Chapter 12 : Elena

17.2K 1.1K 18
                                    

Esoknya. Audie datang kembali untuk menjengukku. Sudah dua jam ia berada dikamarku, mengajakku mengobrol, menemaniku sarapan dan minum obat, mengajakku bercanda dan lainnya. Bahkan aku sudah tidak bosan lagi karena harus berdiam diri dan menonton Gerald yang sedang menyantap berbagai macam makanannya. Entah mengapa, ia selalu memakan makanan berporsi besar tapi tubuhnya masih tetap langsing. Maksudku, dia tidak terlihat gendut sama sekali. Ku rasa ia sudah membuang semua makanannya yang ia giling diperutnya melalui anusnya. Bodoh.

"Jadi, kapan kau akan dibolehkan pulang?" Tanya Audia sambil mengunyah sandwitchnya.

"Besok." Audie langsung tersenyum lebar saat aku memberikan jawaban 'besok'.

"Benarkah? Kalau begitu hari sabtu aku bisa mengajakmu ke pesta.." Aku langsung mengernyitkan dahiku. Pesta?

"Besok hari jum'at dan setelah itu hari sabtu.. Aku benar-benar sudah tidak sabar lagi." Lanjut Audie senang.

"Pesta?" Audie mengangguk semangat. Aku mengenal gadis ini. Audie, dia satu-satunya sahabatku yang sangat menyukai pesta. Pesta apapun selalu ia hadiri dan tidak pernah absen.

"Pesta umum.. Diadakan di Central Park.. Kau harus ikut.. Itu akan menjadi pesta yang mengasyikkan, Carry.."  Aku diam beberapa saat mencoba mencerna ucapan yang diberikan oleh Audie.

"Aku tidak ingin ikut." Ia langsung menautkan kedua alisnya dengan tatapan kecewanya.

"Mengapa?"

"Karena aku masih belum sembuy total, Audie.." Aku bisa mendengar helaan nafas kasarnya kemudian ia mengangguk mengerti.

Apa aku sudah membuat hatinya terluka.

"Baiklah, jika kau tidak ingin ikut.. Tapi, kau bisa menghubungi jika kau akan berubah pikiran." Apa aku akan berubah pikiran? Untuk apa aku menghadiri pesta yang tidak penting?

Aku bingung. Aku bingung karena harus melakukan apa. Aku tidak ingin melukai hati Audie. Tapi disisi lain aku sangat malas menghadiri pesta umum itu.

"Akan aku pikirkan." Audie mengangguk kemudian tersenyum.

_____________________

NICOLAS POV'

Aku melepas infus yang menempel ditanganku kemudian turun dari bangkar untuk keluar dari kamar, sekaligus keluar dari rumah sakit ini.

"Nick! Kau akan kemana?" Aku berhenti sejenak kemudian memutar tubuhku kebelakang.

"Aku harus menemui Elena.." Harold langsung mengernyitkan dahinya menatapku.

"Ini sudah dini hari dan kurasa Elena sudah tidur.." Balas Harold cepat.

"Aku hanya ingin memastikan kalau Elena baik-baik saja." Bagaimana jika Aaron berbohong? Aku masih belum bisa berfikir jernih. Aku takut jika ia melukai ataupun menyentuh Elena sedikitpun.

Aku mengabaikan semua suara Harold yang diberikan padaku. Aku menaiki lift menuju ke lantai dasar kemudian setelah aku sudah sampai di lobi. Aku langsung keluar dari gedung rumah sakit dan berlari menelusuri aspal dan kemudian trotoar.

Aku hanya ingin memastikan. Aku tidak ingin ia terluka sama sekali. Dan aku juga tidak ingin ia menangis karena aku sudah lalai untuk menjaganya.

Sial. Aku benar-benar tidak bisa berlari  cepat sekarang karena kakiku yang benar-benar sakit. Bagaimana ini? Ku harap ada taksi yang lewat dan berbaik hati mau menolongku.

Aku sudah berjalan sekitar setengah jam. Jalanan terlihat cukup sepi, hanya ada beberapa mobil dan mobil yang berlalu lalang.

Setelah menempuh perjalanan selama satu jam, akhirnya aku sudah sampai didepan rumah minimalis yang tengah tertutup rapat. Aku langsung mengambil kunci yang ada didalam saku celanaku kemudian memasukkan kunci itu kedalam lubang yang ada dipintu. Aku langsung memutarnya kemudiam masuk kedalam rumah.

"Elena.." Tidak ada sahutan sama sekali. Semuanya terlihat sepi. Apa ia sudah tidur?

Aku membuka pintu kamarnya. Aku mengernyitkan dahiku saat melihatnya yang tengah duduk diatas ranjang dengan tatapan kosong.

"Elena.." Elena menoleh menatapku cukup lama kemudian ia langsung turun dari ranjang dan berlari lalu memelukku erat.

"Aku merindukanmu, Nick.. Sangat merindukanmu.." Aku mengelus rambutnya pelan dan ia langsung melepaskan pelukannya dariku.

"Ada apa denganmu?" Tanya nya sambil mengelus perban yang ada dikepalaku.

"Terjatuh dari motor.." Jawabku sambil tertawa kecil.

"Aku tidak ingin kau terluka.." Ucapnya pelan kemudian berjalanan dan duduk ditepi kasur.

"Mengapa kau belum tidur?" Tanyaku dan ia langsung menundukkan kepalanya untuk melihat kakinya yang sedang bergerak-gerak.

"Aku tidak bisa tidur.. Kepalaku sangat sakit saat bangun tidur.. Aku selalu muntah setiap hari.. Aku sudah tidak nafsu makan lagi.. Semua itu menyiksaku, Nick.." Aku mengangguk mengerti. Gadis ini. Gadis yang ku cintai. Gadis yang selama tiga tahun ini menjadi melodi dihidupku.

"Sekarang aku ada disini.. Aku akan menemanimu.. Kau akan baik-baik saja.." Balasku cepat.

"Tidak akan ada yang baik-baik saja.. Penyakit ini akan terus menggerogiti otakku. Aku akan lumpuh, aku akan buta, aku akan kehilangan memori yang ada didalam otakku, dan aku akan mati." Ucapnya. Ia menangis sambil tersenyum lemah. Aku tidak suka melihatnya yang seperti ini. Aku tidak suka melihatnya menangis. Aku sama sekali tidak suka.

Sekarang lihatlah! Tubuhnya semakin kurus dan wajahnya sangat pucat. "Kau akan baik-baik saja.. Percayalah.. Aku tidak akan meninggalkanmu.. Aku akan menemanimu disini.. Besok kita akan menemui dokter Van untuk menanyakan mengenai penyakitmu itu.." Ia mengangguk pelan kemudian aku menyuruhnya untuk merebahkan tubuhnya diatas kasur.

"Tidurlah.. Aku mencintaimu.." Ia tersenyum.

"Aku juga mencintaimu.." Ia langsung memejamkan matanya.

Aku menghelakan nafas panjangku. Apa Elena akan baik-baik saja? Aku takut kehilangan dia. Dia gadis yang kuat. Kanker otak itu sudah menyerangnya selama 5 tahun dan inilah tahap dimana Elena harus semakin berjuang. Dia gadis yang tidak pernah putus asa. Dia bekerja keras sendiri. Kedua orangtuanya sudah meninggal dan hanya akulah satu-satunya orang yang ia punya. Aku mencintainya.

______________

TBC

Cie ini aku update lagi..

Jangan lupa vote + komentarnya yaaaa... Yang banyak.

Happy reading.

You Are Mine Ms.NelsonWhere stories live. Discover now