Ch.7: Pulang bareng

1.3K 120 8
                                    

"Rii, tolong ambilin serok sampahnya!" teman se-jadwal piketku, Farah, memanggilku dari depan pintu kelas.

"Iyaa," balasku sambil meraih serok sampah di belakang kelas. Kusodorkan seroknya ke farah yang sedang menyapu kelas. kemudian aku pergi lanjut mengelap jendela kelas, yang saking berdebunya membuat mataku berair karena menahan bersin.

"Nah..." gumamku sambil mengusap dahi. Selesai juga pekerjaanku.

Aku meletakkan pembersih kaca sekenanya dan mengambil tasku dengan buru-buru. "Aku pulang duluan ya!" ucapku pada murid-murid di kelas sebelum berbalik arah ke lapangan timur sambil berlari-lari kecil.

Hari ini sudah seminggu sejak aku mendaftar taekwondo. Setelah mendapat seragam taekwondo dan tetek bengek lainnya, akhirnya jadwal latihan pertama ekskul pun tiba.

Latihannya diadakan di lapangan timur sepulang sekolah. Makanya, hari ini aku pergi buru-buru, takut telat seperti saat mos kemarin. Apalagi kebetulan hari ini jadwalku piket.

"Rireei!!"

Aku yang sedang berlari ngerem mendadak begitu mendengar suara itu. Kutolehkan kepalaku, dan nenemukan Nadia sedang melambai kearahku.

"Nadia, belum pulang...?"

"Hehehe, biasanya aku memang pulang jam segini, main di sekolah dulu." Nadia nyengir, menunjukkan barisan gigi-giginya.

"Kamu juga mau pulang kan? Bareng ya?" ucapnya penuh harap.

"Nggak, sebenernya aku mau latihan taekwondo..." ucapku refleks, yang langsung kusesali. Kenapa aku malah menyia-nyiakan kesempatan pulang bareng Nadia?

"Oh iya, rirei ikut taekwondo ya? latihannya di lapangan timur kan? Kebetulan aku pulangnya lewat gerbang timur. Jadi kita bisa bareng."

...syukurlah.

"Kalo gitu, ayo...!" ajakku sambil tersenyum tipis. Dalam hati aku merasa senang bisa pulang bareng Nadia. kami pun jalan bersisian. Diam-diam aku berusaha berjalan selambat mungkin.

Diantara lalu lalang anggota sekolah lain, kami berdua berjalan dalam diam. Rasanya aku sulit memulai pembicaraan karena gugup.

Kenapa juga aku gugup? Astaga!

"Kalo dipikir, kita belum terlalu deket ya, padahal kita ketemu di hari pertama mos." gumam Nadia tiba-tiba.

"Hmm..." aku bingung menjawab apa.

Nadia tertawa kecil. "Rirei pendiem ya. Di kelas juga kalo ngomong seperlunya aja. Padahal aku selalu mancing kamu dan Sera biar cerewet loh."

Jadi dia melihatku seperti itu ya. Aku membatin sambil menatap sepatu hitamku.

"Yah... Kalo itu memang sifatku. Susah diubah," aku mengaku malu.

"Untung nggak separah sera." Nadia tertawa lagi.

"Uhh... Jangan ngejek dong."

"Tapi nggak apalah, daripada mulut ember kayak aku. Ngomoong terus, nggak ada habisnya. Ngeselin ya? Hehehe."

Aku menyergah cepat. "Nggak kok! Menurutku kamu nggak ngeselin. Justru aku suka..."

Glek. Aku terdiam. Baru sadar dengan apa yang aku ucapkan.

Nadia menoleh kearahku dengan mata tertarik. "Hee...? kamu bilang apa tadi? Suka apa...?"

"He.. Heh? Suka maksudnya? Kamu salah denger kali?" Aku memalingkan wajah cuek seolah tak ada apa-apa.

"Justru aku suka..." bisik Nadia menggodaku. Aku menutup wajahku. Aaaah!! Lupain yang tadi! Memalukan!

Nadia sekarang berhenti dan menatapku menyelidik.

"Hayo, kamu mikirin apa tentang aku? Cepet jawab atau aku aduin ke Mika," seringainya jahil.

"Nggaak! Aku cuma kagum sama sifatmu yang gampang berbaur." ucapku berusaha menjelaskan.

"Masa?"

"Iyaa! aku sebenernya kagum sama kamu sejak kamu menolong aku pas MOS. Kamu baik hati dan peduli sama aku..." Aku diam sejenak. "Terus pas kita sekelas, kamu baik hati ngajak aku berbaur sama yang lain, dapet temen. Kamu juga ramah, ceria, supel..."

Aku berhenti berbicara. Nadia diam. Tapi kemudian dia tertawa.

"Alah, kirain apa Ri. kamu lebay ah. Memangnya aneh aku ngajak kamu ngobrol dan kenalan?"

...Mungkin bagi manusia normal nggak, Nad. Sayangnya dulu aku terlanjur ketahuan kalo aku bukan manusia normal. Bukan manusia, malah.

Aku tertawa. "Mungkin karena aku pendiem, jadi jarang diajak ngobrol dan kenalan?"

"Huu! Makanya, jangan jadi pendiem, kamu mau ngikutin Sera? Bisa-bisa dijauhin satu kelas tuh dia cuek bebek terus kayak gitu..."

Lagi-lagi aku tertawa. Kurasa Sera nggak akan peduli walau dimusuhin satu sekolah sekalipun. Anaknya secuek itu.

Tak terasa, kami sampai di depan gerbang yang penuh dengan murid yang akan pulang. Beberapa pedagang makanan terlihat diantara lalu-lalang kendaraan.

"Duluan ya!" Nadia melambaikan tangannya. Aku balas melambai. Nadia menyebrang jalan menuju trotoar. Kutatap punggungnya yang tertutupi tas hingga ia menghilang di belokan jalan sana. Aku mematung sejenak di depan gerbang.

"Oh iya, latihan taekwondo..."

Vampiric Love (GxG)Where stories live. Discover now