PART 10B

13.4K 185 0
                                    

Hari ini Salsa bingung dengan tingkah laku orang-orang yang ada di sekitarnya yang jadi aneh, mungkin hanya ayahnya saja yang ngga bersikap aneh.

            Rayan dan Arint baru kembali sekitar jam lima sore, padahal katanya Vega mereka cuma sebentar, tapi yang dibilang sebentar itu ternyata makan waktu satu setengah jam dari kepulangan Salsa. Udah gitu sikap Rayan dan Arint juga jadi aneh, pas mereka makan sama-sama, Rayan dan Arint hanya saling diam, mereka sama sekali ngga bicara, bahkan saat Arint pulang, Arint ngga ngomong apa-apa sama Salsa, padahal Arint biasanya care banget sama Salsa, tapi hari ini dia beda banget gitu.

“Kak Rayan!”, Salsa memanggil Rayan saat kakaknya itu hendak masuk kamarnya.

“Apa?”, jawab Rayan dengan nada yang kurang bersemangat dan ngga mood.

            Salsa mengurungkan niatnya. “Ngga jadi deh.”

            Rayan menatap adiknya dengan bingung, tapi tak lama kemudian dia berjalan kembali ke dalam kamarnya.

            Salsa berjalan ke ruang tengah, menyambar majalah yang ada di sekitarnya, dan membacanya, walaupun tidak bisa juga di bilang membaca. Masalahnya pikirannya melayang kemana-mana ngga ada satu pun topik majalah itu yang nyangkut di otaknya.

“Lagi baca apa nih?”, sebuah suara yang lembut berada di samping Salsa.  

            Salsa menoleh ke arah sumber suara itu. Di dapatinya ayahnya sedang tersenyum pada putri satu-satunya itu dengan penuh kasih sayang.

            “Ayah.” Dengan manja Salsa merangkul tubuh ayahnya. Sang ayah pun dengan sabar menanggapi tingkah manja putri semata wayangnya itu. Salsa lah yang paling kehilangan bundanya saat bundanya meninggal, mungkin karena Salsa adalah anak bontot yang paling manja dari pada kakak-kakaknya, apalagi Salsa ada bersama bundanya saat kecelakaan itu terjadi, dan saat bundanya menghembuskan nafas terakhirnya.

            “Ayah kak Rayan kenapa sih?”, tanya Salsa.

“Mungkin kakak mu ada masalah dengan ka Arint, mungkin lebih baik kamu diamkan dulu saja yah”, jawab Fadil pada putrinya.

“Kenapa?... apa masalah orang yang sedang jatuh cinta nih?”, tanya Salsa usil sekaligus ngasal abis.

“Hus! Kamu itu. Memangnya kamu lagi jatuh cinta yah?”, tanya Fadil balik menggoda putrinya. Sejak istrinya meninggal dia memang harus jadi ibu dan ayah bagi ketiga anaknya.

“Ih… ngga lah yah. Salsa cuma tanya soal kak Rayan aja kok”, ucap Salsa rada ngambek, dan melepas rangkulannya dari ayahnya.

“Kalau iya juga ngga apa kok, anak ayah ini kan udah gede”, ucap Fadil masih menggoda putrinya.

            Salsa cemberut. “Ayah apaan sih? Lagian ka Vega aja belum punya pacar, buat apa juga Salsa punya pacar?.”

“Kalau Vega, dia memang belum mau pacaran sebelum lulus, padahal… eh jangan kasih tahu kakak mu yah”, Fadil berbisik.

            “Apa yah?”, Salsa penasaran jadinya.

“Ayah sering loh terima telopon dari temen ceweknya Vega. Dan orangnya bukan yang itu-itu aja”, bisik Fadil.

            “Hah!.” Salsa berteriak kaget. Teriaknya itu mengundang pehatian Vega yang ada di ruang depan. Buru-buru Fadil menutup mulut anaknya.

            Salsa menutup mulutnya. “Temen kampus kali yah. Lagian ka Vega kan banyak temenya, belum tentu itu pacarnya”, bisik Salsa. Dia tahu betul Vega bukan playboy kaya Azis.

