Bab Tiga

9.3K 1.2K 99
                                    

☆Sherry Kim☆
.

Jaejoong terbangun dengan kepala sakit luar biasa. Bukan karena ia mabuk, dan ia tidak memiliki penyakit kepala atau semacamnya yang bisa membuatnya seperti ini.

Tidurnya cukup lelap kemarin malam. Sayangnya ia bisa memejamkan mata ketika fajar terbit. Jadi jangan heran jika ia bangun terlambat untuk sarapan pagi ini.

Tiga pasang mata menatap kearah Jaejoong saat pria itu berlari menuruni anak tangga. Senyum yang selalu menyambutnya setiap pagi terpatri di sana, di wajah orang yang menjadi alasanya untuk tetap bertahan hidup.

Jaejoong tidak menyesal tetap hidup sampai sekarang. Meski enam tahun terakhir ia hidup tanpa hati di dadanya.

"Selamat pagi." satu teriakan dari bocah berusia enam tahun memekakan telinga Jaejoong.

Pria itu sersenyum lebar, mencubit pipi gembal bocah itu. Lalu berdeham sebelum balas menyapa. "Selamat pagi." Lalu menarik kursi untuk duduk.

"Maaf tidak membantu pagi ini." ujar Jaejoong kepada kakaknya. Pria itu menatap satu anak yang duduk di sisinya penuh selidik.

"Aku tidak pernah merasa memiliki keponakan baru," gumam Jaejoong. "Dan kenapa kita ketambahan satu bayi untuk di rawat. Sangat merepotkan."

"Aku bukan bayi," ralat Kim Myung Soo. Putra Hyun Joong yang seminggu ke depan akan tinggal bersama mereka.

Hyun Joong dan istrinya memang tidak tinggal bersama mereka, karena urusan pekerjaan yang membuat ibunya keluar kota, membuat bocah itu di titipkan kepada Jaejoong dan Heechul.

"Aku sudah besar dan Papa bilang aku pandai. Sudah bisa gosok gigi, cuci muka sendiri dan ganti pakaian sendiri. Jadi aku tidak akan merepotan kalian."

"Kau masih bayi. Kau juga suka merengek saat tidak mendapatkan apa yang kau inginkan." Jaejoong mencomot sosis dari piring keponakannya itu. Mendapat tatapan tajam dari Myung Soo.

Bocah berusia enam tahun itu menatap ayahnya, meminta pertolongan pada Hyun Joong yang masih sibuk di dapur. "Papa...."

"Kau lihat," sahut Jaejoong. "Kau bahkan meminta pertolongan pada ayahmu sekarang."

"Berhenti menganggu keponakanmu dan kenapa kau tidak memakai pakaian kerja?" Kim Hyun Joong bertanya usai mengawasi adik keduanya dengan seksama. “Kau mau kemana pagi pagi begini?”

Jaejoong menerima piring yang di sodorkan kembarannya, Heechul yang sudah di penuhi potongan sandwich. "Aku cuti, hari ini aku harus menjemput dua pengeran kita yang di culik Seung Hyun sejak kemarin."

“Jauhkan anak anak darinya jika kau tidak menikah dengannya.” saran Htun Joong sambil lalu.
Namun Jaejoong tahu kakaknya itu bicara serius. “Kita kan teman. Wajar jika dua pangeran kita akrab dengan Seung Hyun.”

Heechul duduk di kursi seberang meja. Mencondongkan tubuh untuk berbisik. "Apa kau sudah mendengarnya?"

Potongan sandwich itu berhenti di luar mulut Jaejoong. Kening pria itu berkerut menatap wajah saudara kembarnya. "Melihat apa?"

"Dia." lirih Heechul. melirik was-was kepada kakak pertama mereka yang masih berada di dapur. "Dia kembali."

Bunyi garpu beradu dengan piring membuat Heechul menatap kembarannya dengan terkejut. "Kau sudah tahu?"

Memungut kembali garpu itu, Jaejoong menyuapi diri sendiri dengan potongan besar sandwich. "Dia hanya tinggal di kota sebelah, kau pikir bagaimana aku tidak tahu. Keluarganya cukup terkenal. Ingat! Ayahnya pengusaha kaya raya dan memiliki mall serta pusat perbelajaan besar lain di Korea,” jelas Jaejoong seakan mereka tidak tahu seperti apa  Jung Joon Hoo itu. Dengan suara lebih lirih, seakan terpaksa mengatakan itu Jaejoong menambahkan. “Aku sudah tahu sejak beberapa hari setelah dia kembali. Sialnya dia akan tinggal di sini untuk selamanya."

A Snowy WinterWhere stories live. Discover now