She knows

1.9K 99 0
                                    

Youri POV

Setelah kejadian malam itu, aku benar-benar menjaga jarak dari kucing hitam yg disimpan ibuku.

Disimpan?

Tentu saja. Karena ketika aku meminta ibu untuk membuang kucing itu, ibu tetap kekeuh tidak mau melepaskannya.

Dasar kucing siluman! Eh..itu kucing apa vampir sih?? Bingung jadinya..

Aku turun dan langsung menuju meja makan. Ketika duduk, kuperhatikan piring yg ada di meja ada 4. Bukannya harusnya tiga? Kan ayah di luar kota.

"Ibu, itu piring satu buat siapa?", tanyaku heran.

Ibu yg masih di dapur pun langsung menghentikan aktivitasnya dan menatapku heran.

"Kenapa?", tanyaku.

"Kamu kok aneh..."

Aneh apaan sih??? Jawaban kok nggantung banget!

Melihatku yg bingung, ibu langsung menghampiriku di meja makan.

"Sayang...yg depan kamu itu piringnya si Blacky", ucap ibu sambil menunjuk piring yg tepat berada di depanku.

Aku langsung melihat piring yg ditunjuk ibu. Dan yg ada di atas piring sama dengan yg lainnya, roti selai.

"Blacky apaan sih bu?"

Mendengar jawabanku, ibu langsung menunduk. Sehingga aku yg duduk di meja makan tidak tau apa yg dilakukan ibuku disana.

"Ck..masa nggak paham sih?", perlahan ibu berdiri dan mengangkat si hitam! Maksudku si KUCING SIKUMAN!!
Eh..Siluman maksudnya!

Aku refleks berdiri dan menunjuk si kucing siluman itu.

"Bu..i..itu..itu kucing siluman!!!!", aku sudah terlalu histeris.

"Hush..kucing cakep begini dibilang siluman. Kamu masih kebawa mimpi ya?", ibuku malah mengelus-elus kucing itu.

"Youri nggak mimpi bu. Itu beneran siluman. Coba deh ibu lihat", aku langsung menunjuk kucing yg ada di gendongan ibu.

Ibu memandangi kucing itu dan kucing itu berperilaku seperti kucing biasanya. Menjilat kakinya dan dia...mengeong.

"Youri, lihat dia normal. Kamu yg terlalu berimajinasi. Udah cepet makan", perintah ibuku.

Tapi aku belum bisa mengalihkan pandanganku dari kucing itu. Aku sangat yakin dia siluman. Dia yg tadi malam berubah wujud di kamarku.

Tiba-tiba aku melihat kucing itu tersenyum dan matanya berubah menjadi merah.

Tanpa sadar aku menahan nafas dan mataku melebar.

"Youri! Kamu kenapa sih? Cepetan dimakan"

"Ehm..ini rotinya aku makan di sekolah aja ya bu", buru-buru aku berdiri dan mengambil kotak bekal yg ada di rak. Aku kembali dan memasukkan roti ke dalam kotak. Tanpa memperhatikan ibu yg bingung melihatku langsung beranjak dari meja makan.

"Bu, aku berangkat ya", sebenarnya aku ingin mencium tangan ibu tapi karena ada kucing itu aku mundur lagi.

"Maaf bu, dari jauh aja ya", aku pun memperagakan seperti mencium tangan ibu. Tentu saja dari tempatku berdiri sekarang.

Aku balik badan dan bergegas pergi.

"Heyy! nggak bareng kakak?", tanya ibu.

Aku berhenti dan membalik badanku. Aku melihat kucing itu seakan melambaikan tangan padaku.

"Nggak bu, naik bis aja", aku buru-buru balik badan dan keluar dari rumah.

☆☆☆

Saat istirahat aku pergi ke kantin dan memakan bekalku disana.
Gara-gara kucing siluman itu aku jadi tidak bisa sarapan pagi. Sangat menyebalkan ketika aku harus pergi buru-buru hanya agar aku tidak bertemu si kucing siluman itu lagi.

Oh iya, bagaimana kabar tanganku? Aku mengangkat tanganku. Baik. Keadaannya sangat baik.

Sejak si siluman itu menyentuhnya, rasa panasnya benar-benar menghilang.

Tiba-tiba aku merinding. Aneh, aku merasa diawasi. Si kucing siluman itu nggak mungkin ngikutin aku sampai sini kan?

Aku memandang sekeliling kantin. Tak ada yg mencurigakan.

Tapi kenapa aku merinding ya? Aku memegang daerah belakang leherku.

Saat aku fokus pada makananku lagi, sesuatu yg dingin menyentuh pundakku. Dengan takut aku melirik sesuatu itu. Tapi belum sempat aku benar-benar melihatnya, tangan itu tiba-tiba mencekikku.

'Deg'

"Youri!!", aku terkejut.

Seseorang memperlihatkan wajahnya dari belakang tubuhku.

"Arghh!! Ino!! Kamu ini ngagetin tau!", teriakku sambil memukuli Ino.

"Aduh, ampun..ampun..sakit tau!", ucapnya sambil mengelus tangannya yg tadi kupukul.

"Biarin. Salah sendiri nakut-nakutin. Pakai acara cekik leher segala lagi!"

"Hehe..kan aktingya jadi bagus", dasar, senyum tidak bersalahnya itu lho.

"Akting? Aku takut beneran tau!"

"Salah sendiri dari kemarin kamu murung, kelihatan kaya ada masalah. Nggak mau cerita lagi. Kenapa sih?", Ino mendekat dan memegang tanganku.

Tanganku?

Aku berusaha menarik tanganku dari Ino, tapi dia memegangnya dengan erat.

"Aku nggak akan lepasin sebelum kamu cerita. Aku tau ada sesuatu di sini", ucapnya menyentuh tulisan di telapak tanganku.

"Jelasin ini", pintanya.

Aku hanya menunduk dan menganggukkan kepalaku pelan. Aku rasa aku memang harus menceritakan hal ini pada Ino. Dia sahabatku dan aku tidak bisa menanggung hal ini sendirian.

"Sekarang cerita", dia tersenyum. Tulus.

"Baik. Tapi tidak disini"

"Ehm..ke perpustakaan?"

"Baiklah"

Kami pun pergi meninggalkan kantin.

☆☆☆

Aku menceritakan semuanya pada Ino. Sejak tulisan yg muncul di jendelaku saat hujan sampai kucing siluman yg ada di rumahku saat ini.

Dan Ino mendengarkan ceritaku dengan baik. Terkadang ia juga bertanya. Dan dia sama sekali tidak menganggap aku sedang berkhayal atau berimajinasi. Menurutnya, vampir itu benar-benar ada. Walau aku sendiri masih tidak yakin.

Sekarang aku sudah berdiri di depan rumah. Aku tidak mau masuk, karena nanti si kucing siluman itu mendatangiku lagi.

Aku melihat ke arah kamarku dan aku tidak memyangka kucing itu saat ini ada di kamarku. Melihatku dari balik jendela kamarku.

Yang benar saja? Dia menungguku?

Tiba-tiba ada tangan besar membekap mulutku dan aku merasa ringan. Apa aku terbang?

Dan sedetik kemudian, semua menghilang.

☆☆☆

Si kucing identitasnya masih ambigu..😅😅

Vampire ReincarnationWhere stories live. Discover now