10. Dalam Diam

12.3K 1.2K 47
                                    

Mencintai seseorang itu mudah. Yang sulit hanyalah mengakuinya, dan mengungkapkannya.

---

Dan ketika itu Yoga malah bilang, "Gue nggak mau ikut, kecuali Sera ikutan juga."

Sesaat Angga melihat kembali sebuah catatan di buku yangs sedang dipegangnya. "Emang butuhnya cewek tiga cowok tiga, sih. Cowoknya gue, sama lo berdua. Tapi kalau ceweknya gue beluman dapet."

"Yaudah, masukin aja tuh si Sera, Naya, sama temennya yang anak baru itu. Pas kan tuh, tiga," usul Gilang.

"Tapi emang mereka mau? Ntar gue tanya dulu deh."

"Eh, jangan ditanya!" Belum sampai Angga melangkah, Yoga buru-buru menahannya. "Kalau ditanya mereka nggak bakalan mau."

"Goy, kuping gue panas, nih, kayak ada yang lagi ngomongin." Dengan suara yang sengaja dikencangkan, Gilang seolah bicara hanya pada Yoga, di kursi belakang. "Kuping lo panas nggak? Lo juga diomongin tuh."

"Kuping gue mah dingin selama Eneng Sera yang ngomongin," seru Yoga dengan penuh kasmaran.

Yoga Bagaskara. Biasanya, Yoga memanggil namanya terbalik, jadi Agoy. Lelaki yang selalu mengejar cintanya Sera sejak SMP. Berusaha untuk mendapatkan perhatian dari Sera. Bahkan alasan Yoga mendaftar di SMA Bangsa pun tidak lain dan tidak bukan hanyalah Sera. Hampir setiap hari kerjaannya hanya tidur di kelas. Padahal Kepala Sekolah sudah memasang CCTV di setiap ruang kelas, namun ada saja cara agar ia tidak ketauan tidur di kelas. Dia balut kamera CCTV itu dengan kantong plastik hitam, lalu ia ikat agar tidak lepas. Bukan Yoga namanya kalau tidak ada akal hanya untuk mengatasi hal sekecil ini.

"Jijik gue, Yog!" sentak Sera.

Di sisi lain, Gilang sibuk menghitung jarinya sambil berpikir. "Mati aja lo, Goy! Gue itungin ini udah kali yang ke seratus lo dikatain jijik sama si Sera dari SMP."

Selaku teman SMP Yoga dan Sera, Gilang memang tahu betul seberapa kerasnya Yoga mengejar cinta Sera, dan tidak pernah berhasil sampai detik ini.

"Jijik jijik jijik jijik jijik!" Sera malah sengaja menambahkan supaya lebih banyak.

"105 Goy sekarang," sahut Gilang yang masih saja menghitungi.

"Ser, Emang si Yoga di SMP Cendana juga?" keget Naya seketika.

"Au ah, Nay. Makanya jangan di perpus melulu!" Dengan hentakan pada langkah pertamanya, Sera langsung bergegas duluan ke toilet untuk berganti seragam.

Tak lama Naya dan Hellen menyusul di belakangnya.

🌺

"Kok baju gue jadi kebesaran gini, sih?" tanya Naya bingung, ketika ia melihat pantulan dirinya sendiri yang baru mengenakan atasan dari setelan seragam olahraganya, di hadapan cermin besar toilet. "Apa badan gue yang mengecil? Kayaknya sebelumnya pas, deh."

"Ngaco! Mana ada badan mengecil," timpal Hellen sambil menahan diri untuk tidak menoyor kepala Naya.

"Tau lo, Nay!" Sera menambahkan. "Itu manusia apa kerupuk direndam air? Bisa menciut gitu."

Sesaat Naya teringat akan sesuatu. Yaitu perkataan ayahnya tadi pagi.

"Tadi Nata ke sini."

"Ngapain dia ke sini, Yah?" tanya Naya sambil terburu-buru mengambil dua helai roti tawar yang diletakkan di tengah meja makan, yang lalu ia selipkan selai cokelat di tengahnya. Untuk mengejar waktu.

Lost MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang