9. Pengagum Rahasia

12.6K 1.1K 13
                                    

Katanya, di dunia ini nggak ada yang sempurna. Gue pikir itu bohong. Karena dengan melihat lo aja, gue udah merasa hidup gue sempurna.

---

Naya mengeluarkan lipatan kertas kecil yang ia temukan di laci mejanya sesaat sebelum beranjak pulang, juga yang belum sempat dibacanya itu dari dalam ranselnya. Ingin tahu, kata-kata apa kali ini yang dituliskan oleh untuknya.

Katanya, di dunia ini nggak ada yang sempurna. Gue pikir itu bohong. Karena dengan melihat lo aja, gue udah merasa hidup gue sempurna.

Membaca surat itu, sedetik kemudian Naya teringat akan ucapan Hellen. Dengan gerakan cepat Naya meraih ponselnya. Membuka ruang obrolannya bersama Hellen.

Naya Vaneyla: Len, lo sempet liat orang yang ngeliatin gue tadi atau nggak?

Beberapa saat Naya menunggu balasan Hellen dengan gusar. Sampai sekian menit kemudian, ponselnya bergetar.

Dilana Hellen: sempetlah. kalo nggak liat, nggak mungkin gue tau dia ngeliatin lo.

Dengan sangat lihai, kedua ibu jari Naya bergerak di atas keyboard touch screen ponselnya.

Naya Vaneyla: Lo masih inget mukanya gimana? Ganteng ga?

Setelah menyentuh ikon send, dalam hati Naya terus mengucap mantra, 'Semoga Hellen inget, semoga inget, semoga inget' racaunya sembari memegangi ponselnya harap-harap cemas.

Dilana Hellen: ganteng bgt! sumpah gue gak bohong! walaupun gue gak inget begitu jelas mukanya, tapi gue inget kesan pertama gue sedetik pertama ngeliat itu cowok

Seketika raut wajah Naya berubah lesu paska Hellen bilang ia tidak begitu ingat. Tapi tak lama ada chat terbaru dari Hellen yang menyusul.

Drt drt

Dilana Hellen: tapi mungkin kalau gue ngeliat muka orangnya lagi, gue bakal inget.

Naya Vaneyla: Kalo gitu besok kita telusurin SMA Bangsa buat cari orang itu!

"Lo ngapain senyum-senyum sendiri kayak orang gila?"

Teguran seseorang yang tiba-tiba itu sungguh membuat Naya hampir-hampir melempar ponselnya saking kagetnya. Dan saat mendapati ternyata asal suaranya dari Nata yang sudah berdiri di ambang pintu kamarnya yang terbuka, dalam hitungan detik darah Naya terasa naik.

"Lo bisa nggak ngetuk pintu dulu gitu sebelum masuk rumah orang?!"

"Gue udah ngetuk kok. Tapi lo-nya aja yang tuli," sungut Nata cuek, tidak ikut terbawa emosi. "Emang apaan, sih, yang bikin lo jadi gila?"

"Gila-gila, lo tuh gila!" sentak Naya tidak terima. "Kalau gue gila, nggak mungkin gue punya pengangum rahasia. Ganteng, lagi!" Naya tersenyum menatap langit-langit, membayangkan betapa tampannya pasti rupa penganggum rahasianya itu.

"Ahahaha," Tiba-tiba semburat tawa Nata menyembur di depan wajah Naya. Mendengar apa yang baru saja Naya katakan, sekaligus melihat ekspresi gadis itu yang persis seperti orang sedang dimabuk cinta, justru membuat Nata menertawainya habis-habisan. "Pengagum rahasia?"

Naya mengangguk semangat. Tapi Nata malah tertawa lebih geli.

Sambil tertawa, Nata mengacak rambut Naya. "Eh, anak kecil bangun woi. Mimpi mulu kerjaan lo!"

"Apaan sih, gue serius!" Naya membentak dengan mengibaskan tangan tangan Nata dari puncak kepalanya. Ia segera mengambil surat-surat yang ditulis pada sobekan kertas kecil yang dikumpulkannya, dan menunjukkannya pada Nata. "Nih, buktinya!"

Lost MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang