23. Bagaimana?

35.7K 3.1K 26
                                    

Lebih dari sekedar suka.

• • •

"Kenapa tadi Kakak bisa tiba-tiba ada di sana?"

Nael berdecak. "Siapa suruh nggak baca chat dari gue."

Buru-buru Naya meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja. Dilihatnya banyak notif masuk. Ada chat dari Nael juga di antaranya.

Di parkiran SMA Bangsa yang sudah mulai menyepi, Nael duduk di atas motornya sembari memainkan kunci. Sesaat Nael mengeluarkan ponselnya. Membuka ruang obrolannya dengan Naya.

Dnaelandra: Lo di mana? Gw tunggu di parkiran.

Setelah menyentuh send, Nael mengantungi kembali benda canggih itu. Sekitar lima belas menit berlalu. Nael mengeluarkan lagi ponselnya.

Dnaelandra: Masih lama? Gw bakal tetep nunggu lo.

"Ada apa, sih, di lapangan? Gue lewat, kayaknya heboh gitu."

Selagi memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celananya, Nael diam-diam mendengarkan obrolan dua perempuan yang berjalan beriringan, memasuki area parkir. Menghampiri sebuah motor matic.

"Oh, itu. Ada cewek, nembus. Tapi dia nggak sadar. Tetep aja gitu jalan kayak biasa."

"Seriusan?"

"Iya. Malu banget, kan? Mana lagi tumbenan ini sekolah jam sigini masih rame. Jadinya ditontonin banyak orang tuh dia."

"Kasian, deh. Siapa sih? Jadi kepo gue."

Perempuan yang memakai jaket levis itu menggedikkan bahu. "Nggak kenal gue. Liat aja baru sekarang."

"Orangnya kayak gimana?"

"Cupu gitu. Pake kacamata. Rambutnya panjang dikuncir ke balakang."

"Yang suka pulang bareng Kak Nael, bukan?"

"Eh, iya. Gue pernah liat dia dibonceng Kak Nael."

"Beneran dia?"

"Iya. Kelas 10."

"Dia cantik anjir pas dateng ke malam puncak kemarin."

Brakk!

Alih-alih ingin menyadarkan dua orang yang sedang bersahut-sahutan itu akan keberadaannya, Nael sengaja menjatuhkan sebuah helm yang ada di dekatnya. Lalu saat mereka menoleh, Nael juga sengaja memberi tatapan menusuk pada keduanya.

Seraya mengambil helm yang dijatuhkannya barusan, Nael mengetus, "Kalau mau gosipin orang, jangan di depan pacarnya."

Untung mereka perempuan, kalau tidak, sudah habis dibikin babak belur oleh Nael. Setelah itu Nael bergegas mengabaikan mereka, berlari ke sumber keramaian. Tanpa ragu mendekati seseorang yang sedang menjadi pusat perhatian.

"Makasih banyak, ya, Kak." Di antara banyak kalimat yang berkecamuk di kepalanya, hanya kalimat itu yang lolos dari kerongkongan Naya.

"Ehm," Nael berdeham. "Lo besok masuk, kan?"

Untuk pertanyaan Nael kali ini, Naya menggeleng lesu. "Nggak tau. Aku malu, Kak. Mau ditaruh mana muka aku kalau aku besok ke sekolah."

"Ya ditaruh situlah. Di mana lagi? Kalau hati lo, baru boleh di taruh di hati gue."

Lagi-lagi Naya berdecih dengan lirikan kesal akan apa yang barusan keluar dari mulut Nael. "Ba―"

"Basi banget tau, Kak," potong Nael seraya menyunggingkan senyum. Seolah hatam betul apa yang ingin Naya katakan selanjutnya. Membuat Naya tidak jadi melanjutkan ucapannya. "Lo pasti mau ngomong itu, kan?" tebaknya kemudian.

Lost MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang