32. Untuk Mempertahankan

29.3K 1.8K 135
                                    

Cinta memang butuh perjuangan untuk mempertahankannya.
Tidak peduli walau hanya sepihak.

• • •

Hari ini adalah hari pertama Nael masuk sekolah, setelah beberapa hari kemarin cowok dengan ciri khas mata cokelat terangnya itu dirawat di rumah sakit. Dan mengetahui itu, saat ini di waktu istirahat, Naya sudah berada di depan kelas Nael, berdiri menunggu. Walaupun bel istirahat sudah berdering, tetapi bukan hal asing lagi di SMA Bangsa jika masih ada beberapa kelas yang masih menjalankan kegiatan belajar-mengajar, termasuk kelas Nael.

Sambil menunggu, Naya memerhatikan orang-orang yang berlalu-lalang melewatinya. Menit demi menit terlewat dengan begitu lambat. Cukup lama menunggu, sepertinya cacing-cacing di perutnya mulai demo ingin diberi jatah makanan. Apalagi pagi tadi Naya lupa sarapan. Naya membayangkan makin anarkis saja demo cacing-cacingnya. Mungkin itu yang membuat perutnya sedikit terasa sakit sekarang.

Naya berjalan mondar-mandir dengan memegangi perutnya, menahan rasa sakit yang melilit. Sembari sesekali Naya menengok jam tangan yang melingkar menghiasi pergelangan tangannya.

"Ah, parah! Telat banget ini kita istirahatnya."

"Kebiasaan, nih, Pak Hengki. Nggak tau apa gue udah laper banget."

Obrolan dua anak laki-laki yang paling pertama keluar dari pintu kelas di hadapannya yang baru saja terbuka membuat perhatian Naya seketika teralih. Sebuah senyum merekah di bibirnya. Dengan tidak sabar Naya maju beberapa langkah, sampai ia benar-benar berdiri di tepat di depan pintu yang terbuka lebar itu. Naya memerhatikan siapapun yang keluar dari dalam kelas itu. Sudah banyak yang keluar, tetapi Naya belum juga melihat seseorang yang ditunggunya sejak tadi. Nael.

Naya ingin bertanya, namun tidak ada satu pun dari mereka yang ia kenal. Sampai saat ia melihat Nata, barulah Naya berani menghalangi jalannya.

"Nat, Nat."

"Lo ngapain di depan kelas gue?" tanya Nata, heran. Karena tidak biasa-biasanya ia melihat Naya di depan kelasnya.

"Kak Nael mana?"

Detik itu juga Nata baru mengerti apa alasan di balik permintaan Nael yang menyuruhnya untuk istirahat duluan. Sementara Nael menetap di dalam kelas.

"Ada di dalem."

Sesaat Naya menyempatkan diri untuk menengok ke dalam kelas yang berada paling dekat dengannya saat itu. "Mana? Nggak ada?" ujarnya kemudian.

"Ada. Dia duduknya di pojok belakang."

"Oh. Thanks, Nat," ucap Naya yang kemudian langsung beringsut masuk ke dalam kelas menghampiri Nael yang memang benar apa yang dikatakan Nata. Cowok itu duduk di pojok belakang sedang menulis.

"Kak Nael," panggilnya seraya duduk di kursi kosong sebelah Nael.

Nael menoleh sesaat, setelah itu kembali fokus menulis di bukunya. "Lo ngapain ke sini?"

"Mau ngajak Kakak ke kantin bareng." Naya menjawab benar-benar seadanya.

"Gue nggak istirahat. Catetan gue belum selesai."

Meski terus diketusi oleh Nael, tetapi Naya tidak menyerah. "Yaudah, aku temenin Kakak nyatet boleh, kan?"

"Terserah kalau lo mau."

Ya memang perut Naya sakit karena lapar. Akan tetapi dengan bersama Nael saja, Naya merasa sakitnya seketika dapat tersamarkan. Setelah berhari-hari tidak bertemu, tidak kontakan juga, entah Naya lebih suka duduk di sebelah Nael seperti sekarang ketimbang duduk di kantin walau untuk sekedar mengisi perutnya sendiri.

Lost MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang