|| Nutella Ganache Covered Cheesecake

1.4K 158 38
                                    

Cheesecake sederhana yang dilapisi ganache nutella. Lembut dan seakan meleleh di lidah. Jangan lupakan topping bola-bola wafer yang dibuat dari bahan pilihan.

... segalanya akan terasa lebih baik dengan Nutella, bukankah begitu?

<=>

Ano—kau, baik-baik saja?”

Tak sadar akan diri yang masih tercenung melihat orang yang mengulurkan tangan, aku berguncang—keluar dari lamunan kosong karena kemunculan pemuda itu yang bisa dibilang tiba-tiba.

D-Daijoubu!” teriakku sambil beranjak berdiri. Pada akhirnya tangannya yang putih pucat itu aku tak hiraukan. Membungkuk sedikit, aku mencoba memandang orang itu dari ujung mata. Orang itu—misterius. Tubuhnya jenjang, terbalut dengan seragam khas pekerja sampingan di kafe-kafe. Namun aku sama sekali tidak bisa melihat wajahnya dengan begitu jelas—bagaimana aku bisa, kalau kedua mata orang tersebut tertutup poni rambut miliknya? Mungkin itu model rambut yang terkenal di wilayah sini. “Maafkan aku ... duduk di depan kafe sembarangan ....”

Lelaki itu hanya diam, sepertinya ia menatapku dari balik poni rambut miliknya. Kemudian kepalanya bergerak ke kanan, bagaikan seseorang yang sedang berpikir. Lalu ia melempar tatapannya kepadaku, terdapat jeda yang lumayan panjang sebelum ia mengatakan. “... kau mau masuk ke dalam?”

Mataku membulat. “E-Eh ...?”

“Di sini dingin ... di dalam hangat. Tidak apa-apa kalau kalau kau ingin berteduh sebentar .... Maa, aku juga tidak keberatan jika kau tidak mau ....”

“M-Mau!! Tentu saja aku mau!!” Termakan antusiasme serta kebahagiaan yang berlebih, tubuhku dengan refleks mencondong ke depan, menyebabkan wajahku kini sangat dekat dengan wajah sang lelaki. Mataku berbinar—mungkin terlihat memelas juga—menatapnya dengan penuh harap.

Melihat kelakuan anehku yang begitu mendadak, setetes peluh menetes dari pelipisnya sebari ia mundur beberapa langkah dengan canggung. “Ka-kalau begitu,” dehamnya. “silakan masuk.”

Ha’i, arigatou!!

.

.

Tidak terlalu luas, namun tidak bisa dibilang kecil pula. Ukuran yang pas untuk sebuah kafe santai dengan nuansa klasik. Hawa di dalam hangat akibat penghangat ruangan yang disimpan di sudut ruangan. Lantai membentuk pola simetris berwarna hitam putih, dan nuansa nyaman semakin terasa akibat lampu berwarna oranye yang secara samar menyinari ruangan.

“Waah, erai ....” Aku merasa hatiku meluap-luap saat masuk. Padahal sebelum-sebelumnya aku sudah sering pergi ke kafe atau kedai makanan yang tampilannya tidak jauh berbeda, tapi hari ini, kafe kecil ini sudah cukup membuatku terpana.

“Silakan,” kata pemuda itu.

“I-Iya!” Dengan akal yang masih kacau, aku memilih kursi yang terletak paling dekat dari mana tubuhku berdiri. Sejenak aku merasakan sesuatu yang aneh—seperti ada yang menekan-nekan perutku dari dalam. Mungkinkah ini ... canggung? Takut?

Saa, aku akan ke dapur sebentar.”

Senyuman singkat aku tunjukkan pertanda mengiyakan. Dengan dia yang pergi ke dapur—meninggalkan aku di tempat makan sendirian—sebuah rasa penasaran mulai menyentuh benakku. Pertanyaan-pertanyaan seperti: “Apa aku aman di sini?” “Apa dia orang yang baik?” atau “Apa aku mengganggu?” mulai terngiang tak terkontrol, menyebabkan aku menggeleng-gelengkan kepala. Mou, sudah bagus ada yang menawarkan bantuan, kan?!

Ansatsu Kyoushitsu X Reader Oneshots (Bahasa Indonesia)Where stories live. Discover now