Live While We're Young

2.3K 72 4
                                    

Tuhan tahu, seberapa kerasnya aku memperjuangkan orang yang aku cintai untuk berada di sisiku. -Dylan

***

"Kamu cantik An," ucapan Dylan membuat Ana menghentikan gulungan spagetti yang hendak dimakannya, sontak pipi Ana memerah dan dengan cepat ia melahap gulungan spagetti yang terhenti dihadapannya.

"Thanks." Dengan salah tingkah Ana memakan Spagetti Aglio Olio dihadapannya dengan sedikit menunduk guna menutupi kedua pipi yang ia yakini merona.

Tingkahnya itu membuat Dylan terkekeh melihat pemandangan indah dihadapannya, sudah banyak keajaiban yang Dylan lihat hari ini terhadap perubahan Ana. Dan jujur saja, ia menyukainya.

"Kamu makin cantik kalau tersenyum seperti itu," rona dipipi Ana menyebar sampai ke telinganya. Ana makin menundukkan kepalanya untuk menutupi rona merah yang menyebar diseluruh wajahnya.

Dylan hanya terkekeh dan mengacak rambut Ana sehingga pemiliknya mendongakkan wajahnya hendak protes, namun diurungkannya karena wajahnya masih terpenuhi rona merah yang belum hilang.

"Ayo pulang," ajak Ana karena makanan dihadapannya telah kandas dan berpindah keperutnya.

"Cepet banget sih udah mau pulang," Dylan menggerutu sedangkan Ana malah asik meminum Strawberry Smoothie yang tinggal setengah itu.

"Yaudah ayo," Dylan berdiri dan mengulurkan tangannya berharap Ana mau menggandeng tangannya.

"Tangannya kenapa bang? Dikira mau nyebrang pakai gandengan segala?" Ana tertawa dan meninggalkan Dylan berada dibelakangnya dengan salah tingkah.

Dylan tertawa akibat ulah Ana tersebut dan menggunakan tangan yang ia ulurkan tadi untuk menyisiri rambutnya seraya mengejar Ana yang berada jauh dihadapannya.

***

"Assalamualaikum," salam Dylan ketika memasuki rumahnya sembari melepas sepatunya.

"Waalaikumsalam," balas Bunda yang berada di dapur dengan mengucapkannya sedikit lebih keras.

"Bun, masak apa?" Dylan menghampiri Bunda dan memeluknya dari belakang, mencium aroma masakan membuatnya membayangkan jika ia sudah berumah tangga nanti, akankah istrinya memasaki makanan kesukaannya?

"Kamu itu, kebiasaan ya dek," Bunda mencubit perut Dylan, sehingga lamunan Dylan akan masa depannya buyar dan digantikan dengan rengekan kesakitan yang keluar dari mulutnya.

"Aduh Bunda," Dylan masih terus mengaduh karena cubitan Bunda bisa dibilang pedas.

"Makanya jangan gangguin Bunda, udah sana ke kamar, temen-temen kamu disana," alarm tanda bahaya langsung berbunyi dikepala Dylan.

Terakhir Dylan meninggalkan kamarnya untuk ditempati 2 orang makhluk tak bertanggung jawab, kamarnya telah hancur.

Meja terbalik, pakaiannya berada diluar dan tidak terlipat rapi seperti biasanya, kasurnya yang sangat berantakan, serta banyak rempah-rempah makanan yang berserakan.

Dengan langkah cepat Dylan memasuki kamarnya, tidak bisa ia biarkan mereka mengacaukan kamarnya untuk yang kesekian kalinya. Mana Keenan belum pulang lagi, Dylan harus menyelesaikan urusan ini sendiri sepertinya.

DylanaKde žijí příběhy. Začni objevovat