e i g h t

641 95 18
                                    

There's a pic of Evanna Lynch as Tinkerbell on multimedia! Yap, that's the reason why I dedicated the previous chapter to Bella:3

_______________

Aku melirik Liam yang sedari tadi hanya diam. Aku tidak tahu mengapa, tapi aku suka kalau dia berisik dan mengajakku bertengkar. Well, aku tidak suka melihat orang yang diam dan tak berbicara. "Liam." Panggilku.

Laki-laki itu kemudian menoleh padaku dan mengangkat kedua alisnya, pertanda kalau ia menginginkan agar aku melanjutkan perkataanku. "Kau terlihat murung. Apa yang kau pikirkan sebenarnya?" tanyaku.

"Tinkerbell."

"Kau takut dia tidak akan kembali padamu?"

"Bukan. Aku takut akulah yang tidak ingin kembali padanya."

Aku diam. Lalu kalau ia ragu dengan perasaannya sendiri mengapa pula dia membantuku mencari Louis? "Mengapa?" tanyaku lagi.

"Entahlah." Jawabnya singkat, mendesah dan menundukkan kepalanya.

"Kita sudah sampai!"

Aku dan Liam yang mendengar teriakan Liam langsung membalikkan badan. Aku melihat ke sekelilingku. Hamparan laut yang luas, dan beberapa ratus meter di depanku, berdirilah sebuah pulau dengan pasir pantai yang sangat putih dan cerah. Aku menjadi bersemangat.

Tidak semua dari awak kapal turun ke dalam sekoci. Hanya ada dua sekoci yang sangat kecil, membuat hanya aku, Liam, Harry, Niall, dan Zayn sajalah yang bisa masuk ke dalamnya. Aku memilih masuk ke dalam sekoci yang berisi Niall dan Zayn, sementara Harry berada dengan Liam di sekoci lainnya. Kami pun mulai mendayung perahu kecil itu.

"Hey, Bella." Panggil Zayn.

"Ya?"

"Mengapa kau ingin sekali bertemu dengan Peter Pan?"

Aku menghela nafasku. "Namanya Louis, Zayn. Dan aku ingin membawanya pulang. Louis sangat berarti untukku. Dia adalah sahabat terbaikku. Meskipun aku tahu Louis akan pergi keluar kota setelah kami keluar dari sini, aku tetap akan menyayanginya. Aku ingin Louis tetap memanggilku Tinkerbellnya dan aku akan memanggilnya Peter Pan-ku."

Zayn mengangguk mengerti. "Kau bisa tinggal di sini kalau kau mau. Neverland adalah tempat yang indah. Dan kau juga Louis tidak akan berubah menjadi tua di sini." Ucapnya lagi sambil tetap mendayung sekoci.

"Bagaimana dengan Charles? Dia berada di Neverland dan menjadi tua."

"Tidak. Charles tidak dilahirkan di sini. Dia hanya seorang ilmuwan di Dunia Nyata dan tersesat di Neverland ketika dia menemukan negri ini. Charles sudah beratus tahun lamanya di sini." Aku sempat terkejut ketika Zayn berkata Charles sudah beratus tahun lamanya di sini. "Jadi kau sudah percaya, kan?"

"Bagaimana denganmu, Tinkerbell, dan yang lainnya? Kalian dilahirkan, bukan? Lalu mengapa kalian bertambah tua?" tanyaku lagi.

"Setiap yang dilahirkan di negri ini berhenti tumbuh ketika mencapai umur tujuh belas tahun. Itu sebabnya aku dan yang lainnya terlihat sangat muda. Padahal, umur kami sama-sama dua puluh tahun. Lalu untuk Tinkerbell adalah sebuah pengecualian. Kau tentu pernah mendengar ceritanya. Tinkerbell dilahirkan dari sebuah tawa, bersama dengan saudara kembarnya yang tinggal di musim dingin."

"Well, aku masih tidak mengerti." Ujarku sambil tertawa, membuat Zayn ikut tertawa.

"Ah, kita sudah sampai." Ucap Niall tiba-tiba, membuatku menoleh ke depan dan melihat sekociku, juga sekoci Liam sudah melabuh di pinggir pantai.

Aku memijakkan kakiku di pasir putih yang menggelitik. Aku baru sadar kalau aku tidak memakai sepatuku. Astaga, kemana perginya benda itu?

Kami pun masuk ke dalam hutan bakau dan melewatinya. Sekitar beberapa meter ke depan, semua pasir sudah berganti menjadi rumput, dan kami berjalan kembali lagi masuk ke dalam hutan hijau. Uh, Neverland. Bahkan hutan saja terlihat sangat asri di tempat ini.

"Tempat mereka biasanya bermain adalah di tengah hutan. Mereka membangun gubuk mereka sendiri. Di sana, banyak sekali anak-anak kecil yatim piatu yang mereka rawat sendiri. Ide itu diberikan oleh Peter Pan, awalnya." Jelas Liam kepadaku. Aku mengangguk mengerti.

Sudah ratusan meter kami berjalan semakin memasuki hutan, namun tak ada satupun tanda-tanda keberadaan Louis dan Tinkerbell di dalam hutan ini. Aku gelisah, semakin takut kalau saja Louis tidak mau meminum ramuan itu dan tidak ingin kembali ke dunia asli kami. Apa yang harus kukatakan nanti kepada keluarganya? Lalu bagaimana kalau kepergian kami ke Neverland akan mengubah waktu? Bisa saja aku dan Louis kembali ratusan tahun lamanya, kan?

Awalnya, aku yang masih memikirkan hal itu tidak menatap lurus ke depan, ke jalan setapak yang sepertinya sudah disediakan untuk berjalan. Namun ketika aku mengangkat kepalaku dan menatap lurus ke depan, aku melihat sebuah gubuk yang atapnya terbuat dari jerami. Di sana terlihat sungguh sepi, tapi aku mendengar suara tawanya. Ya, suara tawa Louis yang selalu membuatku ingin tertawa juga. Tapi membayangkan Louis sedang tertawa bersama Tinkerbell, semua tawaku menjadi kesedihan.

"Louis." Gumamku memanggil namanya. Aku sungguh yakin Louis tidak akan mendengarku yang berada di kejauhan. Memang dia tidak mendengarku.

Tapi dia melihatku.

When Peter Pan Loves AutumnWhere stories live. Discover now