“Ayah kan ngga bilang kalau itu pacar kakakmu, ayah cuma bilang kalau kakakmu itu sering dapat telepon dari perempuan, tapi kakakmu itu cuek aja kalau ayah ledekin soal itu. Jadi intinya, kakakmu itu banyak yang minat juga yah, hahahaha”, canda Fadil.

“Ih ayah, masa gitu sama anaknya, ngga tahu yah kalau anak-anaknya ganteng-ganteng dan cantik gini”, protes Salsa.

“Iya-iya. Bukan gitu Sal, kakakmu itu tetap memegang prinsipnya sampai saat ini”, jelas Fadil.

“Oh”, seru Salsa.

“Terus anak ayah yang satu ini banya yang naksir gak?”, goda Fadil.

            Wajah Salsa memerah. “Ayah apa-apaan sih?”, Salsa cemberut dia bangkit dan berjalan ke arah kamarnya.

            Fadil hanya tersenyum memandang anaknya itu, dia  senang ketiga anaknya dapat tumbuh dengan baik, meskipun tanpa kehadiran seorang ibu di samping mereka.

            Ayah apa-apaan sih? Salsa ngedumel dalam hati begitu dia sampai di kamarnya, di raihnya buku tugas yang harus dia kerjakan hari ini juga, tapi baru saja tangannya mau menulis tiba-tiba saja…

“Salsa. Telepon nak”, panggil ayahnya.

            Salsa bangkit dengan malas dari bangkunya, siapa sih ganggu aja, pikir Salsa dalam hati sambil melangkah keluar dari kamarnya, saat di luar ayahnya dan Vega menatapnya dengan pandangan aneh. “Kenapa sih?”, tanya Salsa pada ayah dan kakaknya itu.

            Fadil dan Vega tidak menjawab, hanya senyuman yang menggoda Salsa yang mereka berikan.

            Salsa makin aneh dengan sikap ayah dan kakaknya itu. “Telepon dari siapa sih?”, tanyanya penasaran.

“Udah jawab aja sendiri”, jawab ayahnya sambil memberikan gagang telepon pada Salsa.

            Walau masih bingung Salsa meraih gagang telepon itu juga. “Halo.”

“Halo Sal. Ini gue Azis”, jawabnya.

            Salsa terdiam mematung, dan tak lama kemudian terdengar suara tawa dari ayah dan kakaknya. Salsa menatap ayah dan kakaknya itu, jadi ini yang membuat mereka manatap Salsa dengan pandangan aneh, gara-gara si Azis kunyuk!. Mau ngapain sih dia nelopon malem-malem.

“Halo Sal? Lo masih di situ kan? Dari tadi gue ngubungin lo tapi lo nya ngga ada melulu”, sambung Azis.

            Tawa ayah dan kakak Salsa makin kencang, Salsa makin kesal dibuatnya.

“Lo tahu dari mana sih telepon rumah gue?”, tanya Salsa pada Azis dengan ketus. Masalahnya dia kesel banget sama Azis, padalah dia baru ngeles ini itu sama ayahnya, eh si kunyuk malah telepon.

“Buku tahunan SD, kan nomor telepon lo ngga berubah”, jawab Azis.

“Terus? Lo mau ngomong apa? Awas lo kalau ngga penting!”, tandas Salsa tanpa basa-basi.

“Gue cuma mau ngomong sama lo aja”, jawab Azis.

“Ngga bisa di sekolah?”, tandas Salsa.

“Yah bisa sih”, jawab Azis.

“Itu namanya NGGA PENTING TAU!!!”, Salsa membanting teleponnya dengan keras. Dan langsung berjalan kembali menuju ke kamar, di lihatnya ayah dan kakaknya itu sedang tertawa geli, aduh kali ini mukanya pasti merah padam karena malu, awas tuh si Azis, gue bakal buat perhitungan!.

.*ëTë*.

Teen series : Are we still enemy ?Where stories live. Discover now