Andai Ini Sujud Terakhirku
Aku belingsatan di tengah gemilap
Merangkum setiap kilauan hiasan dunia
Tubuhku makmur, berlumuran harta benda
Tapi tidak hatiku!Sesering apapun air suci menyesapi lekuk tubuhku
Tak mampu mengikis gumpalan debu di sekeping rasa
Memadat, hingga menyesaki pelataran sukma
Aku teramat kotor!Seruan sembah menggetarkan bilik hati
Di sepertiga malam—ketika sejuk merayu raga
Aku terjaga ....
Menerawang sayu di beranda kelam yang berkaratAndai ini sujud terakhirku
Izinkanlah kucicipi wewangian ampunan-Mu!
Sebelum kening kuangkat
Indahkanlah air mataku menganak sungai di sajadah usang
Hingga gundukan dosa nan telak
Melebur ... seiring terbitnya sang fajarMakassar, 02 Juni 2016
***
Biarkan Tangan Tuhan Menari
Dedoa menyembur, berpacu debu jalanan
Sejumput angan mengakari sengat mentari
Asa berantai, bertunas di setiap kepingan uang logam
Merembes dari tangan-tangan berpayung ibaGadis cilik berkulit legam itu ... ringkih!
Berdamai di bawah bayangan selembar koran lusuh
Hadirnya nyaris tak terdeteksi
Tangan menengadah, serupa bayangan tanpa nyawa
Suara lirih, senada hiruk-pikuk—memuakkan!Sekeping uang logam di telapak tangannya nan dekil
Punyai kemuliaan ....
Daripada amplop hitam bersegel dusta
Yang beringsut di balik kaca mobil—licin mengkilap
Atau wajah-wajah pahlawan yang terpasah
Di liang kantong seragam berpangkat wibawaDi balik kawanan asap knalpot yang membaluri biji matanya
Ia menerawang seberkas cahaya berwarna mimpi
Telah ia awali langkah kecil di undakan perjuangan bertuan takdir
Tak ada gentar, tepis ragu!
Biarkan tangan Tuhan menari!
Sang Sutradara drama jalananMakassar, 04 Juni 2016
***
Lampion Nelayan
Seutas malam di masa kecilku
Mengakar di benak hingga lena di keabadian
Di punggung perahu tua nan usang
Dengan layar membentang semegah mimpi
Ayah berkisah tentang hidup, perjuangan, dan pengorbanan
Menapaki titian waktu
Sembari menanti peri laut hinggap di jala kamiOmbak mengusik pelan ketentraman yang berlaga
Membuat lampion di ujung perahu menari
Cahaya ke-emasannya menyepuh wajah ayah
Menampilkan pintalan senyum yang senantiasa hangat
Walau kini kerutan usia mengitarinyaLampioan itu terus bergoyang
Seolah hendak mementaskan kelana
Bakti setia menemani tuannya mengarungi lautan
Di tubuhnya, kulihat terjal perjuangan ayah
Di cahayanya, semburat cinta mengalun untukku, dan ibu!
Sebab lampion itu ... rembulan ayah di atas perahuMakassar, 01 Juni 2016
***
Puisi-puisi ini sudah diterbitkan dalam buku antologi bersama berjudul "Sajak-Sajak Pelangi" (Aqlam Media; Oktober 2016)
Kenalan lebih dekat, yuk 😊
YOU ARE READING
Senandung Dawai Hati
PoetryKumpulan puisi yang sudah diterbitkan dalam berbagai antologi bersama, untuk event, dan beragam puisi lainnya. High Rank: # 302 in Poetry 25 Agustus 2017 # 491 in Poetry 27 Juni 2017 # 533 in Poetry 23 Juni 2017