88. Muncul di Babak Penentuan

2.8K 60 1
                                    

Sebelas pasang mata terpusat menyaksikan pertandingan kedua tokoh sakti itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebelas pasang mata terpusat menyaksikan pertandingan kedua tokoh sakti itu. Dalam hati masing-masing mereka memuji kehebatan pukulan Ren Woxing dan Mahabiksu Fangzheng. Tampak Zuo Lengchan tersenyum sendiri dan diam-diam bersyukur, "Untung si tua Ren memilih Mahabiksu Fangzheng sebagai lawannya pada babak pertama ini. Jika ia memilih diriku tentu akan membuatku sulit. Dibandingkan dengan Jurus Tapak Songyang andalan perguruan kami, ilmu pukulannya lebih rumit den memiliki lebih banyak perubahan. Meskipun terlihat kaku, tapi ilmu pukulannya lebih bagus dariku. Ia hanya mengincar satu titik penting saja, tidak lebih dari itu."

Di sisi lain, Xiang Wentian juga sedang berpikir, "Ilmu silat Perguruan Shaolin yang tersohor selama ratusan tahun ternyata memang bukan omong kosong belaka. Bila aku yang harus menghadapi Mahabiksu Fangzheng, terpaksa harus mengadu tenaga dalam. Untuk bertanding jurus pukulan jelas aku tidak akan bisa menang melawannya."

Sementara itu Yue Buqun, Pendeta Tianmen, Yu Canghai, dan yang lain juga sedang membandingkan ilmu pukulan kedua jago itu dengan kepandaian mereka masing-masing.

Setelah sekian lama bertempur, lambat laun Ren Woxing merasa ilmu pukulan Mahabiksu Fangzheng mulai kendur. Dalam hati ia berpikir, "Hm, meskipun jurus pukulanmu sangat hebat, namun usiamu jelas sudah tua renta. Daya tahanmu tentu semakin berkurang."

Segera ia mempercepat serangan. Setelah beberapa kali memukul, tiba-tiba sewaktu menarik tangan kanan terasa pergelangannya agak kaku dan kesemutan. Tenaga dalam juga terasa macet, sungguh membuatnya terkejut bukan main. Ia tahu hal itu disebabkan oleh pengaruh tenaga dalam lawan. Ia kembali berpikir, "Ilmu Mengubah Urat biksu tua ini sungguh sempurna. Aku tidak bisa mengerahkan pukulan karena ia mampu menahan dan mengendalikan tenaga dalamku tanpa harus bersentuhan." Ia yakin jika pertarungan ini berlangsung lebih lama lagi, dan jika tenaga dalam lawan sudah dikerahkan besar-besaran, tentu ia berada dalam keadaan yang sangat tidak menguntungkan.

Saat itu Fangzheng menghantam dengan pukulan telapak kiri. Ren Woxing berseru sambil menyambut dengan telapak kiri pula. Kedua tangan pun beradu. Mereka kemudian sama-sama mundur selangkah. Terasa tenaga dalam biksu tua itu sangat lembut, tapi mengandung kekuatan yang sungguh luar biasa. Meski Ren Woxing sudah mengerahkan Jurus Penyedot Bintang, namun sedikit pun tidak bisa menghisap tenaga lawan. Dalam hati ia merasa sangat heran.

"Shanti, shanti!" ujar Fangzheng sambil kemudian tangan kanannya menghantam ke depan. Lagi-lagi Ren Woxing menyambut dengan tangan kanan pula. Kedua tangan kembali beradu, sampai tubuh masing-masing tergeliat bersamaan. Ren Woxing merasa darah di seluruh badan seakan-akan mendidih. Segera ia mundur dua langkah, dan tiba-tiba memutar tubuh. Tahu-tahu dada Yu Canghai sudah dicengkeramnya menggunakan tangan kanan, sementara tangan kiri mengayun siap menghantam batok kepala Ketua Perguruan Qingcheng tersebut.

Kejadian ini sungguh cepat bagaikan seekor kelinci yang tiba-tiba disambar elang. Semua mata sedang tertuju kepada Ren Woxing yang sedang kewalahan menghadapi pukulan-pukulan Mahabiksu Fangzheng tadi. Siapa sangka ia tidak menggunakan tenaganya untuk melindungi diri tetapi justru digunakan untuk menyerang orang lain. Yu Canghai sendiri seorang tokoh silat papan atas. Andai saja ia bertarung terang-terangan melawan Ren Woxing, sekalipun pada akhirnya kalah, namun tidak mungkin hanya dalam satu jurus langsung tertangkap seperti itu.

Pendekar Hina Kelana (Xiaou Jianghu) - Jin YongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang