Prolog : Aku dan Dirinya

225 56 11
                                    

"Cindy, kamu jangan nangis. Ibu baik-baik aja kok. Paling dua atau tiga hari lagi ibu akan pulang.", kata ibu yang menenangkanku sambil membelai rambutku.

Sudah tiga bulan ibu di rawat di rumah sakit. Beliau divonis oleh dokter menderita penyakit kanker serviks dan sudah mencapai stadium empat. Aku hanya bisa berdoa atas kesembuhan mama yang bahkan dokter pun mengatakan sangat sedikit harapan untuk bisa menyembuhkan penyakit ibu secara total. Ibu pun hanya bisa bersimpuh di tempat tidur, karena beliau tak dapat berbangun lagi dengan kondisi kritisnya seperti itu.

"Ibu janji kan gak akan ninggalin aku sendiri. Ibu harus sembuh. Pokoknyaibu harus sehat. Aku gak mau lihat ibu sakit kayak gini.", ujarku yang tersedu-sedu.

"Iya Ibu janji.", ucap ibu tersenyum padaku.

"Smith, jaga anak kita baik-baik. Jangan pernah meninggalkannya sendirian di rumah. Dan berjanjilah sampai akhir hayatmu kau akan tetap setia padaku.", kata ibu sambil menggengam tangan ayah yang duduk di sampingku.

"Iya. Aku janji, Alexa." Ucap ayah berjanji pada ibu.

Tiga hari kemudian ibu pulang ke rumah. Ya, pulang ke rumah untuk selamanya dengan penuh duka dari seluruh kerabat dan keluarganya. Lebih tepatnya ibu sudah berpulang ke Yang Maha Kuasa.

Aku sangat bersedih akan hal itu. Bahkan saat ayah mencoba menghiburku pun aku hanya akan menanggapi sekenanya.

"Nona saya turut berduka atas meninggalnya nyonya. Saya tahu anda sangatlah sedih. Sayapun juga merasa sangat sedih atas kepergian nyonya. Tapi nona, jika nona terus menerus bersedih dan mengurung diri di rumah terus seperti ini, nyonya juga pasti akan sedih melihat anda dari surga." Kata bella seorang pelayan rumahku

"Kau tidak merasakan apa yang kurasakan." Ucapku sinis.

"Nona maukah anda bila saya menceritakan sesuatu yang sangat rahasia pada anda?" Kata Bella yang membuatku penasaran.

"Apa itu?"

"Saya akan menceritakannya. Tapi tolong jangan beritahu Tuan bila saya yang menceritakannnya. Sebenarnya ibu kandung nona masih hidup."

"Apa!?"pekikku tak percaya.

"Iya nona. Tapi maksud saya bukan nyonya." Ucap Bella lirih.

"Lalu maksudmu apa? Ini hanya lelucon bualanmu yang tak lucu? Kau pikir aku akan suka mendengarnya?" Kataku yang emosi terhadap Bella.

"Bukan nona. Ibu kandung nona saat ini ada di sebuah rumah kecil bersama dua orang anaknya merindukan nona. Ibu kandung nona sudah menjanda, dan beliau adalah sahabat tuan. Maksud saya ibu kandung nona bukanlah nyonya. Beliau sedang menantikan kehadiran anda." Kata Bella yang semakin membuatku kesal dan tak habis pikir.

"Cukup! Sekali lagi kau katakan aku tak akan segan menamparmu." Hardikku mendorong bahunya.

"Saya hanya mengatakan yang sebenarnya nona. Jika anda berkenan untuk menemui ibu kandung anda saya akan membantu untuk mempertemukannya..." celotehan Bella membuatkku muak dan geram hingga akhirnya tanganku berhasil mendarat di wajahnya

Plak!

"Tidak perlu kuulang lagi kan. Sudah jelas kau itu gila. Sepertinya aku harus mengirimmu ke rumah sakit jiwa." Kataku yang kemudian melenggang pergi.

Apa-apaan si Bella itu. Bisa-bisanya dia mengatakan aku bukan anak ibuku sendiri yang sudah jelas jelas melahirkan aku.
Batinku yang masih menahan amarah.

Bahagialah CinderellakuWhere stories live. Discover now