6: Sahabat Setia

516 26 0
                                    

6
Danny

Kriinggg...!!!

Bel istirahat berbunyi. Semua anak keluar kelas dengan heboh, saling menabrak satu sama lain, dan menuju ke arah yang berbeda-beda.

Aku? Tentu ke lapangan futsal untuk main sama temen-temen se-timku. Termasuk Dave dan Dylan.

Dave aneh kemaren. Dia memanggil Hendrik dengan "Vir." Vira.

Vira..... cewek yang sejak dulu sudah menarik perhatianku bahkan tanpanya berusaha. Setelah aku memberanikan diri menyatakan perasaanku kepadanya kami menjadi lumayan dekat. Kami sering ngobrol di sekolah dan chat jika sedang nggak ketemu. Namun akhir-akhirnya kita....

Sahabatan.

Vira yang bilang begitu. Jadi aku mengikuti saja.

"Bro!" Dylan menepuk bahuku.

"Hey," sapaku balik.

"Futsal kan?" tanyanya.

"Yoi."

"Yok ke lapangan."

Kami berjalan ke lapangan, dimana tim kami sudah menunggu. Beberapa sedang makan camilan, ngobrol, dan ada juga yang sudah berlatih menendang bola ke gawang.

"Hoi!" seru Dylan pada semua teman kami itu.

"Woyyy, Dylan!"

"Ayoo!!"

"Bentar, makan dulu," Dave menyahut.

Dave menatapnya dengan sinis. "Tinggal aja lo mah."

Dave mengangkat bahu dengan santai. "Terserah."

Ya, hubungan Dylan dengan saudara angkatnya itu memang kurang baik. Aku juga tak tahu kenapa. Memang aku bersahabat dengan keduanya, tapi nggak enak lah kalau tanya langsung gitu ke salah satu.

"Bagi tim!" seruku.

Kami membagi tim dan tak lama permainan futsal dimulai.

Permainan berlangsung seru. Dave selesai makan dan bergabung ke tim Dylan. Dylan menerimanya sebagai keeper secara terpaksa. Tapi tak apa, lagian semuanya asik-asik aja.

"GOL!!!" seru teman-teman satu timku. Aku baru saja mencetak gol.

"Dave! Lembek amat sih!" Dylan memukul pelan Dave yang tak berhasil menangkis bola yang kutendang.

"Sori bro," Dave meminta maaf, lalu merangkul Dylan.

"Dih, SKSD." Dylan mendorong Dave menjauh. Dave tetap santai, mengangkat bahunya lalu pergi ke arah berlawanan.

Setelah gol itu, kami berpencar. Ada yang lanjut makan, ke kelas, kantin dan lain-lain.

Aku jalan-jalan saja keliling halaman sekolah. Lalu aku melihat tiga orang anak perempuan yang kukenal. Sangat kukenal.

Vira dan kedua sahabatnya, Ayra dan Maritza.

"Maaf Vir. Kita... Mau ke kantin aja," kata Ayra.

"Aku ikut aja deh," sahut Vira.

"Enggak usah," Maritza menarik tangan Ayra dan mereka berdua pergi meninggalkan Vira sendirian.

Aku menghampirinya. Ia spontan melihatku.

Wajahnya terlihat kusut, sepertinya dia marah, atau kesal, atau sedih. Entahlah. Tapi tetep cantik sih. Hehe.

"Dan..." panggilnya.

"Ya?" jawabku.

Ia menarik tanganku untuk duduk di kursi taman. Kami duduk bersebelahan.

"Mereka....." suara Vira gemetaran.

"Kenapa mereka?"

"Menjauhiku."

Lalu tiba-tiba Vira menangis. Aku merangkulnya untuk menenangkannya.

"Me-mereka gak, gak per-pernah kay-kaya gitu, se-sebelumnya," ia bicara terbata-bata.

"Nggak papa, udah. Itu pasti ada alasannya kan? Ntar kubantu cari tau," aku menawarkan. Jantungku berdebar kencang, karena sesungguhnya aku masih sering deg-degan kalau sedang berbicara dengannya.

Vira mengangguk. "I-iya. Makasih ya Dan," ucapnya. "Makasih udah jadi sahabat setia."

Real Friends? ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang