66. Dedengkot Sakti dalam Penjara

2.6K 62 1
                                    

Orang bermarga Ren itu lantas berkata, "Benar, sobat cilik

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Orang bermarga Ren itu lantas berkata, "Benar, sobat cilik. Feng Qingyang memang berwawasan luas. Kau telah mengalahkan semua manusia kerdil di Wisma Mei Zhuang ini, bukan?"

Linghu Chong menjawab, "Ilmu pedangku ini adalah hasil pengajaran Sesepuh Feng sendiri. Kecuali Tuan Ren atau ahli warismu, orang biasa sudah tentu bukan tandinganku."

Ucapan ini jelas merendahkan Huang Zhonggong bersaudara, karena didorong perasaannya yang semakin gemas terhadap para majikan itu. Hanya berada sebentar saja di penjara bawah danau yang lembab dan gelap itu ia sudah merasa sangat tersiksa, apalagi seorang kesatria besar yang entah sudah dikurung berapa tahun lamanya oleh mereka. Rasa keadilannya terusik, sehingga ia bicara tanpa segan-segan lagi.

Sudah tentu Huang Zhonggong berempat merasa sangat tersinggung mendengar ucapan itu. Namun mereka tidak dapat berkata apa-apa karena pada kenyataannya memang Linghu Chong telah mengalahkan mereka. Hanya Dan Qingsheng yang membuka suara, "Adik Feng, kau ...." Namun Heibaizi segera menarik lengan bajunya sebagai isyarat supaya menutup mulut.

Orang bermarga Ren kembali berkata dengan senang, "Bagus sekali, bagus sekali. Sobat cilik, sedikitnya kau telah mewakiliku melampiaskan kemarahan terhadap anak-anak anjing itu. Eh, bagaimana caramu mengalahkan mereka?"

Linghu Chong menjawab, "Orang pertama di Wisma Mei Zhuang yang bertanding denganku adalah seorang sobat yang dijuluki 'Si Pedang Kilat Datu Kata' atau semacamnya. Dia bernama Ding Jian."

Si marga Ren berkata, "Ilmu pedang orang bermarga Ding itu cuma pamer saja dan sebenarnya tidak ada isinya. Dia menakut-nakuti orang dengan kilatan sinar pedangnya, padahal tidak punya kepandaian sejati. Pada hakikatnya kau tidak perlu menyerang dia, cukup acungkan pedangmu saja tentu dia akan menyerahkan jari tangannya ke pedangmu dan terpotong sendiri."

"Hah!" seru kelima hadirin yang sama-sama terkejut.

"Bagaimana? Apa aku salah bicara?" tanya orang bermarga Ren.

"Sungguh tepat ucapan Tuan seakan-akan ikut menyaksikan sendiri," jawab Linghu Chong.

"Bagus, jadi kelima jarinya ataukah telapak tangannya yang terpotong?" tanya orang itu.

"Aku sedikit menggeser mata pedangku," kata Linghu Chong.

"Ah, salah, salah! Terhadap musuh mana boleh bermurah hati? Hatimu terlalu baik, kelak kau akan rugi sendiri." sahut si marga Ren. "Siapa orang kedua yang bertanding denganmu?"

"Tuan Keempat," jawab Linghu Chong.

Si marga Ren menanggapi, "Hm, ilmu pedang si nomor empat sedikit lebih baik daripada Si Kentut Satu Kata atau apa pula itu. Setelah melihatmu mengalahkan Ding Jian, pasti dia menggunakan ilmu pedang andalan yang dibanggakannya. Apa ya namanya? Ah, aku ingat. Namanya 'Ilmu Pedang Cipratan Warna Pengiris Rami', yang mengandung jurus-jurus 'Pelangi Putih Menembus Mentari', 'Naga Hujan Mengangkasa Burung Feng Terbang Tinggi', 'Angin Musim Semi Meniup Pohon Liu', atau semacam itu."

Pendekar Hina Kelana (Xiaou Jianghu) - Jin YongOù les histoires vivent. Découvrez maintenant