Overdose

1.2K 41 4
                                    

Aku menarikmu lebih dekat dengan semua yang aku punya. Sekarang aku tidak bisa mengubahnya kembali. Ini jelas merupakan kecanduan yang berbahaya. Begitu buruk tak seorang pun menghentikannya. -EXO Overdose

•••

"Bun, kayaknya kita harus bawa Dylan ke dokter secepatnya!" seru Keenan saat mereka sekeluarga berkumpul di ruang keluarga di hari Minggu yang tenang dengan menonton siaran televisi dan memakan cemilan yang disediakan Bunda.

Mereka menolehkan kepala ke arah Keenan sebelum menatap Dylan yang tengah tersenyum bahkan cekikikan melihat layar ponselnya. Ketiga orang itu hanya menggelengkan kepala seraya tersenyum geli sebelum melanjutkan aktivitas.

Ayah dengan tidak perdulinya merangkul Bunda ke dalam dekapannya dengan siaran televisi yang menyala di hadapan mereka. Bunda tengah memakan buah segar dan ikut menonton bersama Ayah. Sedangkan Kinnan memakan cemilan seraya membaca novel yang tengah digandrungi remaja saat ini.

Melihat ucapannya diabaikan, Keenan menghentakkan kaki meninggalkan ruang keluarga dengan sebal, bahkan saat ia pergi dari ruangan itupun mereka hanya menolehkan kepala sejenak sebelum kembali ke aktivitas sebelumnya.

Dengan masa bodoh Dylan melanjutkan acara chatting di pagi hari ini dengan tenang. Ia hanya melirik dari sudut matanya saat Keenan melenggang meninggalkan ruang keluarga tanpa ada niatan menyusul atau apapun yang berhubungan dengan aksi ngambek Keenan.

"Kamu sayang sama pacarmu, Dek?" tanya Ayah tanpa mengalihkan pandangan dari televisi yang menyiarkan berita wawancara seorang tokoh masyarakat, Dylan yang merasa dirinya ditanya menolehkan kepala ke Ayah.

"Iyalah, Yah. Kalau gak sayang kenapa dipacarin?" menurut Dylan, ini pertanyaan yang mengesalkan, menanyakan perihal perasaan dengan sang kekasih yang saat ini tengah ia chat membuatnya seketika sebal.

"Santai, Dek. Ayah cuma nanya." sahut Ayah dengan santai dan melanjutkan acara menontonnya. Sedangkan kedua perempuan cantik di keluarganya hanya menggelengkan kepala dengan senyuman geli di wajahnya.

Dylan mendengus sebal sebelum melenggang menuju kamarnya sehingga ia bisa menelpon sang kekasih dengan aman dan tanpa gangguan sedikitpun.

"Halo."

"Hai."

"I miss you."

"Kita baru gak ketemu hari ini, masa udah kangen aja?"

"Aku kangen kamu setiap detik."

"Gombal banget, kamu Lan."

"Loh? Kok gombal sih, beneran!"

"Iya deh, iya."

"Kamu gak percaya?"

"Percaya, Dylan."

"Yaudah, bagus."

"Bagus kenapa?"

"Bagus kamu percaya aku."

"Hehehehe." Ana tertawa kecil sebelum memutuskan sambungan telponnya tanpa mengatakan apapun pada Dylan. Dylan mengerutkan keningnya dan mencoba menelpon Ana yang sayangnya panggilan itu tak terjawab. Ada apa dengan Ana?

Dylan bergegas mengganti pakaiannya dan mengambil kunci motor miliknya serta berlari menuju gerbang dan mengabaikan tatapan penasaran keluarganya di ruang keluarga.

Yang ada dalam pikirannya hanya satu. Keadaan Ana. Karena selama dua bulan mereka berpacaran, Ana tak pernah seperti ini, maksudnya ia tak pernah memutuskan sambungan telpon secara mendadak dan tak bisa dihubungi.

DylanaWhere stories live. Discover now