1: Hari Yang Melelahkan

2.3K 70 9
                                    

1
Vira

Akhirnyaa!! Kasurku telah menyambut di depanku. Segera kurebahkan diriku di atasnya. Finally.

Aku capek. Banget.

Tadi pagi-pagi aku sudah harus ke sekolah. Jam 6 pagi harus sudah sampai. Ngurusin tugas membuat artikel untuk mading dan piket. Mana temen piketku enggak pada dateng.

Waktu pelajaran, tugasnya kerja kelompok dan aku dipilih untuk menjadi team leader nya, jadi harus ngatur ini itu. Susahnya lagi temen sekelompokku pada bandel semua. Dikasih tau malah bales marah. Gimana gak kesel coba.

Dan gara-gara itu, tugas kelompokku enggak selesai. Karena aku ketuanya, jadi aku yang kena marah. Aku dimarahin sama Pak Hendra, salah satu guru ter-killer di sekolah. Haduuhh.

Pulang sekolah bukannya bisa langsung pulang, masih saja ada yang harus kulakukan di sekolah.

Pertama, latihan buat upacara 17-an minggu depan. Aku dipilih jadi petugasnya, dan harus latihan setiap pulsek. Sungguh melelahkan, harus panas-panasan, masih harus baris lagi.

Kedua, rapat pengurus mading. Temen sekelasku yang juga sahabatku, Ayra, adalah ketuanya. Aku wakilnya. Tapi tadi Ayra enggak masuk, jadi aku harus menggantikannya.

Setelah selesai rapat, seharusnya aku masuk ke mobilku yang dingin. Tapi aku malah menerima pesan dari Mama, isinya:

Vira, kalau pulangnya naik bis gapapa ya? Mama ada rapat mendadak, gabisa jemput. Sorry ya sayang

Ugh. Aku paling benci naik bus. Ayra gak ada, jadi aku gak bisa nebeng dia. Maritza, sahabatku yang satunya sudah pulang duluan tadi. Maka aku harus jalan kaki.

Rumahku cukup jauh dari sekolah. Belum lagi perutku keroncongan, lantaran belum makan dari pagi.

Di rumah, yang pertama menyambutku adalah ruang tamu yang berantakan. Tapi aku sudah benar-benar lelah untuk membereskannya. Aku sih gapapa kalau rumahku berantakan. Justru membuatku nyaman, entah kenapa.

Jadi aku langsung ke dapur dan memasak dengan bahan seadanya. Aku makan dengan kecepatan kilat, lalu langsung merebahkan diri di kasur tanpa mengganti seragamku dengan baju rumah.

Ya, kembali ke sekarang. Aku menatap langit-langit kamarku. Ada lukisan Kak Kiran─kakakku─disana. Ia mewarnai setengah langit-langit kamarku dengan warna biru muda, lalu ia tambahkan sedikit warna putih untuk awan. Juga segores warna kuning sebagai sinar matahari. Itu langit siang.

Dan setengahnya berwarna biru tua kehitaman, dihiasi warna kuning cerah ber-glitter perak yang membentuk bintang-bintang. Ya, langit malam.

Lukisan Kak Kiran mengingatkanku padanya. Namun sekarang Kak Kiran sedang kuliah di Kopenhagen. Enak banget ya, ke Eropa gitu.

Di sisi lain, lukisannya juga membuatku lebih tenang... Dan lama-kelamaan, yang kulihat hanya kegelapan. Semua hitam.

•••

I don't know about you, but I'm feeling twenty-two, everythin-

Aku mengangkat telpon yang membangunkanku dari tidurku yang lelap. Ya, lagu 22 adalah ringtone ku.

Telponnya dari Ayra.

"Oy, diem aja lo Vir."

"Eh, iya iya. Ay, kok lo ga masuk napa?"

"Aku demam pret, masa gatau lo? Paraahh."

"Ya sori, aku sibuk banget hari ini sumpah. Capek banget nih!"

"Dihh jenguk kek Vir. Sahabat durhaka lo."

Gak... Bukan. Aku bukan sahabat durhaka ya ampun.

Maka aku mengganti seragamku dengan dress yang simpel, lalu mengayuh sepedaku ke rumah Ayra.

Real Friends? ✔Where stories live. Discover now