan yang timbul kenapa Ray melakukan ini akan kupertanyakan nanti saat berhadapan dengannya. Dia yang sudah mengubah saudaraku menjadi monster.

Aku masuk melewati pagar yang tidak terkunci, sampai di pintu samping rumah tersebut. Belum sempat aku pegang kenop pintunya, pintu itu terbuka dengan Ray berdiri di sana tersenyum lebar, sorot matanya liar sangat menggoda. Dia nampak bahagia sekali melihatku, tapi dengan definisi yang berbeda, dia sih gila.

Aku masih ingin menyebutnya sebagai cowok ganteng, tapi senyumnya yang mengerikan dan tatapan matanya itu membuat aku ketakutan setengah mati.

Nantha, he's a psychopath!

**

Aku melangkah mundur. Namun terlambat, Ray menarik tubuhku sekuat tenaganya agar aku masuk ke dalam lewat pintu itu, dia memiting leherku dengan tangan kanannya sementara mulutku dibekap dengan telapak tangan. Tangannya yang lain memeluk pinggangku kuat-kuat agar aku tidak bisa memberontak. Aku menjerit-jerit berusaha melepaskan diri, tapi Ray terlalu kuat untuk dilawan.

"Selamat datang, Sayangku, muach," bisiknya dengan suara semanis mungkin.

Aku memandangnya dengan sorot mata marah penuh kilatan api. Brengsek.

Ray kesal karena usahaku untuk melepaskan diri semakin besar, dia menyeret tubuhku melewati sebuah pintu kecil di bawah tangga besar kemudian lorong panjang yang gelap menyambutku. Ternyata kami menuju sebuah ruangan bawah tanah.

Setelah susah payah dia membuka kunci pintunya. Dia melemparkan tubuh kecilku ke dalam, aku jatuh tersungkur dengan sikut tangan terbentur ubin. Aku memutar kepala memandang sekitar ruangan yang bernuansa putih dan cream ini.

Mataku melebar saat melihat Yunda di salah satu kursi sudah terikat, mulutnya dilakban hitam, dia menangis sesenggukan saat melihat diriku. Dia mengatakan sesuatu sambil mengendikkan kepala ke arah pintu. Suara pintu terbanting keras disusul suara kunci langsung membuat aku menggeleng putus asa ke arah Yunda.

Dia menangis semakin keras karena bahunya terguncang hebat. Diam-diam aku mendekati Yunda meski aku tidak tau apa yang Ray sedang lakukan di belakangku. Saat jemari tanganku berusaha menggapai kaki kursi tempat Yunda berada, jemariku diinjak oleh Ray. Aku menjerit kesakitan, dia sudah tertawa senang, dan semakin menekan sepatu kets-nya di jemariku.

"Ray!! Sakit!!!!!" seruku kesakitan.

Ray mengangkat sepatunya dari jemariku, kelima jariku sudah merah-merah dengan noda tanah. "Makanya Sayang, jangan coba-coba menolong dia. Kalo kamu sayang aku harusnya kamu bantu aku dong sayang!" Ray membantuku berdiri, mata Yunda melebar karena kaget.

Aku juga akan sama kagetnya dengan Yunda, merasa cowok ini naksir sama kita tapi ternyata dia cuma memanfaatkan kita. Menyesakkan.

Aku menepis tangan Ray dan menjauhi dirinya. "Kamu mau apa, Ray?"

EntangledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang