9: Bad Boy

406 20 0
                                    

9
Dylan

"Kok lo masih di luar Dan?" tanyaku.

"Toilet," jawabnya singkat.

"Temenin gue kek," ajakku. "Bolos."

"Idih, ntar disangka gay sama temen-temen!"

"Gue ga bilang mau pacaran, Pe'ak. Main bola aja di luar. Dari pada ke kelas Matematika kan pusing ngitung-ngitung."

Danny melihatku dengan kesal. "Gue mau balik ke kelas. Kalo mau main bola main sendiri sana."

Aku mendengus kesal. "Sok alim!"

"Biar!"

Secara paksa aku menariknya ke lapangan. Danny mengerang, mencoba melepaskan tangannya dariku. Namun sia-sia, aku lebih kuat.

"Lepasin gue Dylan!" bentaknya.

Aku nggak peduli, jadi aku tetap menariknya sampai lapangan.

"Nyebelin banget sih lo," Danny berkata, lalu mengumpat berkali-kali. "Udah ah, gua pergi."

"Eiitsss," cegahku. "Cetak lima gol dulu, baru pergi."

Danny tertawa seperti meremehkanku. "Hahaha, woke, gue gak takut."

Aku menjaga gawang, Danny bersiap menendang bola.

Set. Ah, aku gagal menangkis. Bola masuk ke gawang.

"See? I'll be back to my class soon," kata Danny.

Kedua kalinya, gagal. Ketiga, gagal lagi, keempat baru berhasil. Kelima dan seterusnya ia gagal. Sampai kelihatannya Danny mulai malas. Hahaha.

"Oy, capek Dyl!" serunya. Ia terduduk di lapangan futsal yang sedang panas-panasnya itu.

"Berarti ga balik ke kelas," jawabku santai. "Aih, gue dapet temen bolos! Bakal ada classmate di ruang BK nih."

"Kata siapa?!" teriak Danny. Ia langsung berdiri dan akan lari ke kelasnya, namun kutahan.

Ia mendorongku, namun aku juga mendorongnya. Maka terjadilah aksi dorong-dorongan di lapangan itu. Lah habis nih anak ngeyel banget. Katanya sahabat, masa tega gue bolos sendirian, entar dihukum sendirian gitu? That's so not happening.

Kami masih dorong-dorongan sampai suara anak laki-laki lain melerai kami.

"Woy, bro! Napa pada dorong-dorongan? Pas jam pelajaran lagi!" seru laki-laki itu.

Sial. Itu Dave.

"Apaan sih lo!" aku melepaskan Danny, lalu mendorong Dave. Anak keterlaluan.

Aku membencinya. Sejak orang tuaku mengadopsi anak itu, kasih sayang mereka kepadaku jadi terbagi. Apa lagi mereka lebih memanjakannya. How is that fair, huh? Aku anak kandung woy, dia anak angkat!

Danny hendak pergi, namun ia melihat Dave terjatuh dengan cukup keras akibat doronganku. Ia pun kembali dan membantunya berdiri. Cih. Gitu aja dibantuin, cemen!!

Mereka saling berbisik kaya cewek-cewek lagi ngegosip, lalu lari.

"HEH! MAU KEMANA LO PADA?" seruku.

Aksi dorong-dorongan berganti menjadi aksi kejar-kejaran. Kami memutari gedung sekolah, lalu dua sejoli itu masuk ke dalamnya.

Ahhh. Mereka mengambil area rawan!

"Cepetan Dave!" seru Danny.

"Ini juga udah cepet!" jawab Dave.

"Cepetan juga gue!" aku menyahut. Membuat mereka mempercepat larinya.

Aku sampai tepat di belakang mereka, lalu...

BRUK!

Kamu bertiga jatuh karena menabrak seseorang yang ternyata adalah...

Bu Sarah.

Guru BK.

"Kalian bertiga bolos?! Lari-lari di lorong lagi! Mana teriak-teriak, ganggu kelas lain tau gak!"

Kami bertiga membisu.

"Ke ruangan saya!"

Real Friends? ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang