Andriana Caroline Enderson

3.3K 93 4
                                    

Seperti hari-hari biasanya. Meja makan yang kosong, rumah yang seperti tidak berpenghuni. Kadang, Ana memikirkan apakah ini yang namanya keluarga? Tidak, ia tidak pernah merasakan yang namanya keluarga.

Orang-orang bilang, hidupnya sempurna. Memiliki kecantikan fisik dan innerbeauty yang membuat perempuan manapun menatapnya dengan iri.

Tapi, orang-orang hanya melihatnya dari satu sisi. Dia juga memiliki banyak kekurangan. Hanya saja, tak ada yang tahu kekurangannya. Bukannya ia menutupi, orang-orang seolah buta akan kekurangannya.

"Selamat pagi Princess Ana," Key datang dari arah belakang dan mengapit lengan kanan Ana, sedangkan Ana hanya melihat sekilas dan melanjutkan perjanannya menuju kelas.

"Selamat pagi Princess Ana, Princess Elsa datang," satu lagi sahabat yang dimiliki Ana, Nara. Bevinda Nara Denita yang memiliki rambut hitam dengan mata berwarna hijau tosca. Nara satu-satunya sahabat Anna yang 'benar'.

"An, udah buat pr fisika ?" Key yang masih menempel dengan Ana langsung melancarkan tujuan utamanya menghampiri Ana dan mengeluarkan jurus kedipan mata yang membuat Ana maupun Nara memutarkan kedua bola mata mereka seolah jenuh dengan tindakan Key yang selalu seperti itu.

"Udah, ditas." Dengan sigap Key langsung mengambil buku latihan fisika Ana dan mulai mengerjakan dibangku depan miliknya, meninggalkan Ana dan Nara yang menampilkan ekspresi datar.

"An, lo nanti ketempat biasa ?" Tanya Nara ketika mereka sedang melihat keseluruh penjuru kelas yang sibuk menyalin tugas yang diberikan oleh guru pembelajaran kemarin.

"Iya," Nara maupun Key sudah terbiasa dengan sikap cuek dan judes yang selalu dilakukan oleh Ana, namun mereka seolah tidak gentar untuk berteman dengan Ana melainkan mereka makin mendekatinya dan menjadi sahabat hingga sekarang.

"Lo masih kesana ? Kenapa ?" Nara merasa iba karena ia tak menyangka orang yang ia kagumi selama ini banyak menyimpan rahasia kelam.

"Kenapa lagi ?" Ana menjawabnya dengan pertanyaan dan membuat Nara maupun Key terdiam seolah mengerti, tetapi mereka tidak mengerti perasaan Ana, sedikitpun.

"Lo harus buat pelarian yang positif An, jangan kayak gini," Nara mulai khawatir akan aktifitas yang sering Ana lakukan demi menghindari yang namanya pulang kerumah.

"Itu positif, gue dapet uang, dapet temen. Apalagi ?" Ana menatap Nara dengan heran akan pertanyaan konyol yang diajukan oleh Nara, tentu ia tahu betul apa saja yg ia lalui selama ini. Paling tidak, mereka tahu bagaimana sulitnya Ana beradaptasi akan hal baru.

"Kenapa gak lo nginep dirumah kita aja ?" Key membuka suara karena tadi ia mengerjakan tugas fisika yang sama sekali tidak diketahuinya.

"Gue gak mau ngerepotin kalian," selalu seperti itu, Ana selalu mengatakan kalimat yang sama atas pertanyaan yang sama pula.

"Kita gak bakal repot," ucap Key sambil tersenyum dan disambung dengan Nara yang mengatakan,"Kita sahabat, ingat ?" Jika dikatakan, perasaan Ana saat ini jauh lebih baik daripada tadi. Mereka sahabat, saudara, dan semangat Ana untuk menjalani hari-hari yang gelap.

"Gue masih nyaman dengan aktifitas gue itu," Ana menjawab dengan sekedarnya dan melihat handphone yang berdering seraya mengkumandangkan lagu history dari penyanyi barat favorite Ana, One Direction.

Setelah melihat sipemanggil, ia langsung menggeser lambang panggilan itu kearah kiri yang berarti mereject panggilan tersebut.

DylanaTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon