BAB 13 ㅡ Jadi Bolehkan?

2.6K 529 63
                                    

Jun duduk di sebuah kursi kayu di teras belakang rumah Faika. Di hadapannya ada seorang pria patuh baya (38) yang merupakan ayah dari Faika dan Samudra.

Jujur saja, Jun melihat ayahnya Faika alias Om Jendral mendadak minder. Ini muka dia yang boros, apa muka Om Jendral yang awet muda?

Gila! Muka gue kalo dibandingin sama Om Jendral nggak ada apa-apanya. Cakepan Om Jendral kemana-mana. Pantesan Bang Sam minder.

"Siapa nama kamu?" tanya om jendral dengan nada datar. Matanya tidak menatap Jun, dia sibuk memperhatikan kolam ikan koinya.

"J-jun, Om," balas Jun dengan nada gemeteran.

ZING!

Mata Om Jendral mendelik untuk menatap Jun, "Jun, kenalin saya Dani. Jendral Dani," ujar Dani dengan penuh penekanan.

Jun cuma ngangguk-ngangguk aja kaya anjing-anjingan dashboard.

"Mau apa kesini?" tanya Dani lagi.

"Ma-mau ngajak Faika pergi keluar, Om," balas Jun yang masih gagap.

Sejak tadi tangan Jun sudah dingin dan pucat saking gugupnya, bahkan mengeluarkan keringat dingin, terus jantungnya jedag-jedug kaya lagi disko.

Dani melirik ke arah Jun lagi, "Kamu udah tau prinsip apa yang saya pegang?" tanya Dani datar lalu dia menoleh ke arah Samudra, "Kamu udah kasih tau dia apa aja prinsip yang Ayah pegang, Sam?"

Samudra menelan ludahnya lalu mengangguk, "U-udah yah," balas Samudra.

Dani kembali menatap ke arah Jun. Dia menatap Jun dengan pandangan remeh sedangkan Samudra hanya menatap Jun dengan pandangan prihatin.

Dia nggak bisa bantuin Jun soalnya dia juga takut sama ayahnya.

"Ma-maaf om, tapi saya cuma sebentar kok ngajak Faika keluarnya. Saya udah janjian sama Faika kemarin," tukas Jun lagi dengan penuh keberanian.

"Kok kamu berani ngajak anak saya janjian tapi anak saya belum dapet izin dari saya?" balas Dani.

"Ya makanya saya minta izin sekarang, om," ujar Jun tidak mau kalah.

Samudra memperhatikan Jun dengan takjub, akhirnya ada yang bisa melawan Pak Jendral. Dia aja nggak berani hehehe.

Dani menatap Jun dengan wajah datarnya, "Anak muda zaman sekarang selalu aja ngejawab. Heran," desis Dani seraya memijat pangkal hidungnya.

"Sam, panggil adik kamu. Ayah mau denger sendiri dari dia," titah Dani pada Samudra.

Samudra manut saja kemudian dia masuk ke dalam rumah untuk memanggil adiknya dan meninggalkan Jun dengan ayahnya di teras belakang.

Tak lama kemudian, Samudra dan Faika keluar dari dalam rumah. Perempuan itu berjalan di belakang Samudra dengan pandangan menunduk.

"Duduk, Cha," titah Dani mempersilahkan Faik duduk di sebelah kanannya.

"Siapa dia?" tanya Dani seraya menunjuk Jun dengan dagunya.

"Te-temen Icha, yah," balas Faika yang masih menunduk.

"Mau kemana kamu?" tanya Dani lagi.

"M-mau jalan sama Jun, yah," balas Faika lagi.

"Kemana?" tanya Dani lagi.

Faika menggeleng lalu Jun mendongak, "Saya mau ngajak Faika liat sunset di Jakarta, om," balas Jun cepat.

"Sunset di Jakarta? Emang keliatan?" tanya Samudra nyeletuk.

Jun menggeleng, "Emang nggak keliatan tapi kerasalah. Ngeliat langit warna oren aja udah kerasa sunsetnya," balas Jun seraya tersenyum.

"Naik apa?" tanya Dani lagi.

"Saya kebetulan bawa mobil, om," balas Jun.

Dani mendongak, "Kamu punya SIM?" tanya Dani seraya mengangkat sebelah alisnya.

Jun mengangguk, "Saya udah 18 tahun, Om. Saya punya SIM," balas Jun lalu mengeluarkan dompetnya dan menunjukkan SIMnya.

Dani mengambil SIM milik Jun lalu membolak-balikkannya, "Nggak nembak kan?" tanya Dani ragu.

Jun menggeleng mantap, "Nggak om, saya tes ke Polres," balas Jun mantap.

Dani mengangguk lalu dia mendesah pasrah.

"Yaudah."

Seketika hening...













"Maksudnya om?" tanya Jun dengan muka pongonya.

Dani mendengus, "Yaudah sana, katanya mau jalan sama anak saya," balas Dani.

Samudra dan Faika membelalak, untuk pertama kalinya selama 17 tahun hidup Faika dia di izinkan untuk pergi berdua dengan laki-laki.

"Serius yah?!!" seru Faika setengah berteriak.

Dani mengangguk, "Iya," balas Dani pasrah.

Faika berdiri dari duduknya dan langsung melompat memeluk Samudra. Abangnya memeluk balik adik satu-satunya.

Faika melepaskan pelukannya dari Samudra lalu beralih memeluk ayahnya yang masih duduk dan masang wajah pocker face.

"Makasih ayah!! I Love You!!!" seru Faika lalu mencium pipi Dani.

"Hm."

Dani cuma berdeham saja sedangkan Jun masih diam dengan wajah polos nya.

"Tapi ada syaratnya," ujar Dani tiba-tiba.

"Ya, Om?"

"Jangan pegang-pegang anak saya, jangan kasih dia jajan sembarangan, jangan lupa sholat dan jangan pulang lebih dari jam 8. Kalo kamu langgar semua itu, nggak segan-segan saya ngejauhin Icha dari kamu," jelas Dani penuh penekanan dan tegas. Tanda ia tidak ingin dibantah.

Jun bangkit dari duduknya lalu hormat pada Dani, "Siap, Om Jendral! Saya laksanain semua syarat dari Om," balas Jun semangat.

"Om, om! Panggil saya Pak Jendral!"

"I-iya Pak Jendral!"

Samudra dan Faika hanya tertawa melihat perubahan wajah Jun yang mendadak tegang dan ketakutan seperti awal.

"Yaudah sana pergi sebelum ayah berubah pikiran lagi," usir Dani tanpa melihat ke arah Faika.

Jun mengangguk, "Saya sama Faika pergi dulu ya, pak jendral. Assalamu'alaikum," pamit Jun.

"Wa'alaikumsalam," balas Dani dan samudra bersamaan.

Jun dan Faika pergi keluar dari rumah meninggalkan Dani dan Samudra.

"Yah, abang nggak nyangka kalo ayah bakalan ngizinin Icha pergi," ujar Samudra yang masih tidak percaya.

Dani menghela nafas, "Nggak taulah," balas Dani.

Dani bangkit dari duduknya lalu berjalan masuk ke dalam.

"SAMUDRA!!! KURAS KOLAM KOI SAMA LELE AYAH YA!!!"







Samudra misuh-misuh nggak jelas.

"Sialan! Untung bokap! Kalo bukan gue lempar sendal nih!"

"AYAH DENGER SAMUDRA!!! KAMU MAU LEMPAR AYAH PAKE SENDAL?!!"

"EH NGGAK YAH NGGAK!!!"

***

[20 Januari 2019]

Chapter ini tidak diedit ulang. Jadi mohon maaf bila ada typo.

Siap Jendral 🍃 Wen Jun Hui ✔️Where stories live. Discover now