31. Sebuah Janji

21.2K 1.8K 43
                                    

Kalau misalnya kamu jatuh cinta pada dua orang dalam satu waktu, kamu pilih yang mana? Orang pertama yang kamu cintai, atau yang kedua?

• • •

"Kalau gitu apa yang salah dari hubungan kalian berdua? Kenapa juga lo mesti merasa berkhianat dari Renaya? Toh, perasaan lo tulus," pendapat Nata.

Nata tidak tahu, kalau sesungguhnya yang Nael rasakan tidak semudah yang dikatakan olehnya barusan. Tidak. Tidak semudah itu bagi Nael. Terlebih ini menyangkut perasaan seseorang yang ia sayangi.

"Justru perasaan itu yang bikin gue merasa bersalah, Nat. Karena mau bagaimana pun juga, gue nggak bisa sama Naya di saat sampai sekarang gue masih menyimpan perasaan ke Renaya. Kalau gue punya perasaan itu ke Naya, sama aja gue udah mengkhianati Renaya." Menyadari intonasi suaranya yang meninggi, Nael segera mengatur emosinya. "Lo paham kan maksud gue?" tanyanya dengan suara lebih pelan dan sorot mata yang nampak jelas membutuhkan pengertian orang lain akan apa yang dirasakannya.

"Tapi lo mesti inget satu hal, El. Mau bagaimanapun juga, Renaya udah meninggal. Lo nggak bisa seperti ini. Ini nggak adil buat Naya." Meskipun terdengar tenang dalam pengucapannya, terus terang saja yang Nata rasakan malah sebaliknya.

Baik Nael maupun Nata, saat ini pikiran mereka benar-benar bercabang. Membuat hati mereka masing-masing tidak tahu ke mana harus mengambil langkah.

Di satu hal, Nata yang sudah tahu seberapa jauh perasaan Naya terhadap Nael, tidak ingin gadis itu tersakiti ketika nantinya ia tahu pasal apa yang Nael pikirkan tentang segala keraguannya. Mengetahui Naya bukanlah tipe perempuan pada umumnya, Naya tidak mudah menyukai seseorang, jatuh hati pada seseorang―pun pada dirinya, membuat Nata mampu membayangkan sesakit apa yang gadis itu rasakan, kalau Nael sampai mematahkan hatinya.

Akan tetapi di hal lain, kalau pun itu semua tidak terjadi, Nael akan tetap bersama Naya. Nata bisa pastikan ia akan menjadi satu-satunya orang yang paling sakit dalam hal ini.

"Mau Renaya udah masih hidup ataupun udah nggak ada, tapi perasaan gue nggak pernah berubah buat dia. Jadi gue nggak mungkin jatuh cinta pada seseorang, di saat gue masih mencintai orang lain, Nat." Cowok bermata cokelat terang itu sungguh tidak tahu bagaimana caranya jatuh cinta pada seseorang, tanpa perlu takut melukai hati yang lain.

🌺

Maaf, nomor yang anda tuju tidak menjawab.

Dengan gerakan lambat, Naya menjauhkan ponselnya dari daun telinganya. Dipandanginya layar berukuran sekitar 5inch itu lamat-lamat yang menampilkan sebuah kontak bernama 'Kak Nael'. Entah ini hanya perasaannya saja atau bukan, Naya merasa Nael seperti sedang menghindarinya. Buktinya, berulang kali Naya melakukan panggilan telepon ke nomor Nael, namun berulang kali pula Naya hanya mendapat sahutan dari operator. Lebih dari itu, tidak ada satu pun chat dari Naya yang dibaca oleh Nael, apalagi dibalas.

Sejenak Naya menarik napasnya panjang-panjang, lalu menghelanya secara perlahan. Berharap rasa sesaknya dapat diminimalisir bersamaan dengan helaan napasnya. Oke, sekali lagi. Ini yang terakhir. Jika masih tidak diangkat juga, Naya putuskan ia akan menyerah. Setelah terjadinya perdebatan sengit antara otak dan hatinya, Naya memanggil ulang nomor Nael.

Dalam satu jentikan jari, dua ujung bibir Naya terangkat, ketika akhirnya seseorang di seberang sana mengangkat panggilan darinya.

"Halo, Kak Nael?"

"Ini gue."

Secepat Naya tersenyum, secepat itu juga senyum itu memudar. "Kok, ponsel Kak Nael bisa sama lo, Nat?"

"Nael lagi tidur. Mau gue bangunin?"

"Eh, nggak usah!" sergah Naya, buru-buru. "Yauda, ntar gue telepon lagi aja, deh. Bye, Nat."

Tanpa berminat untuk memperpanjang percakapan, Naya langsung menyudahi panggilan tersebut. Sebisa mungkin, Naya berusaha untuk mengerti. Mengerti, mungkin saja Nael membutuhkan banyak istirahat, sehingga tidak sempat memegang ponsel. Kebetulan juga ia sedang di kedai, jadi selepas mengantungi ponselnya, Naya segera menyibukkan diri dengan membantu pelayan-pelayan melayani para pelanggan.

🌺

Di waktu yang sama di tempat yang berbeda, setelah sambungan teleponnya dengan Naya terputus, tangan Nata terjulur menyerahkan kembali benda pipih itu pada Nael yang sejak awal memerhatikannya selama bertelepon dengan Naya. Jangan salahkan Nata, Nata hanya menuruti apa yang Nael minta. Cowok bermata cokelat terang itu memang sengaja meminta Nata untuk mengangkat panggilan dari Naya.

"Gue harap lo nggak menyakiti dia lagi dengan cara seperti ini maupun yang lebih dari ini," ucap Nata.

Nael menarik napasnya sejenak yang begitu berat di dada. Cukup dengan mendengar apa yang Nata katakan saja, Nael dapat menyimpulkan, lagi-lagi Nata menyalahkannya. "Lo bicara begitu karena lo bukan gue, Nat," tandasnya dengan intonasi yang diatur sedemikian rupa agar tidak terbawa emosi. "Gue udah berusaha semampu gue untuk menanamkan sugesti dalam diri gue sendiri, ketika gue jatuh cinta dengan orang lain selain Renaya, gue nggak merasa lagi berkhianat. Tapi nyatanya semua nggak semudah itu."

Situasi mendadak tak bersuara. Nata mengatupkan mulutnya dengan helaan napas cukup panjang. Nata yakin, jika sekali saja ia menyahuti lagi, apapun yang dikatakannya pasti hanya akan memancing keributan dan memperkeruh suasana.

Sementara di sisi lain, Nael juga terdiam. Namun Nael seperti itu lantaran ia sibuk dengan pikirannya sendiri yang terus memutar ulang janjinya dengan Renaya.

Seperti biasa, di sebuah taman favorite mereka, Renaya duduk di sebuah ayunan yang didorong oleh Nael berdiri di belakangnya.

Sambil menikmati hembusan angin yang bertabrakan dengan kulitnya, Renaya bertanya, "Kalau misalnya kamu jatuh cinta pada dua orang dalam satu waktu, kamu pilih yang mana? Orang pertama yang kamu cintai, atau yang kedua?"

Nael tersenyum. "Aku pilih kamu."

"Ih, aku tanya serius tau. Jawab yang bener dong!" gerutu Renaya dengan bibir mungilnya yang mengerucut.

Nael terkekeh sesaat. "Aku nggak mungkin jatuh cinta pada dua orang dalam satu waktu. Karena kalau begitu, sama aja aku mengkhianati kamu. Jadi kamu tenang aja. Aku janji, nggak akan jatuh cinta pada perempuan lain selain kamu."

Mengingat janjinya kala itu, sungguh membuat Nael hampir setiap detik merasakan perang batin dalam dirinya sendiri. Nael tidak bisa dengan mudah mencintai Naya, di saat dia tahu, hatinya belum bisa melepas Renaya. Meskipun Nael tahu Renaya telah tiada, tetapi perasaan Nael tidak bisa begitu saja menghilang bersama kepergian Renaya. Perasaan itu masih menetap, dan masih milik Renaya meski tidak lagi seutuhnya, semenjak Naya hadir dalam hidupnya memberi warna yang baru.

===

To be continue...

a/n: semua rumit. dan akan menjadi semakin rumit:(

yauda. sekian. terima gajih. jan lupa follow ig akohh; itscindyvir.

Lost MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang