BAB 6

18.3K 1.5K 45
                                    

Aku tidak bisa melihat apa pun bukan karena gelap. Aku bahkan tidak bisa membuka mataku yang ditutup dengan kain bau apek. Aku tidak bisa membuka ikatan di mataku untuk sekedar menggerakkan kedua tanganku yang terikat ke belakang punggung pun susah. Bahu kananku sakit. Akibat pukulan sosok misterius itu.

Aku teringat kejadian terakhir tadi, seseorang dengan topeng hulk hijau menyerangku dengan balok kayu besar.

Guncangan polisi tidur membuatku sadar aku masih berada di mobil. Kalau sedang berada di mobil jeep tadi. Di mana perempuan misterius itu? Di mana Reksa, Chacha dan Ron?

"Bos, ini cewek udah bangun barusan. Ada yang mengikuti kita, Bos. Gawat nih!!" Suara berat dan serak pria dewasa terdengar dari depanku. "Iya, Bos, mereka naik motor mengikuti kita dari sekolah tadi."

"Oke, oke."

"Kalian siapa??? Mana anak sekolah gue yang lain?" tanyaku takut-takut.

Aku merasakan mobil tersebut menambah kecepatan, ah, tubuhku terguncang hebat. Aku gemetaran pernah merasakan suasana ini, mobil melaju dengan cepat.

Tidaaaaak!!!

Jangan!!!!!!!!!

Berhenti!!!!!

"Berhenti!! Jangan!!! Jangan!!"

"Berisik. Diam!!!"

Sesuatu yang bau menyengat tercium di hidungku, aku pingsan lagi terkena obat bius.

**

Aku berhasil membuka mata lagi, kali ini terang benderang. Tidak ada ikatan mata, tidak ada ikatan di tanganku. Aku bangun dari posisi tidurku, karena terlalu banyak bergerak bahuku terasa sakit nyeri sekali seperti habis ditiban ribuan kilo batu bara.

Uh, aku ada di rumah sakit? Aku mencium wangi karbol khas rumah sakit. Mataku melebar melihat pemandangan lewat kaca rumah sakit di sisi kananku, aku masih berada di Jakarta. Leganya. Aku pikir aku sudah sampai Hongkong untuk dijual alias korban perdagangan manusia. Tapi kenapa aku bisa ada di sini?

"Kamu udah sadar?" tanya seorang cewek berseragam sama denganku. Tangan kanannya memegang ponsel. Sebelum aku menyahut dia langsung mencari bel memanggil suster atau dokter yang menjaga atau menangangiku tadi.

"Kamu siapa?" Akhirnya aku bisa mengatakan itu, aku mengelus bahuku yang masih sakit. "Chacha? Kamu bawa Chacha ke rumah sakit juga, kan?"

Cewek itu mengernyitkan dahi heran. "Kak Chacha? Kamu kan tadi sendirian. Aku sama temanku melihat kamu digotong sama seseorang ke mobil. Kita berhasil menguntit kamu, sewaktu kita berhasil menemukan kamu, kamu tergeletak dalam keadaan pingsan di daerah yang sepi."

Aku tidak tahu apa pun. Aku kan tadi pingsan karena dibius lagi sama si penculik. Dia menyodorkan segelas air putih dan membantuku untuk meminumnya. Aku belum bisa menjalankan akal sehatku untuk memahami apa yang tadi terjadi padaku.

"Terus kamu bawa aku ke rumah sakit?"

"Iya, saat itu kebetulan ada taksi yang lewat. Pacarku langsung pergi setelah bertelepon sama Sandra, nanti dia bakal ke sini. Kamu sekelas sama dia, kan?"

Aha, Sandra. Aku mengangguk lemah, "Iya. Makasih ya," kataku padahal belum memahami sepenuhnya. "Aku Nantha."

"Aku Hana." Cewek itu tersenyum.

Seorang dokter berjas putih ditemani suster datang ke ruangan IGD ini. Hana membiarkan para ahli itu memeriksa keadaanku.

"Syukurlah, Dik Nantha, sudah sadar. Ada keluhan apa? Ada yang dirasa sakit?" tanya dokter muda yang bernama Marina. "Kalau sampai pingsan takut ada yang membahayakan."

EntangledWhere stories live. Discover now