PART 14B

13.4K 307 3
                                    

“Kenapa sih muka lo di teluk aja Sal”, tanya Verald sambil menyetir mobilnya, kali ini bukan jeep yang bisanya dipakai Verlad, tapi sebuah mobil sport warna putih hitam metalik, yang memang sudah dimilikinya sebagai hadiah ulang tahunnya yang ke- 18 kemarin, kata Verald sih itu khusus di pesan ayahnya yang masih di Rusia, tapi Verlad tidak mau memakainya karena menurutnya terlalu mencolok kalau dipakai ke sekolah, hanya saja hari ini kondisi darurat, jeep kesayangannya itu sedang masuk bengkel, Well, dia harus puas dengan mobilnya yang ini.

            Salsa tak menjawab. Matanya masih tak teralihkan dari pemandangan yang tertampil di balik kaca mobil Verald.

“Lo marah gara-gara gue kelamaan yah?... kalau iya gue minta maaf yah”, tanya Verald lagi.

            Salsa hanya diam, dia memang sedang marah, tapi sama Azis.

            Sadar kalau Salsa sedang malas ngomong, Verald mengurungkan niatnya untuk mengajak bicara Salsa, pandangannya kembali tertuju ke kemudinya.

            Sampai rumah Arli, Salsa masih jarang bicara, paling kalau ibunya Arli mengajak dia bicara, atau kalau Arli menanyakan kabar sekolah, karena hari ini dia tidak dapat hadir karena sakit, selebihnya nihil, Salsa sama sekali tidak mau bicara.

            Satu setengah jam setelah kedatangan Verlad dan Salsa. Arli, Iyan dan Verald asik ngobrol di ruang belakang rumah Arli, ruangan itu memang di sediakan khusus untuk tempat ngumpulnya teman-teman Arli. Ruangan yang cukup luas dengan bagian belakang terbuat dari kaca yang langsung menghadap ke kebun luas yang ada di halaman belakang, membuat suasana yang sejuk dan asri untuk tempat kumpul-kumpul.

            Salsa duduk di ayunan kayu yang ada ditengah kebun, dia lagi males bergabung dengan teman-temannya.

“Rald! Salsa kenapa sih?”, Iyan menyikut badan Verlad yang dari tadi memperhatikan Salsa.

            Verlad yang sedang memperhatikan Salsa langsung kaget dibuatnya. “Iya kenapa?”, tanyanya kikuk.

“Lo naksir Salsa?”, tanya Iyan dengan tampang serius.

“Hah?!”, Verlad melongo kaget. “Sembarangan Lo!.”

“Abis, lo jangan ngeliatin kaya gitu dong. Inget Rald! Dia udah ada yang punya”, jawab Iyan seenaknya saja, lalu tertawa. “Santai Sob.”

“Gak gitu kali. Gue cuma ngerasa kalau Salsa aneh hari ini”, jawab Verald.

            Iyan dan Arli saling menatap. Dan kemudian membenarkan pernyataan Verlad itu dengan mengangguk.

“Lo apain sih Rald?”, tanya Arli.

“Ngga lah! Lo dari tadi pada ngacok deh! Dari gue jemput di perpus dia udah kaya gitu. Gue kesana dulu aja deh”, Verlad berjalan ke tempat Salsa.

“Gue kadang ngga ngerti sama Verlad”, ucap Iyan sepeninggalan Verald.

            Arli membenarkannya dengan mengangguk.

            Sementara Verlad berjalan menuju ke ayunan yang sedang di naiki Salsa, “Sal, gabung dong sama yang lain, gak enak kan sama Arli.”

            Salsa menoleh. “Hmm... iya”, Salsa berjalan mengikuti Verald ke tempatnya semula.

            Tapi  sebelum Salsa sampai ke tempat Arli dan Iyan, terdengar bunyi mesin dari depan rumah Arli. Arli, Iyan, Salsa dan Verald menghambur ke depan rumah.

            Empat pasang mata itu kaget. Apalagi saat Ersa turun dari sebuah mobil Ario tipe terbaru dengan warna hitam metalik, di balik kaca mobil itu seorang pemuda sedang tersenyum pada Ersa, dan Ersa pun membalas senyuman pemuda itu dengan senyum yang manis.

            “Rivand!!!”, serta merta keempat sahabat itu berseru kaget.

            Ivand tak lama di situ, setelah Ersa turun dari mobilnya, dia segera menstarter mobilnya meninggalkan depan rumah Arli, besar kemungkinan Ivand tidak melihat Salsa dkk, karena terhalang oleh pintu gerbang, sehingga dia tidak turun dari mobilnya. Tapi yang jelas Salas dkk, dapat melihat dengan jelas.

            Ersa mendapati keempat temannya sedang menatapnya penuh tanda tanya ketika ia membuka pintu gerbang Arli yang memang di buat khusus dari bahan kaca yang hanya bisa di lihat dari dalam saja.

“Lo kalian kok di sini?”, Tanya Ersa yang sepertinya lupa kalau gerbang rumah Arli itu bisa dengan jelas memperlihatkan keadaan di luar rumah.

            Keempat sahabatnya itu saling pandang dengan bingung. Namun Arli langsung menarik Ersa ke ruang belakang dan menyuruhnya duduk. “Kok lo bisa di anter sama Ivand, Ivand kan temennya Azis?.”

“Lo kok kalian tahu?”, tanya Ersa yang masih juga belum sadar.

“Tahu lah! Kan gerbang gue bisa tembus pandang ke luar”, jawab Arli gemes.

“Ehh!!!”, Ersa baru sadar, namun dia langsung membuat expriesi rada bego. “Hehehe, tadinya sih gue ngga mau kalian tahu dulu”, jawabnya cengengesan.

“Udah deh, cerita aja, yang lengkap!”, ucap Salsa penasaran.

“Iya-iya. Satu Minggu yang lalu gue ketemu Ivand pas gue lagi nganterin adek gue maen skating, si Liza ngotot minta anterin gue maen, padahal gue kan ngga bisa skating gitu loh! Tapi dasar si Liza bengal, dia berhasil maksa gue ma nyokap nganterin gitu. Alhasil bukannya maen, gue malah jatoh melulu, nah pas si Liza dengan puasnya ngetawain gue, si Ivand ma temen-temennya dateng, dia nawarin ngajarin gue ma adek gue, gue terima lah, dari pada badan gue pada sakit semua gara-gara jatoh. Nah beberapa hari kemudian gue baru tahu kalau Ivand itu anak temen bokap gue, gue tahu pas ada acara makan malem gitu sama temen bokap gue, eh si Ivand nongol. Nah kalau tadi sih gue ngga sengaja ketemu dia di jalan, karena gue udah telat kesini, gue terima aja tawaran dia nganterin gue kesini”, cerita Ersa panjang lebar, saking panjang lebar kaya kereta, Ersa sampe ngga sadar kalao air satu botol udah abis sama dia sendiri.

“Terus?”, Tanya Salsa.

“Apanya?”, Ersa bingung.

“Yah terus gimana?”, Salsa memperhatikan teman-temannnya yang ada di situ.

“Yah ngga ada terus-terusan lah. Kan gue langsung kesini. Sekarang kita maen tebak-tebakan yuk, yang kalah jemput semuanya besok”, jawab Ersa ngeles.

            Keempat temannya saling pandang, sebenarnya masih pingin Tanya sih, yapi kayanya Ersa ngga mau jawab lebih dari ini, lebih baik tunggu waktu yang tepat, nanti tinggal Tanya lebih lanjut sama dia.

.*ëTë*.

Teen series : Are we still enemy ?Where stories live. Discover now