Chapter 19: Defending Your Life

15.4K 2K 182
                                    

Final 19: Defending Your Life

[Author's POV]

.

.

Setelah tiba di depan alamat yang Ian dapat dari Soo-An, Ian segera keluar dari mobil dan berjalan masuk ke bangunan yang mirip gudang penyimpanan. Begitu ia menginjakan kaki masuk ke halaman depan bangunan, pria-pria bersenjata berbondong-bondong muncul menghampirinya. Kelihatannya memang tempat ini tempat yang harusnya mereka tuju. Ian mengangkat kedua tangannya sejajar dengan daun telingannya, pria-pria itu segera menghampiri Ian, satu di antara mereka cepat-cepat memborgol tangan Ian lalu mendorongnya berjalan masuk ke gudang bersama dengan mereka.

Ian terkejut mendapati ruangan di dalam gudang rupanya sama sekali tidak layak disebut gudang. Itu sebuah rumah mewah yang didesain tampak dari luar seperti gudang penyimpanan. Di ruang itu, atau yang bisa di sebut ruang tamu, Ian melihat Valentine duduk di sofa besar, melipat kakinya dan memasang wajah gembira. "Selamat datang, Ian, sobat lamaku." Ujar Valentine seraya membuka lebar-lebar ke dua lengannya. Pria-pria bersenjata yang membawa Ian masuk, mendorong Ian jatuh berlutut di depan Valentine. "Apa kabar, Ian?" tanya Valentine, Ian hanya diam. "Tidak masalah kalau harga dirimu tidak mengijinkan kau bicara padaku." Ujar Valentine lagi, sambil mulai beranjak dari duduknya dan berjalan mendekati tangga ke lantai dua. "Bawa dia," perintah Valentine, Ianpun diseret bangun, didorong untuk berjalan mengikuti Valentine naik ke lantai dua. Mereka membawa Ian masuk ke sebuh kamar dimana Valentine sudah lebih dulu masuk. Valentine menyalakan lampu di kamar itu, membiarkan Ian melihat pemandangan yang sama seperti yang ia lihat dalam rekaman yang Valentine kirim.

"Boss!!" Ian berteriak, namun Gilbert tidak menjawab. "Boss!!" Ian berterik sekali lagi sembari meronta dari cengkraman pria-pria Valentine. "Seperti inilah kondisi pria yang kau agung-agungkan. Menyedihkan sekali bukan?" ujar Valentine pada Ian dengan senyuman lebar di wajahnya. "Valentine, kau benar-benar sudah gila." Ian menatap Valentine tajam. Sementara itu di sisi lain, Riley berbisik pelan pada Ian, "Everything will be okay, don't lose your control, hun. Neo, Tyler and Jeremy will arrive within 3 minutes." Ian menghela napas untuk menenangkan dirinya. "Aku memang sudah gila, tapi sebentar lagi kegilaanku akan sembuh." Jawab Valentine, "kau juga akan segera menyusul Gilbert ke alam sana untuk minta pengampuan dari ayahku." Lanjut Valentine lagi. "Haha... minta pengampunan?" Ian menatap mengejek, "Dia dan Gilbert sama-sama brengseknya, di alam sana orang-orang brengsek seperti mereka tidak pantas dimintai pengampunan. Lagipula ayahmu pantas mati—" kalimat yang Ian katakan pada Valentine membuat Valentine memukul wajah Ian dengan keras hingga bibir Ian terluka dan mulai mengeluarkan darah. "Tidak Gilbert, Tidak juga kau... kalian berdua memang pantas mati di tanganku..!" gertak Valentine seraya menarik keluar pistol dari balik jasnya, ia mengarahkan pistol itu tepat di kepala Ian.

"2 minutes..."

"Apa kau juga membunuh Adelle dengan alasan yang sama?" tanya Ian, Valentine menatap Ian, begitu juga Ian yang menatap balik Valentine. "Aku tidak membunuhnya." Jawab Valentine, muncul perasaan bersalah di sorot matanya. "Seharusnya kau tahu apa yang akan terjadi jika kau menyuruhnya untuk mengkhianati Gilbert." Ujar Ian menundukkan kepalanya. "Apa maumu menyinggung-nyinggu wanita itu sekarang?" tanya Valentine, "Adelle berpesan padaku," jawab Ian masih menundukan kepalanya. "Apa?" Valentine bertanya lagi, rasa keingintahuannya mengalahkan emosinya hingga ia menurunkan pistolnya.

"One minute..."

"Apa kau masih ingin mendengar pesan dari wanita yang meninggalkanmu?" tanya Ian, "Katakan padaku apa pesan darinya!!" Valentine berteriak, dengan asal-asalan ia menembakan pelurunya ke lantai sekitaran Ian. "Val, apa kau sebenarnya masih mencintai Adelle?" tanya Ian. Valentine menatap Ian yang masih menundukan kepala dengan tatapan sendu. Jujur saja, Valentine masih mencintai wanita berbisa yang cantik itu. Adelle adalah cinta dan segala-galanya bagi Valentine. Namun, wanita itu pergi meninggal ia di saat ia benar-benar membutuhkan seseorang untuk menghibur dan menyembuhkan lukanya. "Kau tahu betul bagaimana perasaanku yang sebenarnya pada wanita brengsek itu." Jawab Valentine. Ian mengangkat wajahnya lalu tersenyum mengejek, "Nah, Adelle bilang penismu terlalu kecil dan tidak memuaskannya." Mendengar apa yang dikatakan Ian, wajah Valentine berubah merah marah, kemudian ia menggertakkan giginya dan berteriak marah. "BERANINYA KAU MEMPERMAINKANKU!!! AKAN KUBUNUH KAU SEKARANG JUGA!!"

SINFUL -Judgement- [ 2 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang