Axel si Moodboster

1K 32 4
                                    

Taukah kalian apa arti dari hampa? Seperti itulah yang Ana rasakan sekarang. Jiwanya seperti kosong. Entah apa yang kurang. Semakin hari Ana semakin berpikir, apa yang kosong dari jiwanya saat ini?

Sekarang, dia sudah menemukannya. Kasih sayang. Cinta. Perhatian. Prioritas utama. Ke empat hal yang tak pernah dia dapat selama enam belas tahun dia hidup di dunia. Apa Ana tidak pantas mendapatkan itu semua?

Ana ingin menangis. Ana ingin marah. Ana ingin menyalahkan semua orang. Semua orang yang membuatnya menjadi makhluk yang tak memiliki perasaan seperti ini.

Taukah kalian rasanya sakit? Sakit karena tak pernah di anggap baik di depan matanya. Ana sudah berusaha untuk bisa menguasai semua hal hanya untuk orang yang dia sayang, namun sayangnya dia takkan pernah disayangi sebagaimana Ana menyayanginya.

Hatinya sakit jika di katakan sebagai anak tidak berguna. Ya, Ana tahu jika di bandingkan dengan Kak Radit, Ana memang tidak ada apa-apa. Kak Radit yang sempurna. Menguasai berbagai macam bahasa, menguasai akademis dan non-akademis. Semua hal dalam diri Kak Radit bisa membuat siapa saja iri, termasuk Ana.

Namun, Ana hanya iri akan kasih sayang yang Papa dan Mama berikan untuk Kak Radit. Kasih sayang dan cinta yang tiada tara. Perhatian yang melimpahnya. Dia juga mendapatkan prioritas utama di dalam keluarga.

Ke empat hal yang dia inginkan semuanya berada dalam jangkauan Kak Radit. Sedangkan dia? Bahkan ketika ulang tahunnya tak ada ucapan selamat ulang tahun maupun kado yang biasanya mereka rayakan dan belikan setiap ulang tahun Kak Radit tiap tahunnya.

Kenapa dia selalu berbeda? Ana sudah sebisa mungkin mencoba menjadi seperti Kak Radit. Namun, dia tidak bisa. Semakin dia memikirkan cara agar menjadi Kak Radit, semakin dalam luka yang dia torehkan kembali dalam hatinya.

Semuanya telah menorehkan luka yang sampai saat ini tidak ada yang bisa mengobatinya.

Ana marah! Ana kecewa! Siapa yang akan dia salahkan? Tentu saja dirinya sendiri! Sudah cukup An, kamu lebih baik daripada semua orang di dunia ini.

Ana sudah lelah menangis terus menerus setiap malam. Ana lelah mengharapkan sesuatu yang mustahil. Tolong Tuhan, sekali ini saja. Ana mohon.

Apa tidak cukup dia berada dalam masa percobaannya selama enam belas tahun? Apa Ana harus mendapatkan ujian hidup darinya selama sisa hidupnya? Apa dia tak dapat bahagia?

Yang lebih menyakitkan, saat Ana selalu di bandingkan dengan Kak Radit. Kak Radit yang bisa ini dan Ana tidak. Kak Radit yang mengetahui ini dan Ana tidak. Kak Radit yang menjadi kebanggaan mereka dan Ana tidak.

Bukannya Ana tidak mau mencoba, usahanya selalu gagal setelah mencoba berkali-kali. Bahkan jika dia diibaratkan dengan tanah liat, maka usaha yang telah dia lakukan layaknya tangan pengrajin yang selalu salah dalam membuat karya seni.

Ana sudah bosan berharap. Untuk apa berharap jika harapan tidak akan pernah di kabulkan? Aku bingung dengan perasaanku saat ini.

Semakin ia memikirkannya, semakin banyak sayatan yang ia buat di pundak. Semakin Ana memikirkan sikap mereka, dia semakin mendalam kan pisau yang menyayat pundaknya.

Tak peduli dengan darah yang terus keluar, Ana tidak merasakan apapun. Tidak sakit sama sekali.

Apa Mama pernah merindukanya seperti dia merindukan Mama setiap saat?

DylanaWhere stories live. Discover now