Chapter 14

4.2K 387 11
                                    

"Hyung, kau tidak ingin keluar ?" Jimin masuk ke kamar Yoongi dengan cemilan di tangannya.

"Ani, aku benci diluar, kenapa cuacanya harus dingin. Ck." Yoongi duduk di kasurnya sembari membaca sebuah buku.

"Hmm namanya juga musim dingin. Karna cuacanya dingin jadi 'mereka' menamainya musim dingin." jawab Jimin datar.

"Yak ... aku tahu, dasar." Yoongi melemparkan satu bantal ke arah Jimin dan tepat sasaran.

"Wae ?" Jimin memasang ekspresi bingung dan tidak terima.

"Lupakan."

Jimin menghampiri Yoongi dan mengambil tempat tepat di dekat saudara sepupunya itu.

"Masih buku yang sama, ya ?" Tanyanya dengan nada ringan. "Apa tidak bosan menunggu ?" Lanjut jimin.

"Tidak maukah kau membuka hati untuk gadis lain ?" Jimin melontarkan pertanyaan lagi, namun Yoongi masih tetap pada pensiriannya. Diam.

"Apa anak yang kau maksud akan benar-benar kembali ? Aku kasihan padamu hyung, maksudku berhentilah mengharapkan sesuatu yang bahkan kau tidak tahu akan terjadi atau tidak."

Keterlaluan, Yoongi memang orang yang sangat keterlaluan. Dia sama sekali tidak menjawab satupun dari pertanyaan jimin.

Tapi tiba-tiba Yoongi angkat bicara."Sudah selesai ? Baiklah akan ku jawab."

Ia menaikkan jarinya, kemudian mulai menghitung."Ya ...Tidak ... Tidak ... bisa jadi."

"Sudah, aku pergi." Jimin keluar dari kamar Yoongi dengan wajah kesal. Namun Yoongi hanya menyinggungkan senyum di wajahnya.

'Aku kasihan padamu hyung, maksudku berhentilah mengharapkan sesuatu yang bahkan kau tidak tahu akan terjadi atau tidak'

Tanpa sadar Yoongi terus memikirkan apa yang dikatakan Jimin beberapa menit yang lalu. Dirinya memang tidak tahu kalau orang itu akan benar-benar kembali atau tidak. Dan anehnya ia tetap berharap dan yang lebih buruk lagi ia masih menunggu.

Tidal banyak yang bisa Yoongi  lakukan. Hatiku tidak bisa  ia kendalikan. Yoongi yang terus menunggu, walau tubuhnya sudah sangat lelah.

.

.

.

Yoongi melangkahkan kaki ke arah jendela kamarnya. Mendorong jendela itu untuk mengijinkan angin dingin menerpa kulit wajahnya.

Titik-titik putih yang jatuh itu sangat indah apalagi biasan cahaya matahari siang ini cukup terang.

'Indah'. Guman Yoongi dalam hati.

Tapi ada hal yang selalu membuatnya bertanya dan membuatnya bingung akan dirinya sendiri. Kenapa setiap tahun ia harus melewatkan semua keindahan musim dingin ini. Dan terkurung diam di kamar ini.

Setuju atau tidak, Yoongi sudah tidak ada bedanya dengan Rapunzel yang terkurung di menara dan tidak pernah melihat dunia luar. Tapi kisahnya ini bukan penyihir yang mengurungnya, tapi dirinya sendiri yang melakukan itu.

Katakan bahwa ia adalah orang egois, ia sungguh benci pada semua orang yang bahagia di musim ini. Untuk apa mereka bahagia, kalau cuaca dingin seperti ini bahkan bisa membunuh mereka. Pikir Yoongi kadang-kadang.

Ia terlalu naif dan egois pada dirinya sensiri.

---

Yoongi menutup kembali jendela itu dan memutuskan untuk keluar.

Miracle Love [END]Where stories live. Discover now