Will you still love me when I'm no longer young and beautiful?
--(Lana Del Rey, Young and Beautiful)
***
Sepiring telur mata sapi dengan beberapa daging asap ditambah segelas minuman jeruk telah terhidang. Deretan alat makan tersusun rapih di sisinya. Aroma bumbu menguar memanjakan hidungku, sementara Maggie tengah berdiri sopan di samping meja makan itu dengan mengenakan celemek putih.
"Oh, Maggie, bagaimana kau bisa mendapatkan makanan ini?"
Duduk di meja makan, aku mengamati hiasan lilin mati dan beberapa pot bunga tengah-tengah meja. Ruang makan itu dikelilingi tangga melingkar menuju lantai atas di mana kamar-kamar tidur berada. Rangkaian kandelir kristal berjuntai dari tengah atap, sinar fajar dari jendela membuatnya berkilauan.
Maggie tersenyum. Pagi-pagi sekali ia sudah terbangun dan mempersiapkan air mandi, sarapan, serta menata beberapa properti di rumah baru itu, meski aku tahu semua dekor di dalamnya telah diatur sedemikian menawannya.
"Tuan Putri, tadi aku mendapat kiriman stok makanan untuk beberapa hari ke depan dari utusan istana. Kini aku bisa memasakkan makanan Tuan Putri setiap saat," jawabnya riang.
Aku mengerutkan alis. "Apakah kau sudah makan, Maggie?"
"Belum, Tuan Putri ..." Aku menyipitkan mata saat Maggie menggeleng, sinar rambutnya terlihat redup. Aku tahu ia berkata jujur. "tetapi aku bisa makan nanti. Tuan Putri makanlah."
"Makanlah bersamaku, Maggie," ajakku sambil merekahkan senyum. "persiapkan sarapanmu dan duduklah temani aku."
Maggie terlihat agak sungkan. Namun aku bisa membuatnya bersarapan semeja denganku. Aku meyakinkannya kalau aku kesepian dan aku selalu ingin menghabiskan waktu dengannya di tempat itu.
Mansion itu berisi ruang-ruang luas dengan lantai marmer licin dan pelapis dinding bermotif klasik. Di lantai atas ada banyak balkon yang mengarah ke segala arah mata angin, membuatku bisa memilih pemandangan Demozre dari sudut mana saja yang ingin aku kagumi. Dari balkon kamarku, aku selalu bisa melihat menara-menara Istana Kegelapan yang terlihat agung di balik perkotaan. Meski hanya aku dan Maggie yang ada di Hell Sidefield, kami selalu dapat mendengar auman naga yang mendengung dari angkasa dan keramaian kota di seputar kami.
Halaman depan memiliki sebuah lapangan beraspal tempat Maggie mendaratkan pyrenix kami, pagi itu burung raksasa itu masih terlelap pulas dalam tidurnya. Lahan berumput dikelilingi semak mawar berduri menjadi latar pemandangan rumah-rumah megah lain yang berderet teratur. Pagar hitam berjeruji besi mebentengi kediaman kami, Zveon pernah berkata bahwa pagar itu dapat membuat lingkupan sihir proteksi yang kuat jika kami ingin mengaktifkannya. Pemukiman yang menurutku jauh lebih baik dari kediaman tersembunyiku.
Aku dan Maggie menghabiskan waktu pagi itu dengan pemanasan rutin kami; mengitari halaman yang luas, tetap berlatih seperti sediakala walau kami sudah berada di tempat yang baru. Rambut panjang bercahayaku berperai di udara ketika aku berlari, terlihat seperti lintasan ekor komet. Paru-paruku terasa leluasa mengembang karena biar bagaimanapun udara di luar Suaka jauh lebih baik dan menyegarkan.
Sesaat aku teringat tim bertarungku di Suaka Cahaya. Aku mengira-ngira apa yang sedang mereka lakukan sekarang di sana, begitu pula dengan George dan bibiku. Yang aku tahu, tim bertarungku pasti tengah melatih kekuatan mereka di gelanggang saat ini. Aku membayangkan apabila mereka dapat berlatih bersamaku, berada di bawah terpaan mentari yang dihalangi awan tipis, dunia yang lama tak melatari kami. Mungkin Darlene dan yang lain tidak akan menjadi begitu pemarah seperti yang kuingat.
YOU ARE READING
Shine and Shadow (Dark and Light, #2)
FantasySequel of Dark and Light by Mandascribes. ROMANCE - FANTASY - ACTION - ADVENTURE *** Mempertahankan sebuah dunia yang sebagian penghuninya adalah para monster tidak mudah. Bagi mereka yang ingin mempertahankan kedamaian, harus siap kehilangan segala...