|| Red Velvet Cake

1.7K 191 53
                                    

Teksturnya yang padat namun lembut tidak akan keluar dari rangsangan lidah. Perpaduan adonan cokelat samar dengan tambahan cheese frosting yang mapan. Warna merah elegan yang tak pernah gagal mengunggah kepuasan hati

Berapa suap yang akan kaumakan hari ini?

<=>

Menghela napas, aku merasakan ada sebuah telapak tangan yang menepuk pundakku. Itu membuatku sedikit tersekat, kaget. Dengan was-was dan perasaan panik aku langsung membalikkan tubuhku untuk melihat sosok tersebut.

.... ah, ternyata hanya perasaanku saja. Tidak ada siapa-siapa di belakangku, kecuali hamparan salju. Mungkin karena kedinginan, indra jadi kacau-balau. Namun, padanganku menjadi terpaku kepada banner tulisan yang terpajang di depan wajahku.

Kunugi Café, itu kata banner tersebut. Aku tak menyangka ada kafe kecil tepat di belakangku. Apa mungkin tepukan tadi adalah panggilan Tuhan agar aku menengok ke belakang?

Mungkin, sih.

Aku berdiri, lalu menempelkan wajahku ke cermin transparan yang menjadi tembok kafe itu agar bisa melihat dengan jelas. Aku meninjau dalam, penasaran. Di pintu tertulis “open”, tapi tak terlihat ada orang sama sekali dalam bangunan ini.

Apakah aku harus masuk? Tapi ... tak enak juga kalau di dalam hanya menumpang teduh saja.

Mm ... tetapi di dalam tidak ada orang, mungkin tidak apa-apa? Niatku juga sama sekali baik, kok.

Dengan akhir pemikiran seperti itu, aku memutuskan masuk ke dalam bangunan kecil tersebut. Tanganku meraih kenop pada pintu, lalu memutarnya dan menariknya----

--tanpa tahu bahwa ada laki-laki yang menyeringai di sampingku.

"DUAR!,"

"--GYAAA!"

Kakiku sontak terpeleset salju karena kaget. Untung saja orang yang mengagetkanku itu membantuku seimbang dengan menggenggam sebelah pergelangan tanganku. Ia tersenyum licik kepadaku sambil mengangkat kedua alisnya. "Hayoo~, mau ngapain?~" tanyanya. Nadanya sangat amat terdengar seperti ejekkan. Bukannya aku merasa tersinggung atau apa, sih.

Aku masih berusaha memapankan napasku yang masih berantakkan. Mataku menatap kesal ke arah pemuda berwajah-tampan-namun-ekspresinya-membuatku-gondok itu. Setelah merasa sudah aman, aku melepas tanganku dari genggamannya, lalu menepuk-nepuk mantelku dari kotoran dan debu. "Maaf," ucapku pelan, "aku hanya kedinginan, jadi—“

"Oh? Ara ..., kalau begitu maafkan aku, tadinya aku kira kau berkomplot dengan buronan di sini. Pencopet sedang marak-maraknya di sini, kau tahu?" Ia menjelaskan dengan angkatan bahu bagai titik.

"Oh, begitu ...."

"Umu, sebagai permintaan maafku, kau boleh masuk sekarang." Pria itu kemudian menatap pintu, tertawa sedikit. "Pintunya jangan dibuka terus, dong. Nanti kafenya ikutan dingin, lho."

Aku yang tidak menyadari bahwa pintu telah dibuka olehku menjadi terperanjat karena ucapannya tadi.

"I-Iya juga! Maaf--"

"Santai, santai. Sekarang masuk saja, oke? Kau sudah dapat izin dari pemiliknya, nih." Pemuda itu membusungkan dada. Ah ... jadi dia pemilik kafe ini? Hebat sekali. Padahal kelihatannya dia seumuran denganku.

Pria itu berjalan mendahuluiku, masuk ke dalam bangunan tanpa membuka alas sepatu. "Selamat datang di Kunugi Café!" Bagaikan bermain opera, Ia menjulurkan tangannya, membuat helai merahnya sedikit terhembus angin, lalu membungkuk. "Silakan masuk, Nyonya. Jangan lupa alas kakinya dibuka."

Ansatsu Kyoushitsu X Reader Oneshots (Bahasa Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang