Chapter 17: Crying in The Soul

15.8K 1.9K 226
                                    

Final 17: Crying in The Soul

-Gilbert's POV-

.

.

Aku membuka mataku, kembali merasakan rasa sakit yang luar biasa di seluruh tubuhku. Aku mulai muak dengan semua ini-begitulah yang kupikirkan. "AAARRGGHH!! AARGHH!! HAAARRGH!!" Sengatan listrik membuatku berteriak kesakitan. Bajingan brengsek ini tidak berhenti menyiksaku, meski aku baru saja sadar setelah jatuh pingsan.

"Haa...ahh..."

Valentine berjalan mendekatiku lalu mengangkat daguku dengan tongkat kayu yang ia gunakan untuk memukuliku. "Apa kau menikmatinya?" tanyanya sambil tersenyum licik. Wajahnya benar-benar mirip dengan wajah ayahnya, memuakkan. Aku tidak menjawab pertanyaan Valentine, melihatku membisu, ia memukulkan tongkat itu ke wajahku dengan keras karena aku tidak menjawab pertanyaannya. "Kau benar-benar keras kepala..." gumamnya. "Atau kau sudah terbiasa dengan rasa sakit?" tanyanya lagi, masih, aku tidak menjawab pertanyaannya.

"Bawakan ekor kucing kesayanganku!" pekik Valentine lalu seorang dari anak buahnya cepat-cepat berlari meninggalkan ruangan. Valentine menghampiriku lalu kembali mengangkat daguku dengan tongkatnya, ia menatapku lekat-lekat.

"Aku melihatmu menghajar ayah sampai dia mati... dia benar-benar tersiksa." Valentine menarik tongkat itu dari daguku lalu memukulkan tongkat itu lagi ke wajahku. "Kenapa kau tidak langsung menembak jantungnya? Kenapa kau malah menyiksanya?" tanyanya lagi. "Sebegitu dendamnya...kau...padaku karena...aku menghajar...ayahmu..sampai mati..?" jawabku dengan lemparkan pertanyaan pada Valentine, "Tidak... aku dendam padamu karena kau telah menghancurkan seluruh hidupku. Kau membuatku kehilangan semua yang seharusnya menjadi milikku... bahkan kau telah merebut satu-satunya wanita yang aku cintai." Jawab Valentine, aku tidak mengatakan apa-apa lagi setelah mendengar jawabannya.

"Tuan Val, sudah saya bawakan!"

Anak buah Valentine yang pergi meninggalkan ruangan kini kembali dengan sebuah pecut bercabang sembilan, masing-masing cabang punya kawat berduri dan kait pancing cukup besar yang terlihat tajam, Valentine berjalan menghampiri pria itu dan mengambil pecutnya. Setelah itu ia kembali berjalan mendekatiku. "Ini pasti akan terasa sakit sekali, ini mungkin juga bisa mengoyak kulitmu." ujarnya, ia tampak menikmati semua ini.

"Jika kau mau mengemis belas kasihanku dan berlutut di depan kakiku, mencium kakiku, maka aku akan membiarkanmu segera mati tanpa rasa sakit." Setelah Valentine selesai bicara, tanpa basa-basi aku meludahi kakinya dan mendongak menatap Valentine, "....persetan dengan mengemis belas kasihanmu.." ujarku seraya tersenyum menghinanya.

Apa yang aku lakukan membuat Valentine murka, ia mengangkat pecut itu dan tanpa ragu megayunkan pecut itu ke dada dan perutku. Kawat dan deretan kait yang tajam menancap sempurna di kulit dan dagingku, "kau benar-benar patut untuk disiksa sampai mati!!!" serunya marah lalu menarik pecut itu dengan kasar hingga kulitku sobek, sebagian tersayat sampai darah mengalir keluar, rasanya benar-benar menyakitkan.

"Haa..aah..ah..."

Valentine tidak berhenti sekali saja, ia berjalan ke belakangku lalu memecutku lagi di punggung. "AARGH!! AAHH!!" setiap kali ia menarik pecutnya, aku tidak mampu menahan rasa sakit yang muncul. "Ha...ah..." baik dada depan dan punggung belakang semua terasa perih. Valentine kembali mengayunkan pecutnya kemudian menarik pecut itu lagi, mengayunkan lagi, menariknya lagi, mengayunkan lagi, menariknya lagi, mengayunkan lagi, menariknya lagi, mengayunkan lagi, menariknya lagi-punggungku mulai terasa panas dan perih tapi Valentine masih belum berhenti. Sampai akhirnya aku mulai tertunduk lemas. Aku mendengar suara langkah kaki Valentine menjauh dari punggungku dan mendekatiku dari depan. Aku bisa melihat sepatu mahalnya berhenti di depanku, lalu ia menjambak rambutku, memaksaku menatapnya.

SINFUL -Judgement- [ 2 ]Where stories live. Discover